Ada Jaringan yang Lindungi Pembebasan AIPTU Labora Sitorus
pada tanggal
Thursday, 12 February 2015
JAKARTA - Pembebasan anggota Kepolisian Resor Sorong Kota, Papua Barat, Ajun Inspektur Satu Labora Sitorus, yang divonis Mahkamah Agung 15 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar, tak dapat ditoleransi. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly menduga ada jaringan yang melindunginya.
"Tidak mungkin kalau tidak ada sesuatu. Kalau seperti ini, berarti ada satu jaringan yang melindungi beliau (Labora)," kata Yasonna seperti dilansir kompas.com, Selasa (3/2/2015). Ia tidak merinci jaringan yang melindungi Labora itu.
Selain tidak dapat ditoleransi, pembebasan polisi pemilik rekening tak wajar senilai Rp 1,5 triliun itu juga mengejutkan publik. Oleh sebab itu, Yasonna mengancam akan memberikan sanksi berat kepada aparat lembaga pemasyarakatan (LP) yang terlibat dan bertanggung jawab atas pembebasan Labora.
Saat ini, lanjut Yasonna, Kementerian Hukum dan HAM menerjunkan tim inspektorat, termasuk Direktur Jenderal Pemasyarakatan Muhammad Sueb, untuk berkoordinasi dengan Kepala Kepolisian Resor Sorong Kota dan sejumlah instansi terkait. Muhammad Sueb kini berada di Sorong.
"Kami juga akan memanggil Kepala LP Sorong. Ini sangat disesalkan. Katanya, yang bersangkutan (Labora) mau berobat. Itu yang dilaporkan kepada kami. Tetapi, setelah berobat, kenapa tidak kembali lagi?" kata Yasonna.
Ia mendesak agar Labora segera ditemukan dan dikembalikan ke lembaga pemasyarakatan. "Setelah itu, lebih baik Labora dipindahkan dari Papua," ujarnya.
Kejaksaan Terima Surat PencekalanKejaksaan Agung RI telah menerima surat pencekalan untuk memastikan Labora tidak berpergian di dalam negeri maupun ke luar negeri.
"Kita sudah menerima surat pencekalan Labora kemarin," kata Kapuspenkum Kejaksaan Agung RI Tony T Spontana seperti dilansir metrenews.com di Kejaksaan Agung RI, Jakarta Selatan, Selasa (3/2/2015).
Labora menjadi buronan Kejaksaan Agung setelah lepas dari tahanan dengan surat pembebasan manipulasi yang diterima dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sorong, Papua Barat. Namun, pembebasan ini tidak diketahui oleh Jaksa selaku penanggungjawab Labora secara yuridis.
Tony mengatakan Kejaksaan Agung baru mengetahui Labora bebas dari tahanan, saat pihaknya akan mengeksekusi Labora atas putusan kasasi Mahkamah Agung.
"Sekarang kami fokus mencari dimana yang bersangkutan berada, untuk ditangkap, untuk melakukan eksekusi," tandas dia.
Kepala Kejaksaan Tinggi Papua, Herman Da Silva mengaku permintaan pencekalan kepada Kejaksaan Agung itu dilakukan untuk mengantisipasi anggota Kepolisian Resor Raja Ampat, Polda Papua Barat itu melarikan diri ke luar negeri.
Herman juga mengemukakan bahwa Kejati Papua telah membentuk tim khusus untuk mencari dimana keberadaaan Labora Sitorus setelah melarikan diri dari Lapas Sorong beberapa waktu lalu.
Untuk itu, lanjut Herman, Kejati Papua akan berkoordinasi dengan sejumlah pihak guna menangkap Labora Sitorus yang diduga masih bersembunyi di beberapa tempat di Papua Barat.
"Kami akan berkoordinasi dengan pihak keamanan antara lain, Polda Papua Barat, Kodam XVII/Cenderawasih dan juga pihak TNI AL Jayapura dalam proses pencarian," katanya.
Labora sebelumnya divonis penjara 15 tahun dan denda Rp 5 miliar subsider 1 tahun kurungan oleh Mahkamah Agung pada 17 September 2014. Vonis itu sesuai dengan permohonan kasasi jaksa, yang sekaligus menolak permohonan Labora.
Di tingkat Pengadilan Negeri Sorong, majelis hakim meloloskan Labora dari dakwaan kasus pencucian uang. Dianggap melanggar Undang-Undang Migas dan Undang-Undang Kehutanan karena menimbun bahan bakar minyak serta melakukan pembalakan liar, Labora divonis 2 tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsider 6 bulan kurungan.
