Ramses Ohee Nilai 1 Mei Sebagai Saat Dunia Mengakui Papua sebagai Bagian NKRI
pada tanggal
Thursday, 30 April 2015
KOTA JAYAPURA - Kembalinya Irian Barat (Papua saat ini) ke Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selalu diperingati pada 1 Mei masih saja diusik oleh pihak-pihak tertentu. Padahal Papua sudah final dan bagian dari NKRI sebagaimana hasil Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) yang diputuskan Persatuan Bangsa-Bangsa pada 2 Agustus 1969.
Ramses Ohee selaku Pelaku Sejarah Pepera menyebutkan keputusan kembalinya Irian Barat ke NKRI melalui Pepera disaksikan oleh tokoh Papua bahkan Sekretaris PBB. Bahkan, Ramses mengaku masih menyimpan dokumen Pepera dan masih tersimpan dengan baik.
Ramses juga menyampaikan kesiapannya apabila ada pihak yang ingin melihat dokumen Pepera sebagai bukti Papua adalah bagian dari NKRI sejak dahulu. “Saya yang memiliki dokumen itu, kalau ingin melihatnya saya akan tunjukan,” kata Ramses Ohee yang juga Ketua Barisan Merah Putih Provinsi Papua.
Sebenarnya, kata Ramses, saat itu Belanda enggan menyerahkan Irian Barat ke NKRI. Dimana Belanda hanya menyerahkan wilayah jajahannya dari hanya sampai Maluku, padahal wilayah jajahan Hindia Belanda meliputi dari Sabang dari Merauke.
“Belanda hanya menyerahkan sampai Maluku. Oleh sebab itu, Menlu Subandrio menyampaikan dalam sidang PBB babhwa seluruh wilayah jajahan Hindia Belanda harus diserahkan kembali ke NKRI tanpa kurang sejengkalpun," jelas Ramses menceriterakan.
Mengenai pihak yang mengklaim 1 Mei diperingati sebagai hari Aneksasi, Ramses berpandangan bahwa pihak yang menyuarakan 1 Mei sebagai hari Aneksasi adalah anak bukan pelaku sejarah. Sebab, pihak yang memperingatinya sebagai hari Aneksasi, tidak mengetahui sejarah sesungguhnya.
”Pepera dilakukan dari tanggal 14 Juli - Agustus 1969, saya punya dokumennya. Hasil Pepera itu lah yang diserahkan utusan PBB kepada Sekjen PBB pada tanggal 2 Agustus 1969. Hasil Pepera itu dibahas di Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) selama 3 bulan dan tepat pada tanggal 19 November 1969 Sekjen PBB mengetuk palu dan memutuskan bahwa, Irian Barat ( dahulu) akhirnya milik Negara Indonesia,” terang Ramses.
Soal Penilaian Pemerintah Pusat terhadap Pemberdayaan masyarakat Papua, Ramses melihat Pemerintah Pusat seakan membiarkan masyarakat Papua jalan sendiri, sehingga Papua mengikuti jejak dari Pemerintah Pusat.
“Sebenaranya cara seperti itu tak boleh dilakukan Pemerintah Pusat, seharunya menuntun masyarakat Papua. Kalau seperti itu, baru bisa dikatakan Pemerintah Pusat dikatakan sebagai Bapak yang baik bagi Papua, karena masyarakat Papua ingin menuntut keadilan dan cinta kasih antara anak Papua dengan bapak di Jakarta, bukan menuntut harta,” ujar Ramses.
Disinggung soal suara Komite Nasional Papua Barat (KNPB) saat ini, Ramses enggan berkomentar panjang lebar. Namun, kata dia, bila ada yang mengutarakan Negara dalam Negara, maka sudah tak waras dan sebaiknya dibawa ke Rumah Sakit Jiwa.
“Ibarat bangun rumah didalam rumah atau bangun kebun didalam kebun. Itukan, tak waras lagi dan bagusnya dibawa kerumah sakit jiwa. Walaupun sekarang Papua beragam suku namun harus tetap bersatu sebab semua berasal dari Tuhan,” ucapnya.
