Kamar Adat Pengusaha Papua (KAPP) Komitmen Tetap Bersatu
pada tanggal
Sunday, 17 May 2015
KOTA JAYAPURA - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kamar Adat Pengusaha Papua (KAPP) Yonas Kalem menegaskan bahwa organisasi adat tersebut tetap satu dan tidak terpecah-belah.
"Dengan adanya penancapan papan nama KAPP, semua aktivitas dikembalikan dan berjalan normal serta berpusat di sini," kata Sekjen KAPP Yonas Kalem di Jayapura, Minggu.
Pengurus KAPP pusat dan kabupaten/kota telah memasang papan nama di kantor pusat yang terletak di Jalan Perumnas 1 Jayapura pada Sabtu (16/5) siang.
Pernyataan Yonas Kalem tersebut menepis isu adanya dualisme yang terjadi di kepengurusan KAPP. "Saya sampaikan bahwa KAPP tidak ada dualisme, tetap satu di Papua, periode ini akan berakhir pada 2018, dan saya masih berpegang pada SK Gubernur, kecuali ada pencabutan SK," katanya.
Menurut Kalem, KAPP akan berjalan sebagaimana mestinya dan akan konsentrasi untuk meningkatkan kemampuan para pengusaha asli Papua dengan berbagai program.
"Kami akan melakukan pendekatan dengan berbagai pihak untuk mewujudkan itu. Dan kami tetap berpijak pada AD/ART yang ada, meski ketua tidak ada, kami tetap berjalan, jika ketua umum tidak ada ada ketua 1, 2, 3 dan seterusnya," katanya.
Mengenai kelompok Mery Joweni yang telah menggelar konferensi daerah luar biasa (Konferdalub) di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, pada beberapa waktu lalu, Kalem menilai bahwa kegiatan itu ilegal karena melanggara AD/ART sebuah organisasi.
"Itu kegiatan ilegal, kronologisnya, semula kami memang ingin gelar Konferdalub berpijak pada SK I, tertanggal 20 Januari 2015, namun kemudian mengacu pada hal-hal lainnya untuk menghindari nama KAPP akan tercemar, sehingga kami terbitkan SK pembatalan pada 2 Februari 2015. Tetapi kelompok mereka (Mery Joweni) tetap jalankan SK 1," katanya.
Hal itu, juga sudah coba disampaikan ke Pemerintah Provinsi Papua dan pihak terkait bahwa Konferdalub di Wamena itu ilegal, karena telah diterbitkan SK pembatalan.
"Tapi anehnya, dana hibah dari pemerintah bisa caik senilai Rp5 miliar dengan dua tahap, tahap pertama Rp1 miliar dan tahap ke dua Rp4 miliar. Padahal pencariaran dana itu juga sudah kami tangguhkan hanya saja bisa tetap cair oleh kelompok mereka (Mery Yoweni)," katanya.
Senada itu, Ketua KAPP Kabupaten Jayapura Alberth Boikawai mengatakan bahwa pemasangan papan nama KAPP menandakan bahwa organisasi adat orang asli Papua telah satu dan berjalan seperti biasa.
"Kami memang beberapa waktu lalu ada masalah. Tapi kami anggap itu tidak ada lagi. Jadi pemasangan papan nama hari ini kami mau tegaskan bahwa kami sedang berjalan dan tidak ada masalah lagi," katanya.
"Dalam waktu dekat kepengurusan di kabupaten/kota masih yang sebatas formatur akan dikukuhkan/definitif, nanti dalam konferensi ketiga baru akan dibahas," katanya. [Antara]
"Dengan adanya penancapan papan nama KAPP, semua aktivitas dikembalikan dan berjalan normal serta berpusat di sini," kata Sekjen KAPP Yonas Kalem di Jayapura, Minggu.
Pengurus KAPP pusat dan kabupaten/kota telah memasang papan nama di kantor pusat yang terletak di Jalan Perumnas 1 Jayapura pada Sabtu (16/5) siang.
Pernyataan Yonas Kalem tersebut menepis isu adanya dualisme yang terjadi di kepengurusan KAPP. "Saya sampaikan bahwa KAPP tidak ada dualisme, tetap satu di Papua, periode ini akan berakhir pada 2018, dan saya masih berpegang pada SK Gubernur, kecuali ada pencabutan SK," katanya.
Menurut Kalem, KAPP akan berjalan sebagaimana mestinya dan akan konsentrasi untuk meningkatkan kemampuan para pengusaha asli Papua dengan berbagai program.
"Kami akan melakukan pendekatan dengan berbagai pihak untuk mewujudkan itu. Dan kami tetap berpijak pada AD/ART yang ada, meski ketua tidak ada, kami tetap berjalan, jika ketua umum tidak ada ada ketua 1, 2, 3 dan seterusnya," katanya.
Mengenai kelompok Mery Joweni yang telah menggelar konferensi daerah luar biasa (Konferdalub) di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, pada beberapa waktu lalu, Kalem menilai bahwa kegiatan itu ilegal karena melanggara AD/ART sebuah organisasi.
"Itu kegiatan ilegal, kronologisnya, semula kami memang ingin gelar Konferdalub berpijak pada SK I, tertanggal 20 Januari 2015, namun kemudian mengacu pada hal-hal lainnya untuk menghindari nama KAPP akan tercemar, sehingga kami terbitkan SK pembatalan pada 2 Februari 2015. Tetapi kelompok mereka (Mery Joweni) tetap jalankan SK 1," katanya.
Hal itu, juga sudah coba disampaikan ke Pemerintah Provinsi Papua dan pihak terkait bahwa Konferdalub di Wamena itu ilegal, karena telah diterbitkan SK pembatalan.
"Tapi anehnya, dana hibah dari pemerintah bisa caik senilai Rp5 miliar dengan dua tahap, tahap pertama Rp1 miliar dan tahap ke dua Rp4 miliar. Padahal pencariaran dana itu juga sudah kami tangguhkan hanya saja bisa tetap cair oleh kelompok mereka (Mery Yoweni)," katanya.
Senada itu, Ketua KAPP Kabupaten Jayapura Alberth Boikawai mengatakan bahwa pemasangan papan nama KAPP menandakan bahwa organisasi adat orang asli Papua telah satu dan berjalan seperti biasa.
"Kami memang beberapa waktu lalu ada masalah. Tapi kami anggap itu tidak ada lagi. Jadi pemasangan papan nama hari ini kami mau tegaskan bahwa kami sedang berjalan dan tidak ada masalah lagi," katanya.
"Dalam waktu dekat kepengurusan di kabupaten/kota masih yang sebatas formatur akan dikukuhkan/definitif, nanti dalam konferensi ketiga baru akan dibahas," katanya. [Antara]