Komnas HAM Klaim Ada Pembelokkan Informasi dari Fakta Penembakan di Enarotali
pada tanggal
Thursday, 18 December 2014
KOTA JAYAPURA - Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Pusat Otto Nur Abdullah berpendapat kasus meninggalnya sejumlah warga sipil di Enarotali, Kabupaten Paniai, diduga telah terjadi pembelokan informasi dari fakta yang sebenarnya.
"Kami harus meluruskan konteks kejadiaan di Paniai. Saya mau jelaskan bahwa pihak kepolisian terkesan melakukan pelencengan informasi terhadap kerjadian itu," kata Otto saat berada di Kota Jayapura, Papua, Jumat (12/12/2014).
Ia mengemukakan bahwa berdasarkan laporan informasi yang diterima Komnas HAM terkait kasus Paniai, terdapat sejumlah versi.
"Saya coba bandingkan dengan pernyataan Kabid Humas Polda Papua, lalu media nasional yakni pernyataan Waka Polri yang diubah oleh Kaporli, dan lebih benar serta pernyataan-pernyataan dari lembaga HAM yang ada tentang Paniai ada perbedaan," katanya.
Hanya saja, lanjutnya, sampai sekarang Komnas HAM belum mengatakan bahwa kejadian di Paniai tidak tidak termasuk dalam pelanggarang HAM yang berat atau dikategorikan sebagai pelanggaran kriminal murni.
"Itu tidak kami sampaikan, tetapi yang saya mau tekankan, pertama adalah potensi pelanggaran HAM berat ini dimungkinkan bisa terjadi pascakejadian, karena hingga kini status Kabupaten Paniai siaga satu, kan sekarang TNI sudah buat status itu," katanya.
Kedua, kata Otto, pihaknya juga harus meluruskan konteks kejadiaannya.
"Saya mau jelaskan pihak kepolisian terkesan melakukan pelencengan informasi terhadap kerjadian Paniai," tambahnya.
Hal itu berdasarkan tiga faktor di lapangan yakni pertama adalah mobil Rush merah hitam yang digunakan pada malam hari ketika terjadi kekerasan di Pondok Natal.
Lalu ada penembakan dari atas Gunung Merah, dan ada penembakan dari kerumunan massa.
"Jadi, memang nampaknya pihak Kepolisisan dan TNI ingin mengkambing-hitamkan kelompok bersenjata. Apa lagi, di Jakarta juga ada pernyataan yang mengatakan adanya kelompok bersenjata. Dan Menko Polhukan mengatakan sudah ada perdamaian melalui ada upacara bakar batu," katanya.
Otto yang telah berada di Kota Jayapura sejak empat hari terakhir itu juga berpendapat bahwa pihaknya beranjak dari kronologis yang diterima olehnya dan berdasarkan laporan informasi, sebenarnya masalahnya itu bisa sederhana, asalkan dirunutkan dari awal.
Mulai dari perselisihan di Pondok Natal, kemudian datang mobil Rush yang membawa enam hingga tujuh orang kemudian terjadi aksi kekerasan, terbakarnya kantor KPU Paniai, pemalangan dan adanya penembakkan dari Gunung Merah sehingga adanya warga sipil yang jadi korban.
"Maka, usulannya adalah semua pihak terkait agar melakukan investigasi, harus melakukan interogasi kepada pemilik mobil Rush, siapa dua orang pertama pengendara motor, lalu ada enam hingga tujuh orang didalam mobil Rush," katanya.
Berdasarkan itu, pengguna mobil dan penumpangnya sudah bisa diidentifikasikan. "Ini bisa mengarah kepada Batalyon 753/AVT. Dan yang harus berikan klarifikasi adalah Pangdam Papua. Untuk itu pihak TNI jangan bersembunyi di balik punggung Polri. TNI harus memberikan klarifikasi kepada publik, siapa pengendara mobil Rush, siapa yang pemilik mobilnya. Maka kita akan dapatkan siapa saja yang terlibat kasus ini," katanya.
Otto juga menambahkan dalam laporan informasi dari masyarakat terdapat foto oknum anggota TNI yang menggunakan senjata api laras panjang, baju hijau dan semua atribut perang terlihat dalam peristiwa itu.
"Komnas HAM lebih cenderung ke Batalyon 753/AVT yang kalau ada penugasan ke sana. Namun kedatangan mobil Rush itu bisa memberikan keterangan bahwa apakah itu bagian dari operasi pengintaian? Jika demikian, maka akan jatuh kepada pelanggaran HAM berat, tapi kalau mobil Rush pulang ke markasnya dan dipicu oleh arogansi oknum TNI maka itu peristiwa kriminal murni. Ini akan buktikan semua," katanya.[ant]
Otto menyarankan, pertama, untuk membantu selesaikan kasus Paniai maka dewan adat setempat segera melangsung sidang adat untuk memberikan sanksi kepada para pelaku, dengan harapan ada penyelesaian masalah dan bisa menghargai adat setempat.
