Fraksi Hanura Desak Polda Tuntaskan Kasus Mess DPRP
pada tanggal
Friday, 29 May 2015
KOTA JAYAPURA - Ketua Fraksi Hanura DPR Papua, Yan Mandenas. S.Sos., mendesak Polda Papua, dalam hal penyidik Tindak Pidana Korupsi Dit Reskrim Sus Polda Papua, untuk menuntaskan kasus pembangunan Mess DPR Papua yang dianggap merugikan Negara senilai Rp1 miliar lebih.
“Di Indonesia, tidak ada yang kebal hukum. Siapapun dia, wajib diproses secara hukum secara merata. Bila memang ada yang bersalah atas kasus Mess DPRP harus segera diproses. Tidak ada yang super body,” kata Yan Mandenas kepada wartawan di ruang kerjanya, Selasa (26/5).
Ia mengemukakan, dalam memberantas korupsi harus tegas dan jelas untuk melaksanakan semua suku bangsa yang hidup di tanah Papua.
“Jangan ada perbedaan dalam memberantas kasus. Kalau tidak melakukan penyetoran ke kas Negara terhadap pembangunan Mess DPR Papua ini, maka sama saja melawan perintah Negara. Ketika melawan perintah Negara, berarti sanksinya harus tegas,” ujarnya.
Mandenas mencontohkan, mantan Gubernur Papua, Bupati Sarmi bisa ditangkap karena diduga melakukan tindak pidana korupsi.
“Kenapa Mess DPRP dibiarkan terus. Apalagi tidak ada niat baik dalam penyetoran uang ke kas Negara. Padahal terbukti Mess DPRP itu menimbulkan kerugian Negara yang dibilang cukup fantastik,”pintanya.
Untuk itu, Mandenas menegaskan, dalam penanganan hukum Polda Papua diminta tuntaskan kasus ini tanpa pandang buluh. Sebelumnya, Sekda Provinsi Papua telah membuka ruang untuk melakukan pemeriksaan oleh Penyidik Tipikor Polda Papua, karena kasus Mess DPRP ini sudah berulang kali dibicarakan namun tidak pernah disikapi dan sekarang baru mau disikapi.
“Saya memberikan apresiasi kepada aparat kepolisian dalam hal ini Polda Papua melalui tipikor. Namun dalam penyelesaian kasus Mess DPRP ini tidak boleh sama sekali ada penyimpangan dalam penyelidikan kasus korupsi di Papua. Polda harus menuntaskan kasus Mess DPRP tersebut,” pintanya.
Terkait soal pengembalikan uang, Mandenas menyatakan tetap diproses secara hukum sesuai aturan yang berlaku. Namun alangkah baiknya ditangkap dulu siapa-siapa yang ikut didalamnya setelah itu baru proses lanjutan.
“Di Jakarta sudah pernah diusulkan eksekusi mati bagi para koruptor di negara Indonesia ini. bukan hanya bagi para narkoba, tapi korupsi juga harus ditembak mati. Itulah dorongan dari Partai Hanura guna memberikan efek jera kepada pelaku koruptor, sehingga kemudian hari negara ini bersih dari koruptor,” tandasnya.
Lebih jauh Mandenas menjelaskan, bahwa pembangunan Mess DPRP telah terjadi tahun 2006 hingga sekarang ini. Dimana, dari hasil temuan terjadi volume pekerjaan senilai Rp900 juta ditambah denda Rp1 miliar. ”Inilah yang menjadi temuan BPK sekarang ini.
Sehingga, timbul kerugian Negara senilai Rp1 miliar lebih. Sayangnya tidak dituntaskan bahkan tidak ada niat baik untuk melakukan penyetoran kembali anggaran ke Kas Negara,” jelasnya.
“Sekarang tinggal ditelurusi saja. Tentunya akan ditemukan penyalahgunaan atau penyelewengan dokumen kontrak dan penagihan pekerjaan. Misalnya, atas nama orang lain tapi yang tandatangan orang lain pula. Sehingga ini yang terindikasi ke arah itu dan untuk membuktikannya, maka menjadi tugas penyidik Polda sendiri,”sambung dia.
Menurut mantan ketua Komisi D DPR Papua itu, agar Polda Papua menyelesaikan kasus Mess DPRP ini secara tuntas dan jelas. Sebab jika tidak, maka jangan bermimpi untuk menyelesaikan kasus besar lainya karena semua nanti akan terbengkalai.
“Kami tidak menuding siapa-siapa saja yang terlibat Mess DPRP tersebut. Biarkan hukum yang bicara dan membuktikan siapa yang bersalah dan benar. Toh yang bersalah dihukum sesuai dengan perbuatan yang dilakukan tersebut,” ujarnya.
Ia mengakui pejabat penggunaan anggaran yang salah, atau kah PPTK-nya yang salah atau juga kontraktornya yang salah, karena itu dibayarakan juga atas persetujuan dari dinas PU Provinsi melalui PT. Cipta Karya. Jadi menurutnya tinggal ditelusuri. [Antara]
“Di Indonesia, tidak ada yang kebal hukum. Siapapun dia, wajib diproses secara hukum secara merata. Bila memang ada yang bersalah atas kasus Mess DPRP harus segera diproses. Tidak ada yang super body,” kata Yan Mandenas kepada wartawan di ruang kerjanya, Selasa (26/5).
Ia mengemukakan, dalam memberantas korupsi harus tegas dan jelas untuk melaksanakan semua suku bangsa yang hidup di tanah Papua.
“Jangan ada perbedaan dalam memberantas kasus. Kalau tidak melakukan penyetoran ke kas Negara terhadap pembangunan Mess DPR Papua ini, maka sama saja melawan perintah Negara. Ketika melawan perintah Negara, berarti sanksinya harus tegas,” ujarnya.
Mandenas mencontohkan, mantan Gubernur Papua, Bupati Sarmi bisa ditangkap karena diduga melakukan tindak pidana korupsi.
“Kenapa Mess DPRP dibiarkan terus. Apalagi tidak ada niat baik dalam penyetoran uang ke kas Negara. Padahal terbukti Mess DPRP itu menimbulkan kerugian Negara yang dibilang cukup fantastik,”pintanya.
Untuk itu, Mandenas menegaskan, dalam penanganan hukum Polda Papua diminta tuntaskan kasus ini tanpa pandang buluh. Sebelumnya, Sekda Provinsi Papua telah membuka ruang untuk melakukan pemeriksaan oleh Penyidik Tipikor Polda Papua, karena kasus Mess DPRP ini sudah berulang kali dibicarakan namun tidak pernah disikapi dan sekarang baru mau disikapi.
“Saya memberikan apresiasi kepada aparat kepolisian dalam hal ini Polda Papua melalui tipikor. Namun dalam penyelesaian kasus Mess DPRP ini tidak boleh sama sekali ada penyimpangan dalam penyelidikan kasus korupsi di Papua. Polda harus menuntaskan kasus Mess DPRP tersebut,” pintanya.
Terkait soal pengembalikan uang, Mandenas menyatakan tetap diproses secara hukum sesuai aturan yang berlaku. Namun alangkah baiknya ditangkap dulu siapa-siapa yang ikut didalamnya setelah itu baru proses lanjutan.
“Di Jakarta sudah pernah diusulkan eksekusi mati bagi para koruptor di negara Indonesia ini. bukan hanya bagi para narkoba, tapi korupsi juga harus ditembak mati. Itulah dorongan dari Partai Hanura guna memberikan efek jera kepada pelaku koruptor, sehingga kemudian hari negara ini bersih dari koruptor,” tandasnya.
Lebih jauh Mandenas menjelaskan, bahwa pembangunan Mess DPRP telah terjadi tahun 2006 hingga sekarang ini. Dimana, dari hasil temuan terjadi volume pekerjaan senilai Rp900 juta ditambah denda Rp1 miliar. ”Inilah yang menjadi temuan BPK sekarang ini.
Sehingga, timbul kerugian Negara senilai Rp1 miliar lebih. Sayangnya tidak dituntaskan bahkan tidak ada niat baik untuk melakukan penyetoran kembali anggaran ke Kas Negara,” jelasnya.
“Sekarang tinggal ditelurusi saja. Tentunya akan ditemukan penyalahgunaan atau penyelewengan dokumen kontrak dan penagihan pekerjaan. Misalnya, atas nama orang lain tapi yang tandatangan orang lain pula. Sehingga ini yang terindikasi ke arah itu dan untuk membuktikannya, maka menjadi tugas penyidik Polda sendiri,”sambung dia.
Menurut mantan ketua Komisi D DPR Papua itu, agar Polda Papua menyelesaikan kasus Mess DPRP ini secara tuntas dan jelas. Sebab jika tidak, maka jangan bermimpi untuk menyelesaikan kasus besar lainya karena semua nanti akan terbengkalai.
“Kami tidak menuding siapa-siapa saja yang terlibat Mess DPRP tersebut. Biarkan hukum yang bicara dan membuktikan siapa yang bersalah dan benar. Toh yang bersalah dihukum sesuai dengan perbuatan yang dilakukan tersebut,” ujarnya.
Ia mengakui pejabat penggunaan anggaran yang salah, atau kah PPTK-nya yang salah atau juga kontraktornya yang salah, karena itu dibayarakan juga atas persetujuan dari dinas PU Provinsi melalui PT. Cipta Karya. Jadi menurutnya tinggal ditelusuri. [Antara]