Amnesti dan Grasi kepada Tapol Jangan Dijadikan Oleh-oleh
pada tanggal
Saturday, 23 May 2015
JAKARTA - Presiden Indonesia Joko Widodo mengunjungi Papua dan beberapa wilayah di timur Indonesia dalam rangka melakukan kunjungan kerja pada tanggal 6 hingga 11 Mei 2015. Jokowi membawa misi rekonsiliasi untuk provinsi paling timur itu.
Salah satunya diwujudkan dengan pemberian grasi kepada lima orang tahanan politik di Papua. Selebihnya, menurut Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, pemerintah bakal memberikan amnesti dan grasi secara menyeluruh terhadap para tahanan politik Papua.
Terkait persoalan tersebut, anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Natalius Pigai yang berasal dari Papua menanggapi dengan dingin pemberian amnesti oleh Jokowi. Menurutnya amnesti bukanlah suatu hal yang luar biasa dan tidak perlu dibesar-besarkan.
Pigai mengatakan jika amnesti hanya bersifat luar biasa saat dibawa ke Papua, tapi biasa saat ada di Jakarta. "Amnesti itu sama dengan grasi, hak prerogatif presiden. Itu pun diumumkan saja di Jakarta, bukan di Papua," kata Pigai saat dihubungi CNN Indonesia, Rabu (6/5).
"Di Jakarta amnesti adalah suatu hal yang biasa, tapi jika dibawa ke Papua akan menjadi suatu hal yang luar biasa," ujarnya menambahkan.
Oleh sebab itulah, Pigai pun menegaskan jika pemberian amnesti saat Jokowi mengunjungi Papua tak perlu menjadi oleh-oleh bagi rakyat Papua. Apalagi, saat ini kondisi di Papua sedang ada dalam kondisi yang mengkhawatirkan.
"Tak perlu (amnesti) menjadi oleh-oleh bagi rakyat Papua. Diumumkan saja di Jakarta, di Istana Negara, bukan di Papua. tak perlu dijadikan sesuatu yang luar biasa," kata Pigai tegas.
"untuk pemberian amnesti oleh Jokowi saya belum dengar, tapi saya memang merekomendasikan pembebasan narapidana politik sejak tahun lalu," ujarnya.
Sebelumnya Pigai pesimis Jokowi bisa membuat kondisi di Papua aman dalam lima tahun masa kepemimpinannya. Hal tersebut, kata Pigai, terjadi akibat orang-orang dekat Jokowi tidak ada yang peduli dengan kondisi di Papua.
Papua, lanjut Pigai, saat ini terasa seperti sebuah provinsi yang terletak di negara tanpa pemimpin. Jokowi tak bisa berbuat apa-apa dalam mendamaikan Papua lantaran orang-orang dekatnya juga tidak dipercaya oleh masyarakat Papua.
"Masyarakat Papua itu lebih percaya pada tokoh agama di sana, maka dari itu jika orang di dekat Jokowi bukan berasal dari Papua maka mereka tidak akan dipercaya oleh masyarakat Papua," katanya."Lima tahun Jokowi tidak akan bisa membangun Papua. Papua belum aman dan seperti berada di negara tanpa pemimpin. [CNN]
Salah satunya diwujudkan dengan pemberian grasi kepada lima orang tahanan politik di Papua. Selebihnya, menurut Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, pemerintah bakal memberikan amnesti dan grasi secara menyeluruh terhadap para tahanan politik Papua.
Terkait persoalan tersebut, anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Natalius Pigai yang berasal dari Papua menanggapi dengan dingin pemberian amnesti oleh Jokowi. Menurutnya amnesti bukanlah suatu hal yang luar biasa dan tidak perlu dibesar-besarkan.
Pigai mengatakan jika amnesti hanya bersifat luar biasa saat dibawa ke Papua, tapi biasa saat ada di Jakarta. "Amnesti itu sama dengan grasi, hak prerogatif presiden. Itu pun diumumkan saja di Jakarta, bukan di Papua," kata Pigai saat dihubungi CNN Indonesia, Rabu (6/5).
"Di Jakarta amnesti adalah suatu hal yang biasa, tapi jika dibawa ke Papua akan menjadi suatu hal yang luar biasa," ujarnya menambahkan.
Oleh sebab itulah, Pigai pun menegaskan jika pemberian amnesti saat Jokowi mengunjungi Papua tak perlu menjadi oleh-oleh bagi rakyat Papua. Apalagi, saat ini kondisi di Papua sedang ada dalam kondisi yang mengkhawatirkan.
"Tak perlu (amnesti) menjadi oleh-oleh bagi rakyat Papua. Diumumkan saja di Jakarta, di Istana Negara, bukan di Papua. tak perlu dijadikan sesuatu yang luar biasa," kata Pigai tegas.
"untuk pemberian amnesti oleh Jokowi saya belum dengar, tapi saya memang merekomendasikan pembebasan narapidana politik sejak tahun lalu," ujarnya.
Sebelumnya Pigai pesimis Jokowi bisa membuat kondisi di Papua aman dalam lima tahun masa kepemimpinannya. Hal tersebut, kata Pigai, terjadi akibat orang-orang dekat Jokowi tidak ada yang peduli dengan kondisi di Papua.
Papua, lanjut Pigai, saat ini terasa seperti sebuah provinsi yang terletak di negara tanpa pemimpin. Jokowi tak bisa berbuat apa-apa dalam mendamaikan Papua lantaran orang-orang dekatnya juga tidak dipercaya oleh masyarakat Papua.
"Masyarakat Papua itu lebih percaya pada tokoh agama di sana, maka dari itu jika orang di dekat Jokowi bukan berasal dari Papua maka mereka tidak akan dipercaya oleh masyarakat Papua," katanya."Lima tahun Jokowi tidak akan bisa membangun Papua. Papua belum aman dan seperti berada di negara tanpa pemimpin. [CNN]