Keppres tentang Penetapan Papua sebagai Daerah Industri Nasional siap Diterbitkan
pada tanggal
Friday, 15 May 2015
KOTA JAYAPURA - Pemerintah Provinsi Papua saat ini sedang menunggu diterbitkannya Keputusan Presiden (Keppres) tentang penetapan Papua sebagai daerah industri nasional.
Hal ini diungkap Gubernur Papua kepada wartawan Rabu (8/4) saat coffee morning bersama insan pers di Jayapura.
"Yang gubernur berjuang itu pertama sekali adalah Papua masuk dalam Keppres, sebagai daerah industri nasional. Itu yang utama dan itu yang sedang kita lakukan," terangnya.
Dikatakan, hal ini sudah dibahas secara teknis dan sudah telah dibawa kepada Kementerian Perekonomian Republik Indonesia.
"Mudah-mudahan Keppresnya sudah bisa keluar, bahwa Papua masuk dari 14 daerah industri nasional," harapnya.
Sebab sebenarnya provinsi tertimur di Indonesia, tidak masuk dalam Keppresnya. "Kita minta ubah, sebab tanpa Keppres itu Papua tidak bisa membangun smelter di Timika," selanya.
Karena Industri smelter adalah bagian dari industri nasional. Sebab kalau smelter kita bangun di Timika bukan saja hasil dari Freeport masuk ke Papua. Akan tetapi juga dari berbagai daerah juga bisa dibawa masuk. "Itulah sebabnya Papua masuk dalam strategi pembangunan industri nasional. Itu yang pertama Keppresnya sedang digodok," ujarnya.
Sedangkan yang kedua adalah kesiapan daerah dalam menyediakan lahan. Menurutnya Bupati Mimika sendiri sudah siapkan lahannya. Masalah pembicaraan dengan pemilik lahan akan dibicarakan kemudian. Termasuk arealnya berapa dan lahannya.
Menurut Gubernur, untuk investor saat ini banyak yang berlomba-lomba untuk masuk dan berinvestasi di Papua. "Jadi kita siapkan kepastian lokasi di dalam tata ruangnya, termasuk RT/RW nya seperti apa. Ini yang lebih penting, agar kita tidak salah melangkah," katanya.
Dikatakan, kalau berbicara investor banyak orang yang mau berinvestasi. "Kita sebenarnya mencari bukan industri smelternya. Sebab smelter itu hanya pemicunya saja. Smelter itu terlalu kecil bagi kita, karena itu siapa pun yang bangun berbisnis smelter pasti rugi. Saat ini yang kita cari adalah industri ikutannya. Industri ikutan itulah yang otomatis kita akan menikmati," katanya lagi.
Diungkapkan, saat ini Pemprov Papua sedang mencari kepastian dan selama tidak mendapatkan jawaban dari pemerintah, maka ini tidak akan jalan. Disisi lain pemerintah mau mempercepat pembangunan di Papua. Namun kalau undang-undangnya tidak ada, maka hal itu tidak memungkinkan. Karena kontrak karya PT Freeport akan berakhir tahun 2021, sehingga 2019 harus sudah selesai.
Saat ini Pemprov Papua juga sedang berjuang yakni merubah klasual-klasual kontrak karya selama ini. Dimana Papua sudah masuk semua. Termasuk sangu, konsentrat sebesar 1 juta ton lebih. "Salah satu yang akan kita sepakati konsentrat akan diolah di smelter yang berada di Timika. Klausal sudah kita masukkan," ujarnya. [SP]
Hal ini diungkap Gubernur Papua kepada wartawan Rabu (8/4) saat coffee morning bersama insan pers di Jayapura.
"Yang gubernur berjuang itu pertama sekali adalah Papua masuk dalam Keppres, sebagai daerah industri nasional. Itu yang utama dan itu yang sedang kita lakukan," terangnya.
Dikatakan, hal ini sudah dibahas secara teknis dan sudah telah dibawa kepada Kementerian Perekonomian Republik Indonesia.
"Mudah-mudahan Keppresnya sudah bisa keluar, bahwa Papua masuk dari 14 daerah industri nasional," harapnya.
Sebab sebenarnya provinsi tertimur di Indonesia, tidak masuk dalam Keppresnya. "Kita minta ubah, sebab tanpa Keppres itu Papua tidak bisa membangun smelter di Timika," selanya.
Karena Industri smelter adalah bagian dari industri nasional. Sebab kalau smelter kita bangun di Timika bukan saja hasil dari Freeport masuk ke Papua. Akan tetapi juga dari berbagai daerah juga bisa dibawa masuk. "Itulah sebabnya Papua masuk dalam strategi pembangunan industri nasional. Itu yang pertama Keppresnya sedang digodok," ujarnya.
Sedangkan yang kedua adalah kesiapan daerah dalam menyediakan lahan. Menurutnya Bupati Mimika sendiri sudah siapkan lahannya. Masalah pembicaraan dengan pemilik lahan akan dibicarakan kemudian. Termasuk arealnya berapa dan lahannya.
Menurut Gubernur, untuk investor saat ini banyak yang berlomba-lomba untuk masuk dan berinvestasi di Papua. "Jadi kita siapkan kepastian lokasi di dalam tata ruangnya, termasuk RT/RW nya seperti apa. Ini yang lebih penting, agar kita tidak salah melangkah," katanya.
Dikatakan, kalau berbicara investor banyak orang yang mau berinvestasi. "Kita sebenarnya mencari bukan industri smelternya. Sebab smelter itu hanya pemicunya saja. Smelter itu terlalu kecil bagi kita, karena itu siapa pun yang bangun berbisnis smelter pasti rugi. Saat ini yang kita cari adalah industri ikutannya. Industri ikutan itulah yang otomatis kita akan menikmati," katanya lagi.
Diungkapkan, saat ini Pemprov Papua sedang mencari kepastian dan selama tidak mendapatkan jawaban dari pemerintah, maka ini tidak akan jalan. Disisi lain pemerintah mau mempercepat pembangunan di Papua. Namun kalau undang-undangnya tidak ada, maka hal itu tidak memungkinkan. Karena kontrak karya PT Freeport akan berakhir tahun 2021, sehingga 2019 harus sudah selesai.
Saat ini Pemprov Papua juga sedang berjuang yakni merubah klasual-klasual kontrak karya selama ini. Dimana Papua sudah masuk semua. Termasuk sangu, konsentrat sebesar 1 juta ton lebih. "Salah satu yang akan kita sepakati konsentrat akan diolah di smelter yang berada di Timika. Klausal sudah kita masukkan," ujarnya. [SP]