Kongres Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) di Jayapura Berikan Keuntungan kepada Semua Orang
pada tanggal
Tuesday, 3 March 2015
KOTA JAYAPURA - Kali pertama Kongres Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) digelar di Tanah Papua, tepatnya di Kota Jayapura, Provinsi Papua, 24--28 Februari 2015, setelah menunggu lebih dari 100 tahun pasca-Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928.
Kongres XIV KNPI di Papua dibuka oleh Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi, Selasa (24/2) malam, dihadiri Gubernur Papua Lukas Enembe, para petinggi Polri dan TNI, serta pimpinan instansi pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Tanah Papua.
Pengurus KNPI dari Malaysia juga hadir sebagai tamu kehormatan pada pembukaan kongres tersebut.
Saat itu, Menpora Nahwari berpesan agar pelaksanaan Kongres KNPI itu dapat melahirkan sejarah baru, yakni Sumpah Pemuda II yang bermakna sebagai momentum tonggak sejarah kepemudaan di Tanah Air.
"Sumpah Pemuda I pada tanggal 28 Oktober 1928 bermakna perjuangan bangsa Indonesia, dan Sumpah Pemuda II pada momentum kongres ini bermakna tonggak sejarah kepemudaan di Indonesia," ujarnya yang langsung disambut tepuk tangan meriah para hadirian yang didominasi kaum muda itu.
Kongres untuk memilih Ketua Umum DPP KNPI periode 2015--2018 itu dihadiri lebih dari 1.000 orang pemuda dari 34 provinsi di Indonesia, yang terdiri atas peserta inti (pemegang hak suara), peserta peninjau, dan simpatisan.
Peserta inti yang mempunyai hak suara dalam tahap pemilihan Ketua Umum DPP KNPI periode berikutnya terdiri atas 143 organisasi kemasyarakatan pemuda (OKP), 34 DPD provinsi, dan Dewan Pimpinan Pusat (DPP).
Hajatan nasional di kalangan pemuda itu menelan anggaran yang relatif cukup banyak, yakni sebesar Rp15,5 miliar dari dukungan pemerintah daerah dan simpatisan, sebagaimana dilaporkan Ketua Panitia Lokal Yunus Wonda.
"Dukungan anggaran dari pemda sebesar Rp15 miliar, sumbangan dari DPR Papua sebesar Rp200 juta, dan sumbangan dari Bupati Puncak Jaya sebesar Rp300 juta," ujar Yunus.
Yunus menjelaskan anggaran belasan miliar itu untuk membiayai seluruh akomodasi peserta, mulai dari tiket pesawat pergi-pulang (p.p.), hotel/penginapan hingga konsumsi dan biaya lainnya, seperti entertainment acara dan publikasi.
Dana belasan miliar itu belum termasuk dana pada pos anggaran DPP KNPI selaku panitia nasional.
Sebagai tuan rumah penyelenggaraan Kongres KNPI, berbagai kalangan di Papua tentu saja banyak mendapatkan manfaatkan dari kegiatan nasional itu karena daerah paling timur Indonesia itu didatangi banyak orang dari berbagai provinsi di Tanah Air.
Selain "sharing" informasi dan pembelajaran intelektual lainnya, juga kesuksesan pelaksanaan Kongres KNPI di Papua itu berdampak pada kepercayaan Jakarta (pemerintah pusat dan "stakholder" nasional) terhadap Papua sebagai tuan rumah event besar level nasional.
Setidaknya Pekan Olahraga Nasional (PON) XX yang diwacanakan akan dihelat di Tanah Papua pada tahun 2020 dapat terealisasi.
Bahkan, masyarakat akar rumput, seperti Mama-mama Papua (pedagang kecil), juga ikut bergembira karena dapat meraih rezeki berlipat ganda dengan berjualan di sekitar lokasi pelaksanaan kongres.
Belasan orang Mama-mama Papua memanfaatkan momentum Kongres XIV KNPI yang digelar di Gedung Olah Raga (GOR) Cenderawasih di Kota Jayapura, Provinsi Papua itu untuk berjualan produk kerajinan khas hasil karya mereka.
Penjual Anyaman Noken, Sarah (56), misalnya, mengaku telah berjualan semenjak pelaksanaan Kongres KNPI itu dimulai.
"Saya berjualan di sini sejak pembukaan kegiatan Kongres KNPI, saya jual noken (tas) yang dibuat dari kulit kayu dan benang, harganya yang kecil Rp100 ribu per unit, sedang Rp200 ribu/unit, dan ukuran besar Rp500 ribu/unit," ujarnya.
Sarah mengaku sebelumnya berjualan di depan Bank Papua, lalu pindah ke Pasar Mama-mama Papua, yang berlokasi di jantung Kota Jayapura.
"Lumayan Pak hasilnya. Hasil jualan barang-barang seni ini bisa untuk membiayai anak-anak saya yang masih dudu di bangku SMP dan SMA," ujarnya.
Mama-mama Papua lainnya yang juga berjualan di halaman GOR Cenderawasih, yakni Kristina (40). Dia setiap harinya berjualan di Pasar Youtefa, Distrik Abepura, Kota Jayapura.
"Di sini saya berjualan untuk sementara selama Kongres KNPI berlangsung, barangnya ini berbagai macam kalung, anting-anting, dan pita rambut," ujarnya.
Kristina menjual pita rambut buatan dari tempurung kelapa seharga Rp100 ribu/unit dan kalung tariring babi Rp100 ribu/unit sampai Rp400 ribu/unit.
"Anting-anting ada yang Rp30 ribu dan ada yang Rp50 ribu satu. Pembelinya datang lihat. Kalau berminat, beli. Namun, ada yang lihat-lihat saja baru pergi begitu," ujarnya.
Hal senada disampaikan Lina (27). "Saya berjualan di sini selama tiga hari. Namun, pendapatan cukup banyak mencapai Rp400 ribu sampai Rp500 ribu sehari," ujarnya.
Lina dan pedagang lainnya sesama Mama-mama Papua mengaku ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada pemerintah daerah dan pusat yang telah mendukung penyelenggaraan Kongres KNPI di Jayapura, Papua.
"Lihat kan dalam pelaksanaan kongres ini orang dari mana-mana (daerah di luar Papua) banyak yang datang. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada penyelenggara kongres ini karena lewat kongres tersebut kami bisa dapat keuntungan begitu besar dan merasa bangga karena bisa mempromosikan hasil karya kami kepada banyak orang," ujar Lina. [Antara]
Kongres XIV KNPI di Papua dibuka oleh Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi, Selasa (24/2) malam, dihadiri Gubernur Papua Lukas Enembe, para petinggi Polri dan TNI, serta pimpinan instansi pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Tanah Papua.
Pengurus KNPI dari Malaysia juga hadir sebagai tamu kehormatan pada pembukaan kongres tersebut.
Saat itu, Menpora Nahwari berpesan agar pelaksanaan Kongres KNPI itu dapat melahirkan sejarah baru, yakni Sumpah Pemuda II yang bermakna sebagai momentum tonggak sejarah kepemudaan di Tanah Air.
"Sumpah Pemuda I pada tanggal 28 Oktober 1928 bermakna perjuangan bangsa Indonesia, dan Sumpah Pemuda II pada momentum kongres ini bermakna tonggak sejarah kepemudaan di Indonesia," ujarnya yang langsung disambut tepuk tangan meriah para hadirian yang didominasi kaum muda itu.
Kongres untuk memilih Ketua Umum DPP KNPI periode 2015--2018 itu dihadiri lebih dari 1.000 orang pemuda dari 34 provinsi di Indonesia, yang terdiri atas peserta inti (pemegang hak suara), peserta peninjau, dan simpatisan.
Peserta inti yang mempunyai hak suara dalam tahap pemilihan Ketua Umum DPP KNPI periode berikutnya terdiri atas 143 organisasi kemasyarakatan pemuda (OKP), 34 DPD provinsi, dan Dewan Pimpinan Pusat (DPP).
Hajatan nasional di kalangan pemuda itu menelan anggaran yang relatif cukup banyak, yakni sebesar Rp15,5 miliar dari dukungan pemerintah daerah dan simpatisan, sebagaimana dilaporkan Ketua Panitia Lokal Yunus Wonda.
