Aparat Kampung Diharapkan Kelola Dana Desa dengan Baik
pada tanggal
Tuesday, 26 May 2015
KOTA JAYAPURA - Pemerintah Provinsi Papua mengingatkan aparat kampung tentang kerentanan kasus hukum dalam pengelolaan dana desa yang nilainya cukup besar.
Asisten I Bidang Pemerintahan Setda Papua Doren Wakerkwa, ketika dihubungi dari Timika, Senin, mengatakan, alokasi dana desa yang cukup besar ke semua kampung (desa) di Provinsi Papua berpotensi menjerat aparat kampung untuk berurusan dengan masalah hukum jika tak mampu mengelolanya secara baik dan transparan.
"Jangan sampai seluruh kepala kampung nanti masuk sel. Ini bahaya. Dana itu turun langsung dari pusat ke semua kampung sehingga harus dapat dikelola dengan baik. Jangan disalahgunakan tidak sesuai dengan petunjuk teknis (juknis)," kata Doren Wakerkwa.
Ia mengatakan, dengan berlakunya UU Nomor 6 tahun 2014 maka setiap kampung akan menerima alokasi dana desa sebesar Rp250 juta.
Khusus di Kabupaten Mimika, alokasi dana desa yang diterima dari pusat sebesar Rp37 miliar untuk dibagikan ke 133 desa (kampung) yang tersebar pada 18 distrik (kecamatan).
"Dana yang turun langsung ke kampung-kampung besar sekali. Belum lagi tahun ini Pemprov Papua mengalokasikan dana Rp500 miliar ke 29 kabupaten/kota untuk mendukung program rencana strategis penguatan ekonomi kampung (Prospek). Para bupati dan wali kota juga akan menganggarkan dana Prospek ke semua kampung," tuturnya.
Agar dapat mengelola dana-dana tersebut secara tepat sasaran, Doren mengatakan, sangat dibutuhkan keberadaan aparat kampung dan distrik yang profesional.
"Kenyataan yang kita hadapi di Papua hingga hari ini terutama di wilayah gunung, kepala-kepala kampung rata-rata tidak mengerti. Makanya sekretaris kampung diangkat dari PNS, tapi kenyataannya dia juga tidak mengerti," ujar Doren.
Mantan Penjabat Bupati Kabupaten Lanny Jaya itu meminta para sekretaris daerah (sekda) dan para asisten di semua kabupaten/kota di Papua untuk ikut mengawasi pengelolaan anggaran kampung di wilayahnya.
"Binalah aparat kampung agar pengelolaan dana desa ini profesional. Program dan kegiatan yang disusun jangan sekedar asal-asalan," pinta Doren.
Kepala Bagian Pemerintahan Kampung Setda Mimika Robert Kambu mengakui masalah utama yang dihadapi dalam menjalankan program pembangunan desa yaitu ketidaksiapan sumber daya manusia aparatur di tingkat kampung.
"Kita harus jujur mengakui bahwa sumber daya aparatur kampung kita belum siap sama sekali," ujarnya.
Robert menerangkan bahwa sesuai ketentuan UU Nomor 6 tahun 2014 tentang desa mengisyaratkan bahwa seorang kepala desa minimal berijazah SMP dan seorang sekretaris desa minimal berijazah SMA mengingat untuk dapat menjalankan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDS) membutuhkan perangkat desa yang siap.
Namun dalam kenyataan, katanya, aparatur di kampung-kampung di Mimika sebagian besar tidak memenuhi standar kualifikasi pendidikan sebagaimana disyaratkan dalam UU Desa dimaksud.
Terkait hal itu, Bagian Pemerintahan Kampung bersama Bagian Keuangan, Bappeda, Bagian Hukum dan Badan Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Mimika bersama pemerintah distrik setempat akan turun ke distrik-distrik untuk melakukan sosialisasi pengelolaan dana desa.
Sosialisasi itu akan dilakukan dimulai dari Kokonao dan Kapiraya, Distrik Mimika Barat dan Distrik Mimika Barat Tengah. Kegiatan itu akan berlanjut terus hingga ke seluruh distrik di Kabupaten Mimika.
"Yang utama sekarang yaitu menyiapkan aparatur di tingkat kampung. Mereka harus benar-benar memahami tugas pokok, fungsi dan tanggung jawab mereka sebagaimana diatur dalam UU Nomor 6 tahun 2014 tentang desa dan aturan pelaksanaannya seperti Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2014 dan lainnya," ujar Robert.
Menurut dia, jika dirata-ratakan maka setiap kampung di Mimika nantinya akan menerima alokasi dana desa berkisar Rp250 juta hingga Rp280 juta.
Namun pembagian alokasi dana desa di Mimika akan ditentukan berdasarkan peraturan bupati dengan mempertimbangkan tingkat kesulitan wilayah dan jumlah penduduk.
Seluruh dana itu nantinya akan masuk ke rekening desa, bukan melalui rekening kepala desa atau aparatur desa.
"Pencairan dana desa tidak sama seperti yang lalu-lalu. Harus ada bendahara, operator dan perangkat-perangkat yang lain. Di tingkat desa mereka harus membuat APBDS sehingga semua sumber keuangan yang masuk ke desa akan dituangkan dalam APBS," jelasnya. [Antara]
Asisten I Bidang Pemerintahan Setda Papua Doren Wakerkwa, ketika dihubungi dari Timika, Senin, mengatakan, alokasi dana desa yang cukup besar ke semua kampung (desa) di Provinsi Papua berpotensi menjerat aparat kampung untuk berurusan dengan masalah hukum jika tak mampu mengelolanya secara baik dan transparan.
"Jangan sampai seluruh kepala kampung nanti masuk sel. Ini bahaya. Dana itu turun langsung dari pusat ke semua kampung sehingga harus dapat dikelola dengan baik. Jangan disalahgunakan tidak sesuai dengan petunjuk teknis (juknis)," kata Doren Wakerkwa.
Ia mengatakan, dengan berlakunya UU Nomor 6 tahun 2014 maka setiap kampung akan menerima alokasi dana desa sebesar Rp250 juta.
Khusus di Kabupaten Mimika, alokasi dana desa yang diterima dari pusat sebesar Rp37 miliar untuk dibagikan ke 133 desa (kampung) yang tersebar pada 18 distrik (kecamatan).
"Dana yang turun langsung ke kampung-kampung besar sekali. Belum lagi tahun ini Pemprov Papua mengalokasikan dana Rp500 miliar ke 29 kabupaten/kota untuk mendukung program rencana strategis penguatan ekonomi kampung (Prospek). Para bupati dan wali kota juga akan menganggarkan dana Prospek ke semua kampung," tuturnya.
Agar dapat mengelola dana-dana tersebut secara tepat sasaran, Doren mengatakan, sangat dibutuhkan keberadaan aparat kampung dan distrik yang profesional.
"Kenyataan yang kita hadapi di Papua hingga hari ini terutama di wilayah gunung, kepala-kepala kampung rata-rata tidak mengerti. Makanya sekretaris kampung diangkat dari PNS, tapi kenyataannya dia juga tidak mengerti," ujar Doren.
Mantan Penjabat Bupati Kabupaten Lanny Jaya itu meminta para sekretaris daerah (sekda) dan para asisten di semua kabupaten/kota di Papua untuk ikut mengawasi pengelolaan anggaran kampung di wilayahnya.
"Binalah aparat kampung agar pengelolaan dana desa ini profesional. Program dan kegiatan yang disusun jangan sekedar asal-asalan," pinta Doren.
Kepala Bagian Pemerintahan Kampung Setda Mimika Robert Kambu mengakui masalah utama yang dihadapi dalam menjalankan program pembangunan desa yaitu ketidaksiapan sumber daya manusia aparatur di tingkat kampung.
"Kita harus jujur mengakui bahwa sumber daya aparatur kampung kita belum siap sama sekali," ujarnya.
Robert menerangkan bahwa sesuai ketentuan UU Nomor 6 tahun 2014 tentang desa mengisyaratkan bahwa seorang kepala desa minimal berijazah SMP dan seorang sekretaris desa minimal berijazah SMA mengingat untuk dapat menjalankan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDS) membutuhkan perangkat desa yang siap.
Namun dalam kenyataan, katanya, aparatur di kampung-kampung di Mimika sebagian besar tidak memenuhi standar kualifikasi pendidikan sebagaimana disyaratkan dalam UU Desa dimaksud.
Terkait hal itu, Bagian Pemerintahan Kampung bersama Bagian Keuangan, Bappeda, Bagian Hukum dan Badan Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Mimika bersama pemerintah distrik setempat akan turun ke distrik-distrik untuk melakukan sosialisasi pengelolaan dana desa.
Sosialisasi itu akan dilakukan dimulai dari Kokonao dan Kapiraya, Distrik Mimika Barat dan Distrik Mimika Barat Tengah. Kegiatan itu akan berlanjut terus hingga ke seluruh distrik di Kabupaten Mimika.
"Yang utama sekarang yaitu menyiapkan aparatur di tingkat kampung. Mereka harus benar-benar memahami tugas pokok, fungsi dan tanggung jawab mereka sebagaimana diatur dalam UU Nomor 6 tahun 2014 tentang desa dan aturan pelaksanaannya seperti Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2014 dan lainnya," ujar Robert.
Menurut dia, jika dirata-ratakan maka setiap kampung di Mimika nantinya akan menerima alokasi dana desa berkisar Rp250 juta hingga Rp280 juta.
Namun pembagian alokasi dana desa di Mimika akan ditentukan berdasarkan peraturan bupati dengan mempertimbangkan tingkat kesulitan wilayah dan jumlah penduduk.
Seluruh dana itu nantinya akan masuk ke rekening desa, bukan melalui rekening kepala desa atau aparatur desa.
"Pencairan dana desa tidak sama seperti yang lalu-lalu. Harus ada bendahara, operator dan perangkat-perangkat yang lain. Di tingkat desa mereka harus membuat APBDS sehingga semua sumber keuangan yang masuk ke desa akan dituangkan dalam APBS," jelasnya. [Antara]