Warga Kampung Mware, Kampung Kaugapu dan Kampung Hiripau Laksanakan Pesta Adat Karapao
pada tanggal
Tuesday, 3 March 2015
MAPURUJAYA (TIMIKA) – Warga tiga kampung di Distrik Mimika Timur, mengadakan sebuah pesta adat Karapao secara berurutan. Ketiga kampung tersebut yakni Kampung Mware, Kampung Kaugapu dan Kampung Hiripau.
Pada pesta adat Karapao kali ini, kampung yang pertama melaksanakannya adalah Kampung Hiripau. Dilaksanakan disamping Gedung Gereja Paroki Hiripau, pada Jumat (27/2) acara adat itu berlangsung meriah dan diwarnai oleh tarian adat oleh para mama-mama. Sekitar 70 anak muda Mimika yang berada di Kampung Hiripau, mengikuti prosesi adat pemasangan Mbitoro.
Selanjutnya pada Sabtu (28/2), Kampung Kaugapu yang melaksanakan pesta adat. Sekitar 97 anak muda yang berumur 7 hingga 15 tahun mengikuti kegiatan inisasi ini. Pemasangan Mbitoro di kampung itu berlangsung secara meriah, dan dihadiri oleh beberapa kampung tetangga dari Kampung Iwaka, Kampung Miyoko, Kampung Poumako, dan Kampung Kadun Jaya.
Sedangkan pada Senin (2/3) giliran Kampung Mware yang mengadakan pesta adat ini. Sekitar 60 anak muda mengikuti kegiatan perarakan Mbitoro, sedangkan para mama dan orang tua melakukan tarian adat beberapa kampung lainnya turut hadir dalam pesta yang meriah ini.
Menurut Kepala Masyarakat wilayah Adat Kapawe, Elias Yawa hal ini merupakan bagian dari tradisi adat masyarakat Mimika yang tidak harus dilakukan guna memperkenalkan dan mempertahankan tradisi adat Mimika kepada generasi muda.
“Meski saat ini kondisi masyarakat di kampung-kampung sepanjang sungai Wania mengalami pergeseran cara hidup akibat pengaruh luar, kami yakin tradisi orang Mimika yang selalu berhubungan dengan alam masih mampu untuk mempertahankan budaya dan adatnya,” tuturnya saat ditemui Salam Papua pada Minggu (28/2) petang.
Dibeberkan, Karapao merupakan salah satu cara untuk kembali mengingatkan orang Mimika agar selalu menunjukkan jati dirinya sebagai seorang Mimikawe yang hidup bersama dan selaras dengan alam, termasuk mengenali kembali asal-usul keluarga.
“Apalagi jika sekarang ini kita melihat bahwa ada marga-marga yang sudah hilang karena tidak ada yang meneruskan, dari 16 marga kini hanya ada 12 marga saja yang masih ada orangnya, sedangkan 4 marga sudah tidak ada yang meneruskan,” tekannya.
Selanjutnya diakui bahwa budaya asli masyarakat Mimika yang sering disebut sebagai Suku Kamoro ini harus terus dipertahankan, sehingga tidak disalahgunakan oleh oknum-oknum tertentu yang malah memperburuk citra Suku Kamoro.
“Saya rasa kita harus selalu menjaga budaya itu, sebab kalau bukan kita lagi maka tidak ada orang lain yang rela untuk menjaga tradisi orang Mimika,” tuturnya. [SalamPapua]
Pada pesta adat Karapao kali ini, kampung yang pertama melaksanakannya adalah Kampung Hiripau. Dilaksanakan disamping Gedung Gereja Paroki Hiripau, pada Jumat (27/2) acara adat itu berlangsung meriah dan diwarnai oleh tarian adat oleh para mama-mama. Sekitar 70 anak muda Mimika yang berada di Kampung Hiripau, mengikuti prosesi adat pemasangan Mbitoro.
Selanjutnya pada Sabtu (28/2), Kampung Kaugapu yang melaksanakan pesta adat. Sekitar 97 anak muda yang berumur 7 hingga 15 tahun mengikuti kegiatan inisasi ini. Pemasangan Mbitoro di kampung itu berlangsung secara meriah, dan dihadiri oleh beberapa kampung tetangga dari Kampung Iwaka, Kampung Miyoko, Kampung Poumako, dan Kampung Kadun Jaya.
Sedangkan pada Senin (2/3) giliran Kampung Mware yang mengadakan pesta adat ini. Sekitar 60 anak muda mengikuti kegiatan perarakan Mbitoro, sedangkan para mama dan orang tua melakukan tarian adat beberapa kampung lainnya turut hadir dalam pesta yang meriah ini.
Menurut Kepala Masyarakat wilayah Adat Kapawe, Elias Yawa hal ini merupakan bagian dari tradisi adat masyarakat Mimika yang tidak harus dilakukan guna memperkenalkan dan mempertahankan tradisi adat Mimika kepada generasi muda.
“Meski saat ini kondisi masyarakat di kampung-kampung sepanjang sungai Wania mengalami pergeseran cara hidup akibat pengaruh luar, kami yakin tradisi orang Mimika yang selalu berhubungan dengan alam masih mampu untuk mempertahankan budaya dan adatnya,” tuturnya saat ditemui Salam Papua pada Minggu (28/2) petang.
Dibeberkan, Karapao merupakan salah satu cara untuk kembali mengingatkan orang Mimika agar selalu menunjukkan jati dirinya sebagai seorang Mimikawe yang hidup bersama dan selaras dengan alam, termasuk mengenali kembali asal-usul keluarga.
“Apalagi jika sekarang ini kita melihat bahwa ada marga-marga yang sudah hilang karena tidak ada yang meneruskan, dari 16 marga kini hanya ada 12 marga saja yang masih ada orangnya, sedangkan 4 marga sudah tidak ada yang meneruskan,” tekannya.
Selanjutnya diakui bahwa budaya asli masyarakat Mimika yang sering disebut sebagai Suku Kamoro ini harus terus dipertahankan, sehingga tidak disalahgunakan oleh oknum-oknum tertentu yang malah memperburuk citra Suku Kamoro.
“Saya rasa kita harus selalu menjaga budaya itu, sebab kalau bukan kita lagi maka tidak ada orang lain yang rela untuk menjaga tradisi orang Mimika,” tuturnya. [SalamPapua]