Philipus Betaubun akan Gugat Media yang Publikasikan Ketidakberesan di Universitas Negeri Musamus
pada tanggal
Saturday, 21 February 2015
MERAUKE - Setelah dua dosen yakni Jeremias Martinus Patty dan Mulyadi Alriyanto Tajuddin ‘membongkar’ berbagai ketidakberesan di Universitas Negeri Musamus (Unmus) dan dipublikasikan di sejumlah media cetak, online maupun elektronik, maka beberapa jurnalis yang bertugas di Kabupaten Merauke dengan masing-masing medianya akan digugat oleh Rektor Unmus, Philipus Betaubun. Gugatan itu akan dilakukan secara pidana maupun perdata.
Selain akan menggugat secara pidana maupun perdata, Rektor Unmus ini mengaku telah mendatangi Dewan Pers di Jakarta dan melakukan konsultasi lebih lanjut terkait pemberitaan yang dibeberkan selama beberapa hari itu. Sesuai saran Dewan Pers, bukti-bukti berupa tulisan dari semua media cetak, online maupun elektronik, agar dikumpulkan dan diserahkan.
Dalam keterangan persnya kepada sejumlah wartawan di ruang rapat rektorat Jumat (20/2), Philipus Betaubun yang didampingi sejumlah pejabat di lingkungan Unmus mengungkapkan, selain akan ke Badan Pers lagi, pihaknya juga mengadukan tulisan para jurnalis ke PWI Jayapura.
Langkah yang dilakukan Philipus Betaubun itu, terkait ketidakpuasannya setelah berbagai pemberitaan yang diangkat para jurnalis.
“Memang saat pertama kali pemberitaan diangkat, saya ditelpon dan memberikan keterangan kepada para wartawan,” katanya.
Namun yang menjadi ketidakpuasannya adalah muncul beberapa kali pemberitaan dari belakang yang disampaikan oleh Dosen Ilmu Hukum Unmus Merauke, Jeremias Martinus Patty dan Mulyadi Alriyanto Tajuddin , tidak memberikan ruang bagi bersangkutan untuk bicara .
“Saya hanya menyampaikan terimakasih atas pemberitaan yang ditulis oleh rekan-rekan wartawan. Nanti semua tulisan tersebut, akan dibuktikan kemudian di pengadilan. Karena kita mempunyai dasar hukum dan semua itu baru akan terbuka dalam dalam persidangan,” ujarnya.
Philipus menegaskan, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang penyampaian pendapat di muka umum, harus ada izin. Namun demikian, dirinya tetap berargumentasi bahwa semua itu akan dibuktikan di pengadilan baik secara pidana maupun perdata.
“Saya sudah menyiapkan tim pengacara baik dari Jakarta maupun di Merauke untuk menghitung kerugian lembaga serta kerugian pribadi saya. Semuanya itu akan diuji di pengadilan dan kami minta agar jurnalis yang menulis, harus memiliki identitas lengkap,” katanya.
Ditegaskan lagi, dirinya tidak suka jika lahan pribadi orang diurus tetangga. Dan, perlu diketahui bahwa tata kerja dari Unmus, sudah ada dan pihaknya bekerja berdasarkan keputusan menteri bukan rektor.
“Ya, tulisan yang dibeberkan oleh wartawan, tetap saya hormati. Tetapi nanti kita sama-sama buktikan di pengadilan,” ujarnya.
Menyinggung tentang status dua dosen yang diskorsing yakni Jeremias Martinus Patty dan Mulyadi Alriyanto Tajuddin, Philipus mengaku, pihaknya tidak bicara tentang status mereka, tetapi aturan main dari seorang jurnalis yang dijalankan dalam menulis berita.
“Saya juga menyampaikan terimakasih kepada Bupati Merauke, Romanus Mbaraka yang mengatakan, itu adalah permasalahan intern kampus dan harus diselesaikan secara ke dalam. Pak Bupati tahu persis tentang peraturan menteri yang berlangsung di Unmus,” katanya.
Sementara itu, Kabag Ops Polres Merauke, Kompol Marthen Koagouw mengatakan, jika permasalahan tersebut mengarah kepada unsur pidana, maka pihaknya menunggu laporan lebih lanjut dari Unmus.
“Ya, kalau belum menjurus ke pidana, tentunya bisa diselesaikan di intern kampus,” tuturnya.
Ketua Aliansi Jurnalis Independen Kota Jayapura, Victor Mambor, mengatakan semestinya Rektor Unmus mengacu pada UU Pokok Pers no 40 Tahun 1999.
” Pasal 1 ayat 11 jelas memberikan peluang hak jawab kepada seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya. Ayat 12, tentang hak koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain. Apakah ini sudah dilakukan oleh Pak Rektor?” tanya Mambor.
Lanjut Mambor, Rektor Unmus seharusnya paham, dalam ranah pers gugatan perdata maupun pidana hanya bisa dilakukan setelah tahapan hak jawab, hak koreksi, pengaduan ke Dewan Pers, proses perdata menemui jalan buntu.