"Dukungan anggaran dari pemda sebesar Rp15 miliar, sumbangan dari DPR Papua sebesar Rp200 juta, dan sumbangan dari Bupati Puncak Jaya sebesar Rp300 juta," ujar Yunus.
Yunus menjelaskan anggaran belasan miliar itu untuk membiayai seluruh akomodasi peserta, mulai dari tiket pesawat pergi-pulang (p.p.), hotel/penginapan hingga konsumsi dan biaya lainnya, seperti entertainment acara dan publikasi.
Dana belasan miliar itu belum termasuk dana pada pos anggaran DPP KNPI selaku panitia nasional.
Sebagai tuan rumah penyelenggaraan Kongres KNPI, berbagai kalangan di Papua tentu saja banyak mendapatkan manfaatkan dari kegiatan nasional itu karena daerah paling timur Indonesia itu didatangi banyak orang dari berbagai provinsi di Tanah Air.
Selain "sharing" informasi dan pembelajaran intelektual lainnya, juga kesuksesan pelaksanaan Kongres KNPI di Papua itu berdampak pada kepercayaan Jakarta (pemerintah pusat dan "stakholder" nasional) terhadap Papua sebagai tuan rumah event besar level nasional.
Setidaknya Pekan Olahraga Nasional (PON) XX yang diwacanakan akan dihelat di Tanah Papua pada tahun 2020 dapat terealisasi.
Bahkan, masyarakat akar rumput, seperti Mama-mama Papua (pedagang kecil), juga ikut bergembira karena dapat meraih rezeki berlipat ganda dengan berjualan di sekitar lokasi pelaksanaan kongres.
Belasan orang Mama-mama Papua memanfaatkan momentum Kongres XIV KNPI yang digelar di Gedung Olah Raga (GOR) Cenderawasih di Kota Jayapura, Provinsi Papua itu untuk berjualan produk kerajinan khas hasil karya mereka.
Penjual Anyaman Noken, Sarah (56), misalnya, mengaku telah berjualan semenjak pelaksanaan Kongres KNPI itu dimulai.
"Saya berjualan di sini sejak pembukaan kegiatan Kongres KNPI, saya jual noken (tas) yang dibuat dari kulit kayu dan benang, harganya yang kecil Rp100 ribu per unit, sedang Rp200 ribu/unit, dan ukuran besar Rp500 ribu/unit," ujarnya.
Sarah mengaku sebelumnya berjualan di depan Bank Papua, lalu pindah ke Pasar Mama-mama Papua, yang berlokasi di jantung Kota Jayapura.
"Lumayan Pak hasilnya. Hasil jualan barang-barang seni ini bisa untuk membiayai anak-anak saya yang masih dudu di bangku SMP dan SMA," ujarnya.
Mama-mama Papua lainnya yang juga berjualan di halaman GOR Cenderawasih, yakni Kristina (40). Dia setiap harinya berjualan di Pasar Youtefa, Distrik Abepura, Kota Jayapura.
"Di sini saya berjualan untuk sementara selama Kongres KNPI berlangsung, barangnya ini berbagai macam kalung, anting-anting, dan pita rambut," ujarnya.
Kristina menjual pita rambut buatan dari tempurung kelapa seharga Rp100 ribu/unit dan kalung tariring babi Rp100 ribu/unit sampai Rp400 ribu/unit.
"Anting-anting ada yang Rp30 ribu dan ada yang Rp50 ribu satu. Pembelinya datang lihat. Kalau berminat, beli. Namun, ada yang lihat-lihat saja baru pergi begitu," ujarnya.
Hal senada disampaikan Lina (27). "Saya berjualan di sini selama tiga hari. Namun, pendapatan cukup banyak mencapai Rp400 ribu sampai Rp500 ribu sehari," ujarnya.
Lina dan pedagang lainnya sesama Mama-mama Papua mengaku ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada pemerintah daerah dan pusat yang telah mendukung penyelenggaraan Kongres KNPI di Jayapura, Papua.
"Lihat kan dalam pelaksanaan kongres ini orang dari mana-mana (daerah di luar Papua) banyak yang datang. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada penyelenggara kongres ini karena lewat kongres tersebut kami bisa dapat keuntungan begitu besar dan merasa bangga karena bisa mempromosikan hasil karya kami kepada banyak orang," ujar Lina. [Antara]