Amnesty International Apresiasi Pembentukan Tim Penyelidikan Penembakan di Paniai
pada tanggal
Tuesday, 5 May 2015
TIMIKA (MIMIKA) – Sebagai organisasi internasional non-pemerintah yang memperjuangkan penegakan Hak Asasi Manusia (HAM), Amnesty International (AI) memberikan penghargaan yang besar terhadap sikap pemerintah Indonesia melalui Komisi HAM dalam menuntaskan kasus penembakan di Paniai yang terjadi pada Desember 2014 lalu.
Amnesty International menyambut baik pengumuman yang dilakukan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang merekomendasikan pembentukan tim penyelidikian pro-justicia untuk melakukan investigasi yang rinci terhadap pembunuhan empat pelajar oleh anggota pasukan keamanan dan menyebabkan luka-luka bagi belasan orang lain di Paniai, provinsi Papua,” tulis rilis Amnesty International melalui surat elektronik yang diterima Salam Papua pada Senin (13/4).
Dikatakan, para korban dan keluarga mereka, serta kelompok-kelompok HAM telah menyerukan keadilan semenjak peristiwa itu terjadi dan sikap Komnas HAM dinilai memberikan harapan dan semangat untuk menguak sebenarnya pelaku dari peristiwa ini.
Selanjutnya dikatakan bahwa dibawah hukum internasional, aparat penegak hukum hanya boleh menggunakan kekuatan jika benar-benar dibutuhkan dan sejauh yang dibutuhkan untuk melaksanakan tujuan penegakan hukum yang sah.
“Mereka tidak boleh menggunakan senjata api kecuali ketika membela diri terhadap ancaman segera yang mematikan atau cedera serius. Penggunaan kekuatan yang sewenang-wenang dan disalahgunakan oleh kepolian atau aparat keamanan lain yang melakukan tugas penegakan hukum harus dihukum sebagai tindak kriminal di bawah hukum,” lanjut organisasi yang dipimpin oleh Salil Shetty ini .
Presiden Joko Widodo, menurut AI secara terbuka telah berkomitmen pada Desember 2014 untuk menyelesaikan kasus ini dan beberapa saat setelahnya Komnas HAM membentuk suatu tim untuk melakukan investigasi awal terhadap kasus ini.
“Setelah empat bulan bekerja, Komnas HAM sekarang telah menemukan bukti pelanggaran HAM yang berat sebagaimana yang didefinisikan dalam UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM, dan telah merekomendasikan sebuah tim penyelidik pro-justicia (KPP HAM) untuk melakukan investigasi yang lebih rinci, yang pada akhirnya bisa berujung pada proses persidangan dalam suatu Pengadilan HAM,” tulis lembaga ini dengan melanjut, “Komnas HAM akan mengambil keputusan akhir pada Mei 2015 setelah tim kasus Paniai menyempurnakan kompilasi informasi-informasi kasus tersebut dan analisis hukum sebagaimana yang diatur oleh undang-undang tersebut.”
Selanjutnya Amnesty International menyerukan kepada pihak berwenang Indonesia untuk memastikan bahwa semua pihak yang relevan, termasuk pasukan keamanan Indonesia, bekerja sama dengan tim bentukan Komnas HAM.
“Ketika tim tersebut dibentuk dan menjalankan tugastugasnya, dan bahwa Komnas HAM disediakan sumber daya yang memadai, termasuk ahli forensik dan ahli-ahli lain yang relevan, untuk melakukan kerjanya. Lebih lanjut, para korban dan saksi harus disediakan perlindungan yang memadai,” jelas lembaga yang didirikan di London, Inggris pada tahun 1961 ini.
Disebutkan Amnesty, pada Minggu, 8 Desember 2014 lalu, gabungan pasukan keamanan, baik polisi maupun TNI, diduga mengeluarkan tembakan kepada ratusan pengunjuk rasa damai di lapangan Karel Gobai, di kota Enarotali, Kabupaten Paniai.