Dalam moment 1 Mei ini, Ramses minta agar Poliri dapat melindungi dan mengayomi masyarakat. Demikian juga menyangkut masalah Politik Papua yang bertentangan agar dijelaskan lebih dulu, sebelum melakukan penegakan hukum.
”Bagaimanapun mereka anak Papua dan setelah diberikan penjelaskan, tentunya anak Papua akan sadar sendiri. Bila tetap bertentangan maka bilang seperti ini, Ko minta tuntutan Merdeka. Itu sama saja, Ko Minta mamamu masukkan ko kedalam rahim mamamu lagi. Nanti orang katakan, Ko gila,” tuturnya dengan logat Papua.
Ramses selaku orangtua sekaligus tokoh adat menghimbau kepada seluruh komponen masyarakat di Papua supaya mengerti status masyarakat Papua sebagai warga Negara Indonesia yang benar-benar lahir untuk bangsa dan Negara Indonesia.
”Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar. Dimana, cita-cita itu meledak pada tanggal 28 Oktober 1982 bahwa Kita adalah Bangsa Indonesia. Satu bangsa adalah bangsa Indonesia. Kita adalah satu tanah air, tanah air Indonesia dan kita adalah satu bahasa, bahasa Indonesia,” tekannya lagi.
Ia pun berpesan kepada masyarakat Papua tak boleh berjuang untuk hal yang lain selain membangun Papua didalam bingkai NKRI. Salah satunya, dengan menimba ilmu sebanyak-banyaknya agar dapat menjadi pemimpin di Indonesia.
”Jadilah pemimpin di Papua, semua diberikan kesempatan seluas-luasnya oleh Negara bagi Papua, tinggal berjuang mau atau tidak untuk menggunakan kesempatan yang diberikan itu oleh Pemerintah Indonesia kepada Papua,” pesannya.
Ramses juga berpesan kepada para generasi muda agar tunduk kepada orangtua. “Jadi Presiden, Panglima dan Gubernur, maka siap diri untuk tampil dari Sabang saampe Merauke. Pilih jalan yang sudah disiapkan Pemerintah Pusat, maka akan didapatkan yang terbaik pula,” pungkasnya. [PasifikPos]
Ramses Ohee selaku Pelaku Sejarah Pepera menyebutkan keputusan kembalinya Irian Barat ke NKRI melalui Pepera disaksikan oleh tokoh Papua bahkan Sekretaris PBB. Bahkan, Ramses mengaku masih menyimpan dokumen Pepera dan masih tersimpan dengan baik.
Ramses juga menyampaikan kesiapannya apabila ada pihak yang ingin melihat dokumen Pepera sebagai bukti Papua adalah bagian dari NKRI sejak dahulu. “Saya yang memiliki dokumen itu, kalau ingin melihatnya saya akan tunjukan,” kata Ramses Ohee yang juga Ketua Barisan Merah Putih Provinsi Papua.
Sebenarnya, kata Ramses, saat itu Belanda enggan menyerahkan Irian Barat ke NKRI. Dimana Belanda hanya menyerahkan wilayah jajahannya dari hanya sampai Maluku, padahal wilayah jajahan Hindia Belanda meliputi dari Sabang dari Merauke.
“Belanda hanya menyerahkan sampai Maluku. Oleh sebab itu, Menlu Subandrio menyampaikan dalam sidang PBB babhwa seluruh wilayah jajahan Hindia Belanda harus diserahkan kembali ke NKRI tanpa kurang sejengkalpun," jelas Ramses menceriterakan.
Mengenai pihak yang mengklaim 1 Mei diperingati sebagai hari Aneksasi, Ramses berpandangan bahwa pihak yang menyuarakan 1 Mei sebagai hari Aneksasi adalah anak bukan pelaku sejarah. Sebab, pihak yang memperingatinya sebagai hari Aneksasi, tidak mengetahui sejarah sesungguhnya.
