-->

Pilkada Serentak Rawan Konfik

KOTA JAYAPURA - Pilkada Serentak Satu Putaran yang juga direncanakan digelar di 11 Kabupaten di Provinsi Papua, tak hanya belum siap akibat keterbatasan dana, tapi juga disinyalir rawan konflik. Sinyalemen ini  disampaikan Anggota Komisioner  KPU Papua Ir. Sombok Musa Yoseph, M.Si,  ketika dikonfirmasi Bintang Papua di Kantor KPU Papua, Jayapura, Jumat (17/4).

Dikatakan Sombok,  beberapa konflik yang terjadi di Papua dalam Pilkada  di Papua yang lalu misalnya Tolikara, Nduga, Yahukimo dan lain-lain, dimana terjadi pertarungan para elit lokal yang tentunya ada persaingan politik dan bisa berujung pada konflik yang dimensinya bisa  damai melalui jalur hukum yang tersedia. Tapi juga bisa terjadi konflik terbuka.

Menurut Sombok, pihaknya berupaya mengatur strategi, agar persaingan politik elit lokal  tak berubah menjadi konflik terbuka. “Kalau toh ada konflik atau sengketa itu didalam koridor norma-norma hukum yang berlaku atau konflik yang sifatnya sengketa hukum diantisipasi melalui UU,” imbuh Sombok.

Disisi lain, terang Sombok, ada yang cukup menarik dalam Pilkada Serentak kali  ini adalah mengenai satu putaran, apalagi satu suara saja akan menentukan pemenang. Jika suara  sama antara masing-masing calon nanti dilihat dalam penyebaran wilayah yang berhasil dimenangkan salah-satu calon di beberapa Daerah Pemilihan (Dapil).

“Jadi Pilkada Serentak Satu  Putaran babaknya berkurang lalu kemudian pesertanya juga disetting tak banyak paling banyak 4 peserta, sehingga diharapkan efesien tapi destinasi konflik tetap ada,” kata Sombok.

Sombok menjelaskan, ada banyak persoalan terkait dengan profesionalisme KPU. KPU  dianggap sebagai trouble maker (pencipta konflik) sehingga kalau KPU tak bertindak sesuai asas Pemilu yakni transparan, adil, profesional, akuntabel, tak memihak salah-satu pihak, maka pelaksanaan Pilkada Serentak bakal aman sesuai pengalaman yang terjadi di Papua.

Namun demikian, cetus Sombok, Pilkada Serentak berdiri sendiri ada sejumlah faktor-faktor lain terkait dengan penyediaan data penduduk. Data penduduk ini kemudian diterjemakan menjadi data pemilih potensial atau Daftar Pemilih Tetap (DPT).

“Data penduduk ini kan kita tahu satu suara bisa menentukan pemenang. Kalau data  penduduk tak sesuai kenyataan di lapangan dapat menimbulkan konflik,” kata Sombok.

“Ini suatu potensi konflik yang besar dimana daerah-daerah yang kita tahu agak sulit  dijangkau, jika dilakukan klarifikasi apalagi daerah-daerah yang ikut Pilkada Serentak  termasuk wilayah terisolir, tersebar, terpencil dan data penduduknya cenderung di mark- up atau digelembungkan, tandas Sombok.

Sedangkan dimensi konflik yang lain, lanjut Sombok, adalah partai politik sendiri. Ada beberapa partai politik yang sudah mapan yang bisa menyelesaikan persoalan, tapi ada  juga   partai politik yang masih   terlibat konflik  bisa berimbas pada konsituen dibawah.

Dipaparkan Sombok, pengawasan yang dilakukan pihak Panwaslu juga harus bekerja dan menyelesaikan persoalan all site and  on time. Dimana pada level itu ada persoalan pada  saat proses  tahapan berlangsung dia harus selesaikan di level itu.

Dimensi konflik yang lain, tambah Sombok, adalah potensi konflik yang disemburkan Kelompok Sipil Bersenjata (KSB), walaupun ada statement  terakhir bahwa tak  ada lagi tapi kadang muncul kadang  hilang dan sulit diprediksi. [BintangPapua]

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel


Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari  Papua Untuk Semua di Grup Telegram Papua Untuk Semua. Klik link https://t.me/PapuaCom kemudian join/bergabung. Pastikan Anda sudah menginstall aplikasi Telegram di ponsel.

Papua Untuk Semua - Jendela Anak Tanah