Jaksa kemudian mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Papua, yang memperberat hukuman Labora menjadi 8 tahun penjara karena terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang. Tak puas dengan putusan MA, terpidana kasus pencucian uang dan penimbunan bahan bakar minyak serta kayu di Papua Barat itu mengajukan kasasi yang justru memperberat hukumannya. [PacificPos]
"Tidak mungkin kalau tidak ada sesuatu. Kalau seperti ini, berarti ada satu jaringan yang melindungi beliau (Labora)," kata Yasonna seperti dilansir kompas.com, Selasa (3/2/2015). Ia tidak merinci jaringan yang melindungi Labora itu.
Selain tidak dapat ditoleransi, pembebasan polisi pemilik rekening tak wajar senilai Rp 1,5 triliun itu juga mengejutkan publik. Oleh sebab itu, Yasonna mengancam akan memberikan sanksi berat kepada aparat lembaga pemasyarakatan (LP) yang terlibat dan bertanggung jawab atas pembebasan Labora.
Saat ini, lanjut Yasonna, Kementerian Hukum dan HAM menerjunkan tim inspektorat, termasuk Direktur Jenderal Pemasyarakatan Muhammad Sueb, untuk berkoordinasi dengan Kepala Kepolisian Resor Sorong Kota dan sejumlah instansi terkait. Muhammad Sueb kini berada di Sorong.
"Kami juga akan memanggil Kepala LP Sorong. Ini sangat disesalkan. Katanya, yang bersangkutan (Labora) mau berobat. Itu yang dilaporkan kepada kami. Tetapi, setelah berobat, kenapa tidak kembali lagi?" kata Yasonna.
Ia mendesak agar Labora segera ditemukan dan dikembalikan ke lembaga pemasyarakatan. "Setelah itu, lebih baik Labora dipindahkan dari Papua," ujarnya.
Kejaksaan Terima Surat PencekalanKejaksaan Agung RI telah menerima surat pencekalan untuk memastikan Labora tidak berpergian di dalam negeri maupun ke luar negeri.
"Kita sudah menerima surat pencekalan Labora kemarin," kata Kapuspenkum Kejaksaan Agung RI Tony T Spontana seperti dilansir metrenews.com di Kejaksaan Agung RI, Jakarta Selatan, Selasa (3/2/2015).
Labora menjadi buronan Kejaksaan Agung setelah lepas dari tahanan dengan surat pembebasan manipulasi yang diterima dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sorong, Papua Barat. Namun, pembebasan ini tidak diketahui oleh Jaksa selaku penanggungjawab Labora secara yuridis.
Tony mengatakan Kejaksaan Agung baru mengetahui Labora bebas dari tahanan, saat pihaknya akan mengeksekusi Labora atas putusan kasasi Mahkamah Agung.
"Sekarang kami fokus mencari dimana yang bersangkutan berada, untuk ditangkap, untuk melakukan eksekusi," tandas dia.
Kepala Kejaksaan Tinggi Papua, Herman Da Silva mengaku permintaan pencekalan kepada Kejaksaan Agung itu dilakukan untuk mengantisipasi anggota Kepolisian Resor Raja Ampat, Polda Papua Barat itu melarikan diri ke luar negeri.
Herman juga mengemukakan bahwa Kejati Papua telah membentuk tim khusus untuk mencari dimana keberadaaan Labora Sitorus setelah melarikan diri dari Lapas Sorong beberapa waktu lalu.
Untuk itu, lanjut Herman, Kejati Papua akan berkoordinasi dengan sejumlah pihak guna menangkap Labora Sitorus yang diduga masih bersembunyi di beberapa tempat di Papua Barat.
"Kami akan berkoordinasi dengan pihak keamanan antara lain, Polda Papua Barat, Kodam XVII/Cenderawasih dan juga pihak TNI AL Jayapura dalam proses pencarian," katanya.
Labora sebelumnya divonis penjara 15 tahun dan denda Rp 5 miliar subsider 1 tahun kurungan oleh Mahkamah Agung pada 17 September 2014. Vonis itu sesuai dengan permohonan kasasi jaksa, yang sekaligus menolak permohonan Labora.
Di tingkat Pengadilan Negeri Sorong, majelis hakim meloloskan Labora dari dakwaan kasus pencucian uang. Dianggap melanggar Undang-Undang Migas dan Undang-Undang Kehutanan karena menimbun bahan bakar minyak serta melakukan pembalakan liar, Labora divonis 2 tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsider 6 bulan kurungan.
Jaksa kemudian mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Papua, yang memperberat hukuman Labora menjadi 8 tahun penjara karena terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang. Tak puas dengan putusan MA, terpidana kasus pencucian uang dan penimbunan bahan bakar minyak serta kayu di Papua Barat itu mengajukan kasasi yang justru memperberat hukumannya. [PacificPos]