"Kedua, saya mendorong, pihak TNI untuk melakukan investigasi tentang duduk perkara yang sebenarnya tentang kejadian tersebut. Ketiga, saya mengharapkan pihak Polda Papua untuk tidak manipulasi kondisi setempat agar tidak terjebak dikemudian hari," katanya.[Antara]
"Kami harus meluruskan konteks kejadiaan di Paniai. Saya mau jelaskan bahwa pihak kepolisian terkesan melakukan pelencengan informasi terhadap kerjadian itu," kata Otto saat berada di Kota Jayapura, Papua, Jumat (12/12/2014).
Ia mengemukakan bahwa berdasarkan laporan informasi yang diterima Komnas HAM terkait kasus Paniai, terdapat sejumlah versi.
"Saya coba bandingkan dengan pernyataan Kabid Humas Polda Papua, lalu media nasional yakni pernyataan Waka Polri yang diubah oleh Kaporli, dan lebih benar serta pernyataan-pernyataan dari lembaga HAM yang ada tentang Paniai ada perbedaan," katanya.
Hanya saja, lanjutnya, sampai sekarang Komnas HAM belum mengatakan bahwa kejadian di Paniai tidak tidak termasuk dalam pelanggarang HAM yang berat atau dikategorikan sebagai pelanggaran kriminal murni.
"Itu tidak kami sampaikan, tetapi yang saya mau tekankan, pertama adalah potensi pelanggaran HAM berat ini dimungkinkan bisa terjadi pascakejadian, karena hingga kini status Kabupaten Paniai siaga satu, kan sekarang TNI sudah buat status itu," katanya.
Kedua, kata Otto, pihaknya juga harus meluruskan konteks kejadiaannya.
"Saya mau jelaskan pihak kepolisian terkesan melakukan pelencengan informasi terhadap kerjadian Paniai," tambahnya.
Hal itu berdasarkan tiga faktor di lapangan yakni pertama adalah mobil Rush merah hitam yang digunakan pada malam hari ketika terjadi kekerasan di Pondok Natal.
Lalu ada penembakan dari atas Gunung Merah, dan ada penembakan dari kerumunan massa.
"Jadi, memang nampaknya pihak Kepolisisan dan TNI ingin mengkambing-hitamkan kelompok bersenjata. Apa lagi, di Jakarta juga ada pernyataan yang mengatakan adanya kelompok bersenjata. Dan Menko Polhukan mengatakan sudah ada perdamaian melalui ada upacara bakar batu," katanya.
Otto yang telah berada di Kota Jayapura sejak empat hari terakhir itu juga berpendapat bahwa pihaknya beranjak dari kronologis yang diterima olehnya dan berdasarkan laporan informasi, sebenarnya masalahnya itu bisa sederhana, asalkan dirunutkan dari awal.
Mulai dari perselisihan di Pondok Natal, kemudian datang mobil Rush yang membawa enam hingga tujuh orang kemudian terjadi aksi kekerasan, terbakarnya kantor KPU Paniai, pemalangan dan adanya penembakkan dari Gunung Merah sehingga adanya warga sipil yang jadi korban.
"Maka, usulannya adalah semua pihak terkait agar melakukan investigasi, harus melakukan interogasi kepada pemilik mobil Rush, siapa dua orang pertama pengendara motor, lalu ada enam hingga tujuh orang didalam mobil Rush," katanya.
Berdasarkan itu, pengguna mobil dan penumpangnya sudah bisa diidentifikasikan. "Ini bisa mengarah kepada Batalyon 753/AVT. Dan yang harus berikan klarifikasi adalah Pangdam Papua. Untuk itu pihak TNI jangan bersembunyi di balik punggung Polri. TNI harus memberikan klarifikasi kepada publik, siapa pengendara mobil Rush, siapa yang pemilik mobilnya. Maka kita akan dapatkan siapa saja yang terlibat kasus ini," katanya.
Otto juga menambahkan dalam laporan informasi dari masyarakat terdapat foto oknum anggota TNI yang menggunakan senjata api laras panjang, baju hijau dan semua atribut perang terlihat dalam peristiwa itu.
"Komnas HAM lebih cenderung ke Batalyon 753/AVT yang kalau ada penugasan ke sana. Namun kedatangan mobil Rush itu bisa memberikan keterangan bahwa apakah itu bagian dari operasi pengintaian? Jika demikian, maka akan jatuh kepada pelanggaran HAM berat, tapi kalau mobil Rush pulang ke markasnya dan dipicu oleh arogansi oknum TNI maka itu peristiwa kriminal murni. Ini akan buktikan semua," katanya.[ant]
Otto menyarankan, pertama, untuk membantu selesaikan kasus Paniai maka dewan adat setempat segera melangsung sidang adat untuk memberikan sanksi kepada para pelaku, dengan harapan ada penyelesaian masalah dan bisa menghargai adat setempat.
"Kedua, saya mendorong, pihak TNI untuk melakukan investigasi tentang duduk perkara yang sebenarnya tentang kejadian tersebut. Ketiga, saya mengharapkan pihak Polda Papua untuk tidak manipulasi kondisi setempat agar tidak terjebak dikemudian hari," katanya.[Antara]