Setelah tembakan tersebut berakhir, empat orang ditemukan tewas dari luka tembakan. Apius Gobay, berusia 16 tahun, tertembak di perutnya; Alpius Youw, 18 tahun, di pantat; Simon Degei, 17 tahun, di rusuk kirinya; sementara Yulianus Yeimo, 17 tahun, mendapat luka tembakan di perut dan punggungnya. Paling sedikit 17 orang lainnya juga mengalami luka-luka setelah terkena peluru tembakan atau tusukan bayonet oleh pasukan keamanan. [SalamPapua]
Amnesty International menyambut baik pengumuman yang dilakukan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang merekomendasikan pembentukan tim penyelidikian pro-justicia untuk melakukan investigasi yang rinci terhadap pembunuhan empat pelajar oleh anggota pasukan keamanan dan menyebabkan luka-luka bagi belasan orang lain di Paniai, provinsi Papua,” tulis rilis Amnesty International melalui surat elektronik yang diterima Salam Papua pada Senin (13/4).
Dikatakan, para korban dan keluarga mereka, serta kelompok-kelompok HAM telah menyerukan keadilan semenjak peristiwa itu terjadi dan sikap Komnas HAM dinilai memberikan harapan dan semangat untuk menguak sebenarnya pelaku dari peristiwa ini.
Selanjutnya dikatakan bahwa dibawah hukum internasional, aparat penegak hukum hanya boleh menggunakan kekuatan jika benar-benar dibutuhkan dan sejauh yang dibutuhkan untuk melaksanakan tujuan penegakan hukum yang sah.
“Mereka tidak boleh menggunakan senjata api kecuali ketika membela diri terhadap ancaman segera yang mematikan atau cedera serius. Penggunaan kekuatan yang sewenang-wenang dan disalahgunakan oleh kepolian atau aparat keamanan lain yang melakukan tugas penegakan hukum harus dihukum sebagai tindak kriminal di bawah hukum,” lanjut organisasi yang dipimpin oleh Salil Shetty ini .
Presiden Joko Widodo, menurut AI secara terbuka telah berkomitmen pada Desember 2014 untuk menyelesaikan kasus ini dan beberapa saat setelahnya Komnas HAM membentuk suatu tim untuk melakukan investigasi awal terhadap kasus ini.
“Setelah empat bulan bekerja, Komnas HAM sekarang telah menemukan bukti pelanggaran HAM yang berat sebagaimana yang didefinisikan dalam UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM, dan telah merekomendasikan sebuah tim penyelidik pro-justicia (KPP HAM) untuk melakukan investigasi yang lebih rinci, yang pada akhirnya bisa berujung pada proses persidangan dalam suatu Pengadilan HAM,” tulis lembaga ini dengan melanjut, “Komnas HAM akan mengambil keputusan akhir pada Mei 2015 setelah tim kasus Paniai menyempurnakan kompilasi informasi-informasi kasus tersebut dan analisis hukum sebagaimana yang diatur oleh undang-undang tersebut.”
Selanjutnya Amnesty International menyerukan kepada pihak berwenang Indonesia untuk memastikan bahwa semua pihak yang relevan, termasuk pasukan keamanan Indonesia, bekerja sama dengan tim bentukan Komnas HAM.
“Ketika tim tersebut dibentuk dan menjalankan tugastugasnya, dan bahwa Komnas HAM disediakan sumber daya yang memadai, termasuk ahli forensik dan ahli-ahli lain yang relevan, untuk melakukan kerjanya. Lebih lanjut, para korban dan saksi harus disediakan perlindungan yang memadai,” jelas lembaga yang didirikan di London, Inggris pada tahun 1961 ini.
Disebutkan Amnesty, pada Minggu, 8 Desember 2014 lalu, gabungan pasukan keamanan, baik polisi maupun TNI, diduga mengeluarkan tembakan kepada ratusan pengunjuk rasa damai di lapangan Karel Gobai, di kota Enarotali, Kabupaten Paniai.
Setelah tembakan tersebut berakhir, empat orang ditemukan tewas dari luka tembakan. Apius Gobay, berusia 16 tahun, tertembak di perutnya; Alpius Youw, 18 tahun, di pantat; Simon Degei, 17 tahun, di rusuk kirinya; sementara Yulianus Yeimo, 17 tahun, mendapat luka tembakan di perut dan punggungnya. Paling sedikit 17 orang lainnya juga mengalami luka-luka setelah terkena peluru tembakan atau tusukan bayonet oleh pasukan keamanan. [SalamPapua]