Jaringan Advokasi Hukum dan HAM Pegunungan Tengah Minta Pemda Jayawijaya Selesaikan Pemalangan Kantor Distrik
pada tanggal
Tuesday, 3 March 2015
WAMENA (JAYAWIJAYA) - Ketua Jaringan Advokasi Hukum dan HAM Pegunungan Tengah Papua, Theo Hesegem meminta, kepada Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Jayawijaya untuk segera menyelesaikan pemalangan beberapa Kantor distrik di Wamena, terutama kantor Distrik Itlay Hisage dan Asolokobal.
“Pemerintah Daerah harus menyikapi hal ini dengan serius, karena jika pemerintah distrik dan kampung tidak berjalan baik, maka otomatis pemerintah di tingkat kabupaten tidak akan berjalan, sebab roda pemerintah yang betul menyentuh masyarakat ada di pemerintahan distrik dan kampung,” ujar Hesegem kepada suarapapua.com beberapa waktu lalu di Wamena.
Theo Hesegem juga menyayangkan pemekaran kampung di dalam wilayah kota Wamena yang tidak disertai dengan penyediaan kantor kampung. Selain itu, ia heran karena beberapa kantor distrik yang ia jumpai rumputnya tinggi seperti di hutan.
“Kondisi ini saya tahu persis. Jika seperti ini, bagaimana roda pemerintahan bisa berjalan. Ini secara otomatis pemerintahan tidak akan jalan efektif sesuai harapan,” tegas Hesegem. (Baca: Kadis Bukan Anak Asli Asolokobal, Masyarakat Palang Kantor Distrik)
Untuk itu, ia berharap, kepercayaan yang diberikan Pemerintah Daerah itu harus dijalankan dengan penuh tanggungjawab. Mereka (Kepala distrik) terima haknya dan mereka juga wajib menjalankan kewajibannya sebagai abdi negara, sehingga roda pemerintahan di tingkat kampung dan distrik itu bisa berjalan.
“Jadi saya minta pemerintah serius perhatikan bagian-bagian ini sebagai tindakan maju untuk bangun daerah,” ujarnya.
Hesegem juga heran dengan kepala-kepala distrik yang banyak sering berkeliaran di kota Wamena. Mereka mestinya bertanggungjawab dengan tugas dan tanggung jawab yang diberikan pemerintah sebagai seorang kepala distrik di tempat tugas, malah mereka berkeliaran di kota.
“Saya tahu persis ada kebutuhan masyarakat minta tandatangan surat, tetapi karena kepala distrik tidak ada di tempat, mereka harus datang ke rumah untuk minta tandatangan. Padahal yang dibutuhkan tanda tangan itu secara dinas di kantor, bukan secara pribadi di rumah,” tutur Hesegem.
“Kalau begini caranya sudah menjalani aturan, karena secara langsung akan mengganggu aktivitas rumah tangga kepala distrik,” lanjutnya dengan tegas. [SuaraPapua]
“Pemerintah Daerah harus menyikapi hal ini dengan serius, karena jika pemerintah distrik dan kampung tidak berjalan baik, maka otomatis pemerintah di tingkat kabupaten tidak akan berjalan, sebab roda pemerintah yang betul menyentuh masyarakat ada di pemerintahan distrik dan kampung,” ujar Hesegem kepada suarapapua.com beberapa waktu lalu di Wamena.
Theo Hesegem juga menyayangkan pemekaran kampung di dalam wilayah kota Wamena yang tidak disertai dengan penyediaan kantor kampung. Selain itu, ia heran karena beberapa kantor distrik yang ia jumpai rumputnya tinggi seperti di hutan.
“Kondisi ini saya tahu persis. Jika seperti ini, bagaimana roda pemerintahan bisa berjalan. Ini secara otomatis pemerintahan tidak akan jalan efektif sesuai harapan,” tegas Hesegem. (Baca: Kadis Bukan Anak Asli Asolokobal, Masyarakat Palang Kantor Distrik)
Untuk itu, ia berharap, kepercayaan yang diberikan Pemerintah Daerah itu harus dijalankan dengan penuh tanggungjawab. Mereka (Kepala distrik) terima haknya dan mereka juga wajib menjalankan kewajibannya sebagai abdi negara, sehingga roda pemerintahan di tingkat kampung dan distrik itu bisa berjalan.
“Jadi saya minta pemerintah serius perhatikan bagian-bagian ini sebagai tindakan maju untuk bangun daerah,” ujarnya.
Hesegem juga heran dengan kepala-kepala distrik yang banyak sering berkeliaran di kota Wamena. Mereka mestinya bertanggungjawab dengan tugas dan tanggung jawab yang diberikan pemerintah sebagai seorang kepala distrik di tempat tugas, malah mereka berkeliaran di kota.
“Saya tahu persis ada kebutuhan masyarakat minta tandatangan surat, tetapi karena kepala distrik tidak ada di tempat, mereka harus datang ke rumah untuk minta tandatangan. Padahal yang dibutuhkan tanda tangan itu secara dinas di kantor, bukan secara pribadi di rumah,” tutur Hesegem.
“Kalau begini caranya sudah menjalani aturan, karena secara langsung akan mengganggu aktivitas rumah tangga kepala distrik,” lanjutnya dengan tegas. [SuaraPapua]