”Pepera dilakukan dari tanggal 14 Juli - Agustus 1969, saya punya dokumennya. Hasil Pepera itu lah yang diserahkan utusan PBB kepada Sekjen PBB pada tanggal 2 Agustus 1969. Hasil Pepera itu dibahas di Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) selama 3 bulan dan tepat pada tanggal 19 November 1969 Sekjen PBB mengetuk palu dan memutuskan bahwa, Irian Barat ( dahulu) akhirnya milik Negara Indonesia,” terang Ramses.
Soal Penilaian Pemerintah Pusat terhadap Pemberdayaan masyarakat Papua, Ramses melihat Pemerintah Pusat seakan membiarkan masyarakat Papua jalan sendiri, sehingga Papua mengikuti jejak dari Pemerintah Pusat.
“Sebenaranya cara seperti itu tak boleh dilakukan Pemerintah Pusat, seharunya menuntun masyarakat Papua. Kalau seperti itu, baru bisa dikatakan Pemerintah Pusat dikatakan sebagai Bapak yang baik bagi Papua, karena masyarakat Papua ingin menuntut keadilan dan cinta kasih antara anak Papua dengan bapak di Jakarta, bukan menuntut harta,” ujar Ramses.
Disinggung soal suara Komite Nasional Papua Barat (KNPB) saat ini, Ramses enggan berkomentar panjang lebar. Namun, kata dia, bila ada yang mengutarakan Negara dalam Negara, maka sudah tak waras dan sebaiknya dibawa ke Rumah Sakit Jiwa.
“Ibarat bangun rumah didalam rumah atau bangun kebun didalam kebun. Itukan, tak waras lagi dan bagusnya dibawa kerumah sakit jiwa. Walaupun sekarang Papua beragam suku namun harus tetap bersatu sebab semua berasal dari Tuhan,” ucapnya.
Dalam moment 1 Mei ini, Ramses minta agar Poliri dapat melindungi dan mengayomi masyarakat. Demikian juga menyangkut masalah Politik Papua yang bertentangan agar dijelaskan lebih dulu, sebelum melakukan penegakan hukum.
”Bagaimanapun mereka anak Papua dan setelah diberikan penjelaskan, tentunya anak Papua akan sadar sendiri. Bila tetap bertentangan maka bilang seperti ini, Ko minta tuntutan Merdeka. Itu sama saja, Ko Minta mamamu masukkan ko kedalam rahim mamamu lagi. Nanti orang katakan, Ko gila,” tuturnya dengan logat Papua.
Ramses selaku orangtua sekaligus tokoh adat menghimbau kepada seluruh komponen masyarakat di Papua supaya mengerti status masyarakat Papua sebagai warga Negara Indonesia yang benar-benar lahir untuk bangsa dan Negara Indonesia.
”Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar. Dimana, cita-cita itu meledak pada tanggal 28 Oktober 1982 bahwa Kita adalah Bangsa Indonesia. Satu bangsa adalah bangsa Indonesia. Kita adalah satu tanah air, tanah air Indonesia dan kita adalah satu bahasa, bahasa Indonesia,” tekannya lagi.
Ia pun berpesan kepada masyarakat Papua tak boleh berjuang untuk hal yang lain selain membangun Papua didalam bingkai NKRI. Salah satunya, dengan menimba ilmu sebanyak-banyaknya agar dapat menjadi pemimpin di Indonesia.
”Jadilah pemimpin di Papua, semua diberikan kesempatan seluas-luasnya oleh Negara bagi Papua, tinggal berjuang mau atau tidak untuk menggunakan kesempatan yang diberikan itu oleh Pemerintah Indonesia kepada Papua,” pesannya.
Ramses juga berpesan kepada para generasi muda agar tunduk kepada orangtua. “Jadi Presiden, Panglima dan Gubernur, maka siap diri untuk tampil dari Sabang saampe Merauke. Pilih jalan yang sudah disiapkan Pemerintah Pusat, maka akan didapatkan yang terbaik pula,” pungkasnya. [PasifikPos]