Tanggapi Penundaan Pembahasan Draf RUU Otsus Plus, Kantor Pemerintahan Siap Ditutup
pada tanggal
Monday, 16 February 2015
JAKARTA,- Buntut ditundanya pembahasan draf RUU Otsus Plus dalam Prolegnas 2015 oleh DPR-RI membuat lembaga kultural masyarakat asli Papua geram dan marah.
Pasalnya, menurut Ketua MRP Timotius Murib bahwa pihaknya bersama Pemerintah Provinsi Papua dan DPRP sudah berjuang keras di Jakarta selama satu bulan untuk bagaimana draf RUU Otsus Plus masuk dalam prolegnas 2015.
Meskipun demikian, Ketua MRP mengaku memberikan apresiasi kepada Gubernur Papua Lukas Enembe, SIP, MH dimana semangat masyarakat cepat sekali direspon untuk melakukan revisi UU Otsus.
Diakuinya, implementasi Otsus selama 13 tahun belum pernah dievaluasi dan baru pertama kali periode kedua MRP melakukan evaluasi dengan melibatkan 383 peserta saat itu.
“85 persen isi dari pada draf RUU Otsus Plus berasal dan asli dari pemikiran orang asli Papua termasuk pikiran serta pendapat dari orang asli Papua,”ungkapnya di Jakarta kemarin.
Kemudian ketika draf RUU Otsus Plus ini tidak diterima dan tidak disahkan oleh pemerintah pusat sebagai undang-undang maka dibuka ruang referendum atau dialog Papua-Jakarta. “Ini sudah ada dalam pasal 229 dari draf 1-12. Kami serahkan draf 13 di Istana Bogor kepada Presiden, kemudian karena ada perubahan dari Papua Barat maka ada draf 14 yang terakhir kami serahkan,”jelasnya.
Dengan demikian, harapan masyarakat Papua karena ini perjuangan panjang yang dilakukan oleh Pemprov Papua untuk mensejahterakan rakyat Papua karena cita-cita Papua bisa sejahtera yang tertuang dalam UU No 21 tahun 2001 tentang otsus yang selama implementasi 13 tahun tidak tampak. “Namun mewakili Pemerintah Indonesia, Menteri Hukum dan HAM menolak resmi di DPR-RI dengan demikian solusi berikutnya adalah harus dialog Papua-Jakarta,”katanya lagi.
“Dialog itu kan keinginan dari Presiden Jokowi. Sangat luar biasa dan kami mengucap syukur kepada Tuhan dimana keinginan yang telah didoakan telah terjadi. Dengan demikian, saya meminta kepada seluruh masyarakat 250 suku di 7 wilayah adat berkomitmen dilakukan dialog Papua-Jakarta. Karena otsus plus telah ditolak maka terakhir versi orang asli Papua meminta dialog,”tambahnya.
Menurutnya, dialog Papua-Jakarta sebenarnya sebagaimana yang diungkapkan Presiden Jokowi saat Natal Bersama di Jayapura. Presiden Jokowi mempunyai roh yang luar biasa karena keinginan yang didoakan orang asli Papua ternyata benar-benar dijawab oleh kepala negara. Untuk itu, hal ini adalah solusi terbaik yang diberikan oleh Tuhan oleh karena itu, sepulang dari Jakarta pihaknya akan melakukan Rapat Pleno Luar Biasa dalam rangka menetapkan dan melakukan dialog Papua-Jakarta.
Disamping itu, karena draf RUU Otsus Plus telah ditolak maka semua kantor pemerintahan di Tanah Papua mulai dari Kota, Kabupaten, Provinsi, DPR harus tutup dan mogok karena mau kerja untuk siapa dan menggunakan regulasi apa. “Jangan saling tipu dan tutup semua pemerintahan,”tandasnya. [PasificPos]
Pasalnya, menurut Ketua MRP Timotius Murib bahwa pihaknya bersama Pemerintah Provinsi Papua dan DPRP sudah berjuang keras di Jakarta selama satu bulan untuk bagaimana draf RUU Otsus Plus masuk dalam prolegnas 2015.
Meskipun demikian, Ketua MRP mengaku memberikan apresiasi kepada Gubernur Papua Lukas Enembe, SIP, MH dimana semangat masyarakat cepat sekali direspon untuk melakukan revisi UU Otsus.
Diakuinya, implementasi Otsus selama 13 tahun belum pernah dievaluasi dan baru pertama kali periode kedua MRP melakukan evaluasi dengan melibatkan 383 peserta saat itu.
“85 persen isi dari pada draf RUU Otsus Plus berasal dan asli dari pemikiran orang asli Papua termasuk pikiran serta pendapat dari orang asli Papua,”ungkapnya di Jakarta kemarin.
Kemudian ketika draf RUU Otsus Plus ini tidak diterima dan tidak disahkan oleh pemerintah pusat sebagai undang-undang maka dibuka ruang referendum atau dialog Papua-Jakarta. “Ini sudah ada dalam pasal 229 dari draf 1-12. Kami serahkan draf 13 di Istana Bogor kepada Presiden, kemudian karena ada perubahan dari Papua Barat maka ada draf 14 yang terakhir kami serahkan,”jelasnya.
Dengan demikian, harapan masyarakat Papua karena ini perjuangan panjang yang dilakukan oleh Pemprov Papua untuk mensejahterakan rakyat Papua karena cita-cita Papua bisa sejahtera yang tertuang dalam UU No 21 tahun 2001 tentang otsus yang selama implementasi 13 tahun tidak tampak. “Namun mewakili Pemerintah Indonesia, Menteri Hukum dan HAM menolak resmi di DPR-RI dengan demikian solusi berikutnya adalah harus dialog Papua-Jakarta,”katanya lagi.
“Dialog itu kan keinginan dari Presiden Jokowi. Sangat luar biasa dan kami mengucap syukur kepada Tuhan dimana keinginan yang telah didoakan telah terjadi. Dengan demikian, saya meminta kepada seluruh masyarakat 250 suku di 7 wilayah adat berkomitmen dilakukan dialog Papua-Jakarta. Karena otsus plus telah ditolak maka terakhir versi orang asli Papua meminta dialog,”tambahnya.
Menurutnya, dialog Papua-Jakarta sebenarnya sebagaimana yang diungkapkan Presiden Jokowi saat Natal Bersama di Jayapura. Presiden Jokowi mempunyai roh yang luar biasa karena keinginan yang didoakan orang asli Papua ternyata benar-benar dijawab oleh kepala negara. Untuk itu, hal ini adalah solusi terbaik yang diberikan oleh Tuhan oleh karena itu, sepulang dari Jakarta pihaknya akan melakukan Rapat Pleno Luar Biasa dalam rangka menetapkan dan melakukan dialog Papua-Jakarta.
Disamping itu, karena draf RUU Otsus Plus telah ditolak maka semua kantor pemerintahan di Tanah Papua mulai dari Kota, Kabupaten, Provinsi, DPR harus tutup dan mogok karena mau kerja untuk siapa dan menggunakan regulasi apa. “Jangan saling tipu dan tutup semua pemerintahan,”tandasnya. [PasificPos]