Bukan Anggota TPN/OPM, Keluarga Minta Polda Papua Bebaskan Marsel Muyapa
pada tanggal
Saturday, 23 May 2015
KOTA JAYAPURA – Marsel Muyapa (25), warga Kalibobo, Jalan Jayanti RT 15/RW 04, Nabire sekaligus seorang sopir angkutan umum jurusan Nabire-Dogiyai-Deiyai dan Paniai yang saat ini ditahan di Polda, diminta dibebaskan.
Pasalnya, Marsel adalah bukan bagian dari TPN/OPM tetapi hanya seorang sopir yang ikut ditembak dan ditangkap oleh Timsus dan Satgas Brimob Polda Papua, ketika mobil yang dikendarainya disewa Kelompok OPM di Wilayah Paniai Jhon Salmon Yogi dan Yulianus Nawipa pada tanggal 30 April 2015 Pukul 10.45 WIT di Kampung Sanoba Atas Distrik Nabire, Kabupaten Nabire.
Permintaan ini disampaikan Keluarga korban Marsel Mayupa masing-masing Melianus Gobay dan Kornelia Muyapa didampingi Pembela HAM Matius Murib kepada wartawan di Jayapura, Rabu (20/5).
Dikatakan, pihaknya mewakili keluarga, masyarakat, gereja, tokoh pemuda, tokoh masyarakat yang berdomisi di 4 Kabupaten masing-masing Nabire-Dogiyai-Deiyai dan Paniai.
Menurut Melianus Gobay, pihak keluarga Marsel Muyapa menolak perlakuan dari Timsus dan Satgas Polda Papua yang melakukan penembakan dan menyatakan Marsel Muyapa tergolong dalam TPN/OPM.
Karenanya, pihak keluarga memohon agar polisi membebaskan Marsel Muyapa dengan alasan sebagai berikut. Pertama, Marsel Muyapa bukan salah satu anggota TPN/OPM. Kedua, Marsel Muyapa adalah seorang sopir angkutan umum yang melayani masyarakat jurusan Nabire-Dogiyai-Deiyai dan Paniai.
Ketiga, semua masyarakat yang ada di 4 Kabupaten mengetahui dia adalah seorang sopir yang setia melayani. Keempat, untuk itu jika terjadi apa-apa terhadap Marsel Muyapa maka pihak keluarga akan menuntut sesuai dengan aturan yang berlaku.
Kelima, dengan demikian harapan keluarga, masyarakat, gereja, tokoh pemuda, tokoh masyarakat memohon agar pihak yang terkait untuk segera membebaskan Marsel Muyapa.
Sementara itu, Matius Murib menegaskan, pihaknya merasa prihatin terkait tindakan Polisi setelah menangkap, menembak dan menjadikan korban Marsel Mayupa sebagai tersangka. Lebih ironis lagi, luka tembak di bagian paha kiri korban Marsel Muyapa masih meregang. Tapi dipaksakan diperiksa dan ditahan di Mapolda Papua.
Menurut pengakuan korban, tambah Matius Murib, ketika ditangkap ia berusaha mengangkat kedua tangannya sembari menyampaikan kepada Timsus dan Satgas Brimob bahwa dirinya hanya seorang sopir yang melayani masyarakat dan tak punya kaitan dengan kegiatan lain. Tapi ternyata ia ditembak juga.
Karenanya, cetus Matius Murib, pihaknya sangat meragukan profesionalisme Polisi, karena tindakan yang dilakukan di luar prosedur yang seharusnya digunakan. Pasalnya, jika menangkap seseorang seharusnya ada dugaan masalahnya atau seseorang yang dinyatakan DPO.
“Kalau didalam sebuah mobil ada penumpang yang lain dipisahkan dong yang targetnya saja ditembak, Dalam situasi perang sekalipun jika orang sudah angkat tangan ndak boleh ditembak. Ini bukan situasi perang kenapa ditembak,”tegas Matius Murib.
Karenanya, tutur Matius Murib, pihaknya menganjurkan koreksi internal Polri dalam melaksanakan operasi apapun harus prosedural sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SPO) yang ada di Polri.
“Kalau bisa cukup diarahkan kepada target operasi bukan justru warga yang tak tahu-menahu dijadikan korban,”paparnya. [Binpa]
Pasalnya, Marsel adalah bukan bagian dari TPN/OPM tetapi hanya seorang sopir yang ikut ditembak dan ditangkap oleh Timsus dan Satgas Brimob Polda Papua, ketika mobil yang dikendarainya disewa Kelompok OPM di Wilayah Paniai Jhon Salmon Yogi dan Yulianus Nawipa pada tanggal 30 April 2015 Pukul 10.45 WIT di Kampung Sanoba Atas Distrik Nabire, Kabupaten Nabire.
Permintaan ini disampaikan Keluarga korban Marsel Mayupa masing-masing Melianus Gobay dan Kornelia Muyapa didampingi Pembela HAM Matius Murib kepada wartawan di Jayapura, Rabu (20/5).
Dikatakan, pihaknya mewakili keluarga, masyarakat, gereja, tokoh pemuda, tokoh masyarakat yang berdomisi di 4 Kabupaten masing-masing Nabire-Dogiyai-Deiyai dan Paniai.
Menurut Melianus Gobay, pihak keluarga Marsel Muyapa menolak perlakuan dari Timsus dan Satgas Polda Papua yang melakukan penembakan dan menyatakan Marsel Muyapa tergolong dalam TPN/OPM.
Karenanya, pihak keluarga memohon agar polisi membebaskan Marsel Muyapa dengan alasan sebagai berikut. Pertama, Marsel Muyapa bukan salah satu anggota TPN/OPM. Kedua, Marsel Muyapa adalah seorang sopir angkutan umum yang melayani masyarakat jurusan Nabire-Dogiyai-Deiyai dan Paniai.
Ketiga, semua masyarakat yang ada di 4 Kabupaten mengetahui dia adalah seorang sopir yang setia melayani. Keempat, untuk itu jika terjadi apa-apa terhadap Marsel Muyapa maka pihak keluarga akan menuntut sesuai dengan aturan yang berlaku.
Kelima, dengan demikian harapan keluarga, masyarakat, gereja, tokoh pemuda, tokoh masyarakat memohon agar pihak yang terkait untuk segera membebaskan Marsel Muyapa.
Sementara itu, Matius Murib menegaskan, pihaknya merasa prihatin terkait tindakan Polisi setelah menangkap, menembak dan menjadikan korban Marsel Mayupa sebagai tersangka. Lebih ironis lagi, luka tembak di bagian paha kiri korban Marsel Muyapa masih meregang. Tapi dipaksakan diperiksa dan ditahan di Mapolda Papua.
Menurut pengakuan korban, tambah Matius Murib, ketika ditangkap ia berusaha mengangkat kedua tangannya sembari menyampaikan kepada Timsus dan Satgas Brimob bahwa dirinya hanya seorang sopir yang melayani masyarakat dan tak punya kaitan dengan kegiatan lain. Tapi ternyata ia ditembak juga.
Karenanya, cetus Matius Murib, pihaknya sangat meragukan profesionalisme Polisi, karena tindakan yang dilakukan di luar prosedur yang seharusnya digunakan. Pasalnya, jika menangkap seseorang seharusnya ada dugaan masalahnya atau seseorang yang dinyatakan DPO.
“Kalau didalam sebuah mobil ada penumpang yang lain dipisahkan dong yang targetnya saja ditembak, Dalam situasi perang sekalipun jika orang sudah angkat tangan ndak boleh ditembak. Ini bukan situasi perang kenapa ditembak,”tegas Matius Murib.
Karenanya, tutur Matius Murib, pihaknya menganjurkan koreksi internal Polri dalam melaksanakan operasi apapun harus prosedural sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SPO) yang ada di Polri.
“Kalau bisa cukup diarahkan kepada target operasi bukan justru warga yang tak tahu-menahu dijadikan korban,”paparnya. [Binpa]