DPR Papua Minta Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Tedjo Edy Purdijatno Hentikan Pengalihan Masalah
pada tanggal
Tuesday, 23 December 2014
KOTA JAYAPURA - Anggota DPR Papua, Ruben Magai meminta Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Tedjo Edy Purdijatno agar tidak membuat pernyataan yang seolah-olah mengalihkan masalah kekerasan di Enarotali, Kabupaten Paniai hingga mengakibatkan lima orang meninggal dunia akibat timah panas.
“Pernyataan Menkopolhukam beberapa waktu lalu yang menyebut sudah dilakukan perdamaian di Paniai lewat bakar batu hanya pernyataan untuk mengalihkan kekerasan yang terjadi di wilayah itu, karena sama sekali tidak ada bakar batu di sana. Jadi kami minta, jangan mengalihkan masalah kekerasan di Paniai,” kata Ruben kepada Bintang Papua belum lama ini di Kantor DPR Papua.
Ia mengatakan, pernyataan yang disampaikan itu merupakan upaya untuk mengalihkan masalah pelanggaran HAM berat di Paniai. Bahkan pernah menyampaikan DES Papua di Polhukam itu sebaiknya dibubrakan. Pasalnya, setiap hari masyarakat berjatuhan, penembakan terus terjadi.
“Jadi ini ada upaya menghilangkan setiap pelanggaran HAM di Papua, padahal setiap hari dunia juga tahu. Setiap hari orang Papua juga makin mengerti. Setiap peristiwa itu terbuka,” ucapnya.
Ruben menyampaikan, bahwa satu hal yang diinginkan ada keterbukaan negara dalam setiap peristiwa, sehingga Menkopolhukam jangan berpikir masalah itu sudah selesai.
“Jangan mengelabui semua masalah di tanah ini. Jakarta harus bertanggungjawab atas setiap peristiwa pelanggaran HAM di Papua,” minta Ruben.
Menurutnya, permasalahan di Paniai merupakan pertanggungjawaban negara terhadap dunia. Sebab saat ini ini dunia sedang memantau Papua.
“Saya minta DES Papua di Polhukam, karena tidak ada pembinaan politik, hukum dan HAM di Papua, hampir setiap saat selalu terjadi panggaran HAM di Papua. Jadi apa gunanya?,” ucapnya.
Kata Ruben, Papua beda dengan daerah lain. Semua oknum mulai dari Pepera hingga kini, semua orang masuk ke Papua hanya cari makan, bukan mempersiapkan orang Papua. Apa yang negara ini buat untuk Papua, meninggalkan kisah yang memilukan.
Dikatkan juga, Jakarta untuk tidak menganggap remeh.
“Di era Orba Papua jadi DOM, kini era reformasi dan era Otsus, tapi Otsusnya dinilai gagal. Lalu muncullah UP4B, ada juga PP 77 pelarangan lambang daerah, lalu muncul lagi permintaan dialog dari rakyat Papua, sekarang Pemprov ajukan draf Otsus Plus dan lain-lain, ini semua bagian dari kegagalan membangun orang Papua,” tandasnya.
“Jakarta harus memperhatikan apa yang dibuat. Jakarta pikir dengan dana triliunan rupiah, masalah selesai. Bicara triliunan di media, semua hanya untuk membiayai aparatur pemerintahan, proyek dari pusat. Semua dibiayai dengan dana itu. Dana itu bukan untuk rakyat,” imbuhnya. [Bintangpapua]
“Pernyataan Menkopolhukam beberapa waktu lalu yang menyebut sudah dilakukan perdamaian di Paniai lewat bakar batu hanya pernyataan untuk mengalihkan kekerasan yang terjadi di wilayah itu, karena sama sekali tidak ada bakar batu di sana. Jadi kami minta, jangan mengalihkan masalah kekerasan di Paniai,” kata Ruben kepada Bintang Papua belum lama ini di Kantor DPR Papua.
Ia mengatakan, pernyataan yang disampaikan itu merupakan upaya untuk mengalihkan masalah pelanggaran HAM berat di Paniai. Bahkan pernah menyampaikan DES Papua di Polhukam itu sebaiknya dibubrakan. Pasalnya, setiap hari masyarakat berjatuhan, penembakan terus terjadi.
“Jadi ini ada upaya menghilangkan setiap pelanggaran HAM di Papua, padahal setiap hari dunia juga tahu. Setiap hari orang Papua juga makin mengerti. Setiap peristiwa itