Mimika Barat Miliki Potensi Tambang Emas
pada tanggal
Wednesday, 29 April 2015
TIMIKA (MIMIKA) – Seluruh wilayah di Kabupaten Mimika memiliki berbagai potensi tambang mineral dan energi yang sangat menguntungkan. Salah satu yang paling menonjol adalah banyaknya potensi kandungan emas yang berada di wilayah Mimika Barat.
Menurut Kepala Bidang Kelistrikan, Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Mimika, Yacobus Sulle, ST, dinasnya telah menemukan berbagai potensi kandungan logam mulia ini sejak 2012 lalu pada beberapa daerah aliran sungai (DAS) di Distrik Mimika Barat Tengah seperti Jera, Iape, Wamuka dan Murpurka.
“Kami pernah lakukan survey potensi di Mimika Barat sana mulai dari Jera, Pronggo, Kipia, hingga Uta dan Kapiraya yang ternyata pada masing-masing sungainya terkandung emas,” ujarnya
Dari sample atau contoh yang didapat dalam survey tersebut diakui bahwa wilayah tersebut memiliki berbagai titik lokasi dengan kadar emas yang banyak dengan nilai terendah 0,07 mg hingga yang tertinggi 257,00 mg.
Selanjutnya diakui bahwa 2 hingga 3 kali pertahun, Dinas Pertambangan dan Energi selalu mengunjungi sekitar 200-an warga yang sering mendulang, sebab meski bukan sebagai mata pencaharian utama, pendulangan yang dilakukan warga ini seringkali diadakan bersama-sama sesuai dengan keperluan dan telah lama dibisniskan.
“Kita selalu memberikan pengawasan dan penyuluhan kepada masyarakat yang melakukan pendulangan. Setiap tahun kita turun ke kampung-kampung tersebut dan memberikan pengarahan terkait pengelolaan tambang rakyat tersebut, sebab kadang-kadang mereka mendulang, namun kadang mereka tidak mendulang,” ucapnya dengan melanjut, “Masyarakat juga memiliki jaringan penjualan tersendiri sebab ada pengusaha-pengusaha dari Timika yang langsung membeli emas disana. Kami dari dinas cuma memberikan pengawasan saja.”
Meski hanya mengawasi, pihaknya juga memiliki niat untuk memberdayakan pendulang yang merupakan warga asli di sekitar areal penambangan seperti kampung Kipia, Mupuruka, Mapar, Akar, Wumuka dan Kapiraya. Sebab ia mengakui bahwa peran pemerintah dalam memantau kondisi pertambangan rakyat ini sudah berjalan dengan maksimal.
“Beberapa waktu yang lalu kami juga berusaha mengajukan proposal untuk memberikan alat-alat pendulangan kepada mereka, namun permintaan kami itu belum diakomodir dan ditindak lanjuti, mungkin karena keterbatasan anggaran yang membuat hingga kami harus menunggu pelaksanaannya,” tuturnya.
Yacobus mengakui bahwa peran pemantauan yang diembannya ini sangat penting sebab banyak sekali terjadi penyalahgunaan potensi tambang ini. Salah satunya adalah penggunaan mercury yang seringkali dikenal dengan air raksa atau air perak oleh masyarakat secara sembarangan.
“Yang menjadi kecemasan kami adalah ketika jual-beli emas dilakukan dengan syarat penggunaan air perak, karena kami sudah pernah dapati kejadian ini pada tahun 2012 lalu di Kampung Kipia,” tuturnya dengan menyambung, “Kami dapatkan dari informasi bahwa pembeli tidak mau membeli jika tidak dicuci dengan air perak. Hingga kini kami semakin kesulitan menemukan hal ini karena masyarakat saat ini sudah melakukannya secara sembunyi-sembunyi.”
