-->

Uju Publik RUU Pilkada akan Diganti Sosialisasi Calon Kepala Daerah

JAKARTA - Soal uji publik pada pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Lukman Edy dari Fraksi Kebangkitan Bangsa menyatakan bahwa akan disepakati untuk ditiadakan dan diganti dengan sosialisasi calon kepala daerah.

Selain itu syarat dukungan penduduk untuk calon perseorangan atau calon independen dinaikkan. Untuk provinsi dengan jumlah penduduk kurang dari dua juta jiwa maka dukungan minimal 10 persen, untuk provinsi berpenduduk dua hingga enam juta jiwa maka dukungan minimal 8,5 persen. Untuk provinsi berpenduduk enam hingga 12 juta jiwa maka dukungan minimal 7,5 persen, serta untuk provinsi berpenduduk lebih dari 12 juta jiwa maka dukungan minimal 6,5 persen.

Sedangkan, untuk calon bupati/wali kota dari jalur independen atau perseorangan pada kabupaten dengan jumlah penduduk kurang dari 250.000 jiwa maka dukungan minimal 10 persen, untuk kabupaten berpenduduk 250.000 hingga 500.000 jiwa maka dukungan minimal 8,5 persen.

Kemudian, untuk kabupaten berpenduduk 500.000 hingga satu juta jiwa maka dukungan minimal 7,5 persen, serta untuk provinsi berpenduduk lebih dari satu juta jiwa maka dukungan minimal 6,5 persen.

Persyaratan dukungan untuk calon kepala dan calon wakil kepala daerah daerah melalui jalur perseorangan tersebut lebih tinggi 3,5 persen dibandingkan dengan persyaratan pada Perppu Nomor 1 Tahun 2014 yang hanya sebesar tiga persen.

"Kenaikan persyaratan ini adalah upaya konsolidasi demokrasi secara terus menerus, efisiensi, dan untuk menjamin pemilihan kepala daerah hanya berlangsung satu putaran," tuturnya.

Sementara persyaratan calon dari partai politik atau gabungan partai politik juga naik dari ambang batas 15 persen kursi DPRD menjadi 20 persen kursi DPRD atau 20 persen suara menjadi 25 persen suara di daerahnya masing-masing.

Kesepakatan lainnya adalah pembiayaan pilkada dari APBD dengan dukungan didukung APBN.

Pilkada serentak juga dipastikan berlangsung hanya satu putaran karena ambang batas kemenangan 0 persen atau tidak ada ada angka atau persentase ambang batas minimal, sehingga berapapun jumlah suara yang diperoleh asalkan lebih tinggi dari calon lainnya maka sudah bisa ditentukan pemenangnya.

Bila terjadi sengketa pilkada, disepakati bahwa sengketa hasil pilkada ditangani oleh Mahkamah Konstitusi (MK) selama masa transisi sebelum dibentuk Badan Peradilan Khusus. Sementara RUU ini mengamanahkan perkara perselisihan penetapan perolehan suara hasil pemilihan, diperiksa dan diadili di MK.

Sementara bila terjadi sengketa pada tahap penetapan pasangan calon (misalnya terjadi antara calon kepala daerah dengan KPU dalam hal calon kepala daerah tidak lulus persyaratan administrasi yang ditetapkan KPU) dilaksanakan di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN), setelah melewati upaya administratif di Bawaslu tingkat provinsi maupun di Panwaslu di tingkat kabupaten dan kota.

"Keputusan PTTUN ini bersifat final dan mengikat," tukas Lukman Edy.

Norma itu berubah dibanding dengan UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, yang masih membuka peluang banding kasasi sampai Mahkamah Agung.

Dengan demikian, perjalanan bangsa ini untuk beberapa tahun ke depan tetap diwarnai dengan pergelaran "pesta" demokrasi melalui pilkada. [Antara]

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel


Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari  Papua Untuk Semua di Grup Telegram Papua Untuk Semua. Klik link https://t.me/PapuaCom kemudian join/bergabung. Pastikan Anda sudah menginstall aplikasi Telegram di ponsel.

Papua Untuk Semua - Jendela Anak Tanah