Korban Pemalsuan Dokumen Kepemilikan Tanah Mengamuk di Pengadilan Negeri Timika
pada tanggal
Wednesday, 29 April 2015
TIMIKA (MIMIKA) - Suyudi Lakman dan isterinya Fatima selaku korban pemalsuan dokumen kepemilikan tanah seluas 250 meter persegi dan bangunan rumah seluas 65 meter persegi di Jalan Durian Jaya-SP2, mengamuk di Pengadilan Negeri Timika, Papua, Kamis.
Pasangan suami-isteri itu keberatan terhadap putusan majelis hakim PN Timika yang diketuai Ronald Lauterboom, dibantu Willem Depondoye dan Fransiskus Baptista selaku anggota majelis hakim, yang menyatakan terdakwa Muhammad Tahir Sinring tidak bersalah dan bebas dari segala tuntutan hukuman.
Dalam persidangan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ramti Butar-butar dari Kejari Timika menuntut terdakwa dengan hukuman penjara selama tiga tahun karena dinilai terbukti melakukan tindak pidana pemalsuan surat sertifikat tanah dan bangunan milik Suyudi.
Pantauan lapangan, sesaat setelah ketua majelis hakim Ronald Lauterboom mengetuk palu sidang, Suyudi bersama isterinya Fatima langsung berteriak-teriak mencemooh hakim di ruang sidang.
Suyudi bahkan nyaris adu jotos dengan pengacara terdakwa Tahir, Ruben Hahokay.
Melihat kondisi itu, majelis hakim PN Timika langsung bergegas menuju ruang hakim yang terletak di lantai dua.
Tidak puas mengamuk di ruang sidang, Suyudi bersama isterinya terus mencerca hakim PN Timika dari lantai satu. Aksi Suyudi dan isterinya itu kontan saja membuat pengunjung sidang PN Timika geger. Hampir semua staf PN Timika keluar dari ruang kerja mereka serta mencoba menenangkan Suyudi dan isterinya.
Kepada Antara, Suyudi mengatakan putusan majelis hakim PN Timika benar-benar tidak mencerminkan rasa keadilan.
"Bukan main ini pengadilan, hakim berbelit-belit mencari jalan untuk membebaskan terdakwa yang sudah jelas-jelas telah menguasai tanah dan rumah saya tanpa hak. PN Timika bobrok. Pengadilan ini mata uang," kecam Suyuti.
Ia mencurigai vonis bebas terhadap terdakwa Tahir oleh majelis hakim PN Timika lantaran diduga karena ada sesuatu.
Suyuti menuturkan bahwa dirinya pernah didatangi tiga kali oleh seorang pengusaha bernama Titi, majikan tempat terdakwa Tahir bekerja.
"Titi pernah tiga kali datang ke rumah saat terdakwa masih ditahan di Lapas Timika. Dia juga pernah ke Kejari Timika, namun orang Kejaksaan menolak untuk menangguhkan penahanan terdakwa tanpa persetujuan saya selaku korban," ujar Suyuti.
Lebih ironis lagi, salah seorang anggota majelis hakim PN Timika juga pernah mendatangi kediaman Suyuti.
"Hakim Willem mengatakan bahwa Pak Suyuti hati-hati. Si terdakwa Tahir Sinring itu penawarannya tinggi. Saya katakan, biarkan saja. Saya hanya berpatokan pada kebenaran. Saat hakim Willem datang ke rumah, isteri saya ikut menyaksikan," ujarnya.
Terhadap permasalahan tersebut, Suyuti mengharapkan agar JPU Ramti Butar-butar segera mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung.
Tidak itu saja, Suyuti mengancam akan segera melaporkan ketiga hakim PN Timika ke Komisi Yudisial di Jakarta dan Pengadilan Tinggi Papua di Jayapura.
"Saya akan berangkat ke Jakarta dengan membawa bukti-bukti untuk melaporkan masalah ini ke Komisi Yudisial. Kasihan kami orang kecil, hukum sama sekali tidak memberikan rasa keadilan untuk kami," tutur Suyuti. [Antara]
Pasangan suami-isteri itu keberatan terhadap putusan majelis hakim PN Timika yang diketuai Ronald Lauterboom, dibantu Willem Depondoye dan Fransiskus Baptista selaku anggota majelis hakim, yang menyatakan terdakwa Muhammad Tahir Sinring tidak bersalah dan bebas dari segala tuntutan hukuman.
Dalam persidangan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ramti Butar-butar dari Kejari Timika menuntut terdakwa dengan hukuman penjara selama tiga tahun karena dinilai terbukti melakukan tindak pidana pemalsuan surat sertifikat tanah dan bangunan milik Suyudi.
Pantauan lapangan, sesaat setelah ketua majelis hakim Ronald Lauterboom mengetuk palu sidang, Suyudi bersama isterinya Fatima langsung berteriak-teriak mencemooh hakim di ruang sidang.
Suyudi bahkan nyaris adu jotos dengan pengacara terdakwa Tahir, Ruben Hahokay.
Melihat kondisi itu, majelis hakim PN Timika langsung bergegas menuju ruang hakim yang terletak di lantai dua.
Tidak puas mengamuk di ruang sidang, Suyudi bersama isterinya terus mencerca hakim PN Timika dari lantai satu. Aksi Suyudi dan isterinya itu kontan saja membuat pengunjung sidang PN Timika geger. Hampir semua staf PN Timika keluar dari ruang kerja mereka serta mencoba menenangkan Suyudi dan isterinya.
Kepada Antara, Suyudi mengatakan putusan majelis hakim PN Timika benar-benar tidak mencerminkan rasa keadilan.
"Bukan main ini pengadilan, hakim berbelit-belit mencari jalan untuk membebaskan terdakwa yang sudah jelas-jelas telah menguasai tanah dan rumah saya tanpa hak. PN Timika bobrok. Pengadilan ini mata uang," kecam Suyuti.
Ia mencurigai vonis bebas terhadap terdakwa Tahir oleh majelis hakim PN Timika lantaran diduga karena ada sesuatu.
Suyuti menuturkan bahwa dirinya pernah didatangi tiga kali oleh seorang pengusaha bernama Titi, majikan tempat terdakwa Tahir bekerja.
"Titi pernah tiga kali datang ke rumah saat terdakwa masih ditahan di Lapas Timika. Dia juga pernah ke Kejari Timika, namun orang Kejaksaan menolak untuk menangguhkan penahanan terdakwa tanpa persetujuan saya selaku korban," ujar Suyuti.
Lebih ironis lagi, salah seorang anggota majelis hakim PN Timika juga pernah mendatangi kediaman Suyuti.
"Hakim Willem mengatakan bahwa Pak Suyuti hati-hati. Si terdakwa Tahir Sinring itu penawarannya tinggi. Saya katakan, biarkan saja. Saya hanya berpatokan pada kebenaran. Saat hakim Willem datang ke rumah, isteri saya ikut menyaksikan," ujarnya.
Terhadap permasalahan tersebut, Suyuti mengharapkan agar JPU Ramti Butar-butar segera mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung.
Tidak itu saja, Suyuti mengancam akan segera melaporkan ketiga hakim PN Timika ke Komisi Yudisial di Jakarta dan Pengadilan Tinggi Papua di Jayapura.
"Saya akan berangkat ke Jakarta dengan membawa bukti-bukti untuk melaporkan masalah ini ke Komisi Yudisial. Kasihan kami orang kecil, hukum sama sekali tidak memberikan rasa keadilan untuk kami," tutur Suyuti. [Antara]