Selanjutnya dinasnya juga telah memberikan sosialisasi dan penerangan kepada masyarakat yang mendulang resiko apa saja yang akan didapatkan jika mereka menggunakan cairan merkuri ini,
“Kita sudah memberikan penjelasan kepada masyarakat bahwa penggunaan air perak sangat berbahaya dan sangat berpengaruh kepada anak-cucu kita, yang kemungkinan akan mengalami cacat dari kandungan misalnya tidak ada tangan, kaki atau keganjilan pada organ tubuh,” tuturnya dengan menandaskan bahwa mayoritas dari warga berjanji untuk tidak mengulanginya lagi. [SalamPapua]
Menurut Kepala Bidang Kelistrikan, Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Mimika, Yacobus Sulle, ST, dinasnya telah menemukan berbagai potensi kandungan logam mulia ini sejak 2012 lalu pada beberapa daerah aliran sungai (DAS) di Distrik Mimika Barat Tengah seperti Jera, Iape, Wamuka dan Murpurka.
“Kami pernah lakukan survey potensi di Mimika Barat sana mulai dari Jera, Pronggo, Kipia, hingga Uta dan Kapiraya yang ternyata pada masing-masing sungainya terkandung emas,” ujarnya
Dari sample atau contoh yang didapat dalam survey tersebut diakui bahwa wilayah tersebut memiliki berbagai titik lokasi dengan kadar emas yang banyak dengan nilai terendah 0,07 mg hingga yang tertinggi 257,00 mg.
Selanjutnya diakui bahwa 2 hingga 3 kali pertahun, Dinas Pertambangan dan Energi selalu mengunjungi sekitar 200-an warga yang sering mendulang, sebab meski bukan sebagai mata pencaharian utama, pendulangan yang dilakukan warga ini seringkali diadakan bersama-sama sesuai dengan keperluan dan telah lama dibisniskan.
“Kita selalu memberikan pengawasan dan penyuluhan kepada masyarakat yang melakukan pendulangan. Setiap tahun kita turun ke kampung-kampung tersebut dan memberikan pengarahan terkait pengelolaan tambang rakyat tersebut, sebab kadang-kadang mereka mendulang, namun kadang mereka tidak mendulang,” ucapnya dengan melanjut, “Masyarakat juga memiliki jaringan penjualan tersendiri sebab ada pengusaha-pengusaha dari Timika yang langsung membeli emas disana. Kami dari dinas cuma memberikan pengawasan saja.”
Meski hanya mengawasi, pihaknya juga memiliki niat untuk memberdayakan pendulang yang merupakan warga asli di sekitar areal penambangan seperti kampung Kipia, Mupuruka, Mapar, Akar, Wumuka dan Kapiraya. Sebab ia mengakui bahwa peran pemerintah dalam memantau kondisi pertambangan rakyat ini sudah berjalan dengan maksimal.
“Beberapa waktu yang lalu kami juga berusaha mengajukan proposal untuk memberikan alat-alat pendulangan kepada mereka, namun permintaan kami itu belum diakomodir dan ditindak lanjuti, mungkin karena keterbatasan anggaran yang membuat hingga kami harus menunggu pelaksanaannya,” tuturnya.
Yacobus mengakui bahwa peran pemantauan yang diembannya ini sangat penting sebab banyak sekali terjadi penyalahgunaan potensi tambang ini. Salah satunya adalah penggunaan mercury yang seringkali dikenal dengan air raksa atau air perak oleh masyarakat secara sembarangan.
“Yang menjadi kecemasan kami adalah ketika jual-beli emas dilakukan dengan syarat penggunaan air perak, karena kami sudah pernah dapati kejadian ini pada tahun 2012 lalu di Kampung Kipia,” tuturnya dengan menyambung, “Kami dapatkan dari informasi bahwa pembeli tidak mau membeli jika tidak dicuci dengan air perak. Hingga kini kami semakin kesulitan menemukan hal ini karena masyarakat saat ini sudah melakukannya secara sembunyi-sembunyi.”
Selanjutnya dinasnya juga telah memberikan sosialisasi dan penerangan kepada masyarakat yang mendulang resiko apa saja yang akan didapatkan jika mereka menggunakan cairan merkuri ini,
“Kita sudah memberikan penjelasan kepada masyarakat bahwa penggunaan air perak sangat berbahaya dan sangat berpengaruh kepada anak-cucu kita, yang kemungkinan akan mengalami cacat dari kandungan misalnya tidak ada tangan, kaki atau keganjilan pada organ tubuh,” tuturnya dengan menandaskan bahwa mayoritas dari warga berjanji untuk tidak mengulanginya lagi. [SalamPapua]