“Dan untuk proses pidana, pelapor harus menandatangani surat pernyataan yang berisi permohonan melakukan proses pidana. Ini sesuai dengan MoU antara Kapolri dengan Dewan Pers tahun 2012 lalu. Jadi kembali ke awal, apakah tahapan-tahapan itu sudah ditempuh?” kata Mambor. [Jubi]
Selain akan menggugat secara pidana maupun perdata, Rektor Unmus ini mengaku telah mendatangi Dewan Pers di Jakarta dan melakukan konsultasi lebih lanjut terkait pemberitaan yang dibeberkan selama beberapa hari itu. Sesuai saran Dewan Pers, bukti-bukti berupa tulisan dari semua media cetak, online maupun elektronik, agar dikumpulkan dan diserahkan.
Dalam keterangan persnya kepada sejumlah wartawan di ruang rapat rektorat Jumat (20/2), Philipus Betaubun yang didampingi sejumlah pejabat di lingkungan Unmus mengungkapkan, selain akan ke Badan Pers lagi, pihaknya juga mengadukan tulisan para jurnalis ke PWI Jayapura.
Langkah yang dilakukan Philipus Betaubun itu, terkait ketidakpuasannya setelah berbagai pemberitaan yang diangkat para jurnalis.
“Memang saat pertama kali pemberitaan diangkat, saya ditelpon dan memberikan keterangan kepada para wartawan,” katanya.
Namun yang menjadi ketidakpuasannya adalah muncul beberapa kali pemberitaan dari belakang yang disampaikan oleh Dosen Ilmu Hukum Unmus Merauke, Jeremias Martinus Patty dan Mulyadi Alriyanto Tajuddin , tidak memberikan ruang bagi bersangkutan untuk bicara .
“Saya hanya menyampaikan terimakasih atas pemberitaan yang ditulis oleh rekan-rekan wartawan. Nanti semua tulisan tersebut, akan dibuktikan kemudian di pengadilan. Karena kita mempunyai dasar hukum dan semua itu baru akan terbuka dalam dalam persidangan,” ujarnya.
Philipus menegaskan, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang penyampaian pendapat di muka umum, harus ada izin. Namun demikian, dirinya tetap berargumentasi bahwa semua itu akan dibuktikan di pengadilan baik secara pidana maupun perdata.
“Saya sudah menyiapkan tim pengacara baik dari Jakarta maupun di Merauke untuk menghitung kerugian lembaga serta kerugian pribadi saya. Semuanya itu akan diuji di pengadilan dan kami minta agar jurnalis yang menulis, harus memiliki identitas lengkap,” katanya.
Ditegaskan lagi, dirinya tidak suka jika lahan pribadi orang diurus tetangga. Dan, perlu diketahui bahwa tata kerja dari Unmus, sudah ada dan pihaknya bekerja berdasarkan keputusan menteri bukan rektor.
“Ya, tulisan yang dibeberkan oleh wartawan, tetap saya hormati. Tetapi nanti kita sama-sama buktikan di pengadilan,” ujarnya.
Menyinggung tentang status dua dosen yang diskorsing yakni Jeremias Martinus Patty dan Mulyadi Alriyanto Tajuddin, Philipus mengaku, pihaknya tidak bicara tentang status mereka, tetapi aturan main dari seorang jurnalis yang dijalankan dalam menulis berita.
“Saya juga menyampaikan terimakasih kepada Bupati Merauke, Romanus Mbaraka yang mengatakan, itu adalah permasalahan intern kampus dan harus diselesaikan secara ke dalam. Pak Bupati tahu persis tentang peraturan menteri yang berlangsung di Unmus,” katanya.
Sementara itu, Kabag Ops Polres Merauke, Kompol Marthen Koagouw mengatakan, jika permasalahan tersebut mengarah kepada unsur pidana, maka pihaknya menunggu laporan lebih lanjut dari Unmus.
“Ya, kalau belum menjurus ke pidana, tentunya bisa diselesaikan di intern kampus,” tuturnya.
Ketua Aliansi Jurnalis Independen Kota Jayapura, Victor Mambor, mengatakan semestinya Rektor Unmus mengacu pada UU Pokok Pers no 40 Tahun 1999.
” Pasal 1 ayat 11 jelas memberikan peluang hak jawab kepada seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya. Ayat 12, tentang hak koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain. Apakah ini sudah dilakukan oleh Pak Rektor?” tanya Mambor.
Lanjut Mambor, Rektor Unmus seharusnya paham, dalam ranah pers gugatan perdata maupun pidana hanya bisa dilakukan setelah tahapan hak jawab, hak koreksi, pengaduan ke Dewan Pers, proses perdata menemui jalan buntu.
“Dan untuk proses pidana, pelapor harus menandatangani surat pernyataan yang berisi permohonan melakukan proses pidana. Ini sesuai dengan MoU antara Kapolri dengan Dewan Pers tahun 2012 lalu. Jadi kembali ke awal, apakah tahapan-tahapan itu sudah ditempuh?” kata Mambor. [Jubi]