Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) Minta Indonesia Tidal Langgar HAM di Papua
pada tanggal
Wednesday, 18 February 2015
JAKARTA – Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) Laksamana Dua Purnawirawan TNI AL Soleman B Ponto mengatakan agar Indonesia tidak melakukan pelanggaran HAM pada rakyat Papua melalui operasi militernya.
Ponto mengatakan di kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Jakarta, Selasa (17/2/2015), bahwa dunia internasional menilai operasi militer di Papua sebagai pelanggaran HAM.
“Tiap kali terjadi kontak senjata antara pasukan TNI dengan kelompok bersenjata di Papua, dunia menjeratnya dengan pasal-pasal HAM. Pasal-pasal pelanggaran HAM ini hanya diterapkan untuk tentara yang terlibat dalam konflik, tidak untuk anggota kelompok bersenjata,” kata Ponto dalam acara peluncuran bukunya yang berjudul ‘Jangan Lepas Papua’.
Menurut Ponto, apabila negara dalam hal ini TNI melakukan pelanggaran HAM pada rakyat Papua justru bisa melepaskan wilayah tertimur Indonesia itu dari NKRI.
Sedangkan Komisioner Komnas HAM Otto Iskandar Ishak mengatakan OPM (Organisasi Papua Merdeka) bisa menjadi kekuatan politik yang sangat kuat apabila operasi militer di Papua dilakukan dengan adanya pelanggaran HAM.
“Kalau operasi militer dilakukan dengan tidak benar, OPM bisa jadi kekuatan politik yang sangat kuat, karena organisasi ini sudah sangat tua. Lebih tua dari GAM (Gerakan Aceh Merdeka),” kata komisioner Komnas HAM yang sering menangani kasus pelanggaran HAM di Papua tersebut.
Otto mengatakan saat ini rakyat Papua sudah bisa menggunakan pasal pelanggaran HAM sebagai senjata dalam melawan TNI.
Ponto yang merupakan lulusan Akabri AL tahun 1978 tersebut dalam bukunya tak menampik bahwa terjadi pelanggaran HAM di Papua. Ia menilai, untuk mengubah itu harus dilakukan pembenahan dalam aturan-aturan terhadap anggota TNI.
“Kita benahi TNI, karena TNI adalah manusia yang paling patuh pada aturan. Karena sangat patuh pada aturan, maka aturannya yang harus dibenahi lebih dulu,” kata dia.
Ponto berharap agar anggota TNI yang ditugaskan dan melaksanakan tugasnya menjadi seorang pelanggar HAM.
“Jangan sampai anggota TNI yang dikirim dan melaksanakan tugasnya, saat dia pulang dia menjadi pelanggar HAM,” kata dia.
Ponto menjadi anggota BAIS sejak 1996 hingga akhirnya menjadi Kepala BAIS periode 2011-2013. [Antara]
Ponto mengatakan di kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Jakarta, Selasa (17/2/2015), bahwa dunia internasional menilai operasi militer di Papua sebagai pelanggaran HAM.
“Tiap kali terjadi kontak senjata antara pasukan TNI dengan kelompok bersenjata di Papua, dunia menjeratnya dengan pasal-pasal HAM. Pasal-pasal pelanggaran HAM ini hanya diterapkan untuk tentara yang terlibat dalam konflik, tidak untuk anggota kelompok bersenjata,” kata Ponto dalam acara peluncuran bukunya yang berjudul ‘Jangan Lepas Papua’.
Menurut Ponto, apabila negara dalam hal ini TNI melakukan pelanggaran HAM pada rakyat Papua justru bisa melepaskan wilayah tertimur Indonesia itu dari NKRI.
Sedangkan Komisioner Komnas HAM Otto Iskandar Ishak mengatakan OPM (Organisasi Papua Merdeka) bisa menjadi kekuatan politik yang sangat kuat apabila operasi militer di Papua dilakukan dengan adanya pelanggaran HAM.
“Kalau operasi militer dilakukan dengan tidak benar, OPM bisa jadi kekuatan politik yang sangat kuat, karena organisasi ini sudah sangat tua. Lebih tua dari GAM (Gerakan Aceh Merdeka),” kata komisioner Komnas HAM yang sering menangani kasus pelanggaran HAM di Papua tersebut.
Otto mengatakan saat ini rakyat Papua sudah bisa menggunakan pasal pelanggaran HAM sebagai senjata dalam melawan TNI.
Ponto yang merupakan lulusan Akabri AL tahun 1978 tersebut dalam bukunya tak menampik bahwa terjadi pelanggaran HAM di Papua. Ia menilai, untuk mengubah itu harus dilakukan pembenahan dalam aturan-aturan terhadap anggota TNI.
“Kita benahi TNI, karena TNI adalah manusia yang paling patuh pada aturan. Karena sangat patuh pada aturan, maka aturannya yang harus dibenahi lebih dulu,” kata dia.
Ponto berharap agar anggota TNI yang ditugaskan dan melaksanakan tugasnya menjadi seorang pelanggar HAM.
“Jangan sampai anggota TNI yang dikirim dan melaksanakan tugasnya, saat dia pulang dia menjadi pelanggar HAM,” kata dia.
Ponto menjadi anggota BAIS sejak 1996 hingga akhirnya menjadi Kepala BAIS periode 2011-2013. [Antara]