Dewan Pers Indonesia Nilai Masyarakat Papua Butuh Edukasi Jurnalistik
pada tanggal
Wednesday, 27 May 2015
JAKARTA - Dewan Pers Indonesia menyatakan edukasi jurnalistik penting untuk masyarakat Papua setelah Presiden Joko Widodo membebaskan pewarta asing meliput di wilayah Timur Nusantara tersebut.
"Yang penting adalah bagaimana masyarakat Papua diedukasi dan dicerahkan agar bisa membela hak mereka dari pemberitaan yang tidak berimbang," kata anggota Dewan Pers I Made Ray Karuna Wijaya, yang akrab disapa Ray, kepada Antara, setelah menjadi pembicara pada Seminar Nasional bertema "Peluang, Tantangan dan Hambatan Atas Terbukanya Papua bagi Jurnalis Asing", di Wisma Antara, Jakarta, Selasa.
Menurut Ray, pihaknya ingin masyarakat Papua bisa melapor secara langsung ke Dewan Pers jika dirugikan oleh publikasi media asing maupun nasional.
Selain itu, masyarakat Papua juga harus tahu bahwa mereka berhak untuk langsung berdialog dengan media jika merasa dirugikan, tanpa harus terlebih dahulu melapor ke Dewan Pers.
"Semua memiliki hak untuk itu, baik dari kepala daerah, aparatur pemerintah, ketua adat maupun masyarakat," tutur Ray.
Dewan Pers sendiri menolak untuk membawa masalah pemberitaan yang tidak berimbang ataupun merugikan ke ranah pidana. Badan independen tersebut mendorong masyarakat untuk bertindak sesuai kode etik dan Undang-undang No 40 Tahun 1999 Tentang Pers.
"Kita harus mengedepankan hak jawab dan hak koreksi. Jangan buru-buru masuk ke ranah pidana," kata Ray.
Karena itu, Ray meminta agar media nasional maupun media asing, yang nantinya beroperasi di Papua, untuk bersikap dewasa dan mengakui kesalahan.
"Para pewarta di seluruh negara dunia memiliki kode etik yang sama. Hendaknya kode etik ini jangan diewati dalam melakukan peliputan dan publikasi berita," tuturnya.
Adapun pemerintah Indonesia memberikan kebebasan bagi jurnalis luar negeri untuk meliput di seluruh wilayah Papua, meliputi Provinsi Papua dan Papua Barat.
Hal ini diumumkan secara langsung oleh Presiden Joko Widodo pada Minggu (10/5), setelah bertahun-tahun sebelumnya Indonesia melakukan pembatasan secara ketat bagi pewarta asing di Papua.
Sementara itu, selain Dewan Pers, Seminar Nasional bertema "Peluang, Tantangan dan Hambatan Atas Terbukanya Papua bagi Jurnalis Asing", yang diselenggarakan oleh Kantor Berita Antara, juga dihadiri oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahato Juwana dan Ketua Kaukus Parlemen Papua Paskalis Kossay. [Antara]
"Yang penting adalah bagaimana masyarakat Papua diedukasi dan dicerahkan agar bisa membela hak mereka dari pemberitaan yang tidak berimbang," kata anggota Dewan Pers I Made Ray Karuna Wijaya, yang akrab disapa Ray, kepada Antara, setelah menjadi pembicara pada Seminar Nasional bertema "Peluang, Tantangan dan Hambatan Atas Terbukanya Papua bagi Jurnalis Asing", di Wisma Antara, Jakarta, Selasa.
Menurut Ray, pihaknya ingin masyarakat Papua bisa melapor secara langsung ke Dewan Pers jika dirugikan oleh publikasi media asing maupun nasional.
Selain itu, masyarakat Papua juga harus tahu bahwa mereka berhak untuk langsung berdialog dengan media jika merasa dirugikan, tanpa harus terlebih dahulu melapor ke Dewan Pers.
"Semua memiliki hak untuk itu, baik dari kepala daerah, aparatur pemerintah, ketua adat maupun masyarakat," tutur Ray.
Dewan Pers sendiri menolak untuk membawa masalah pemberitaan yang tidak berimbang ataupun merugikan ke ranah pidana. Badan independen tersebut mendorong masyarakat untuk bertindak sesuai kode etik dan Undang-undang No 40 Tahun 1999 Tentang Pers.
"Kita harus mengedepankan hak jawab dan hak koreksi. Jangan buru-buru masuk ke ranah pidana," kata Ray.
Karena itu, Ray meminta agar media nasional maupun media asing, yang nantinya beroperasi di Papua, untuk bersikap dewasa dan mengakui kesalahan.
"Para pewarta di seluruh negara dunia memiliki kode etik yang sama. Hendaknya kode etik ini jangan diewati dalam melakukan peliputan dan publikasi berita," tuturnya.
Adapun pemerintah Indonesia memberikan kebebasan bagi jurnalis luar negeri untuk meliput di seluruh wilayah Papua, meliputi Provinsi Papua dan Papua Barat.
Hal ini diumumkan secara langsung oleh Presiden Joko Widodo pada Minggu (10/5), setelah bertahun-tahun sebelumnya Indonesia melakukan pembatasan secara ketat bagi pewarta asing di Papua.
Sementara itu, selain Dewan Pers, Seminar Nasional bertema "Peluang, Tantangan dan Hambatan Atas Terbukanya Papua bagi Jurnalis Asing", yang diselenggarakan oleh Kantor Berita Antara, juga dihadiri oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahato Juwana dan Ketua Kaukus Parlemen Papua Paskalis Kossay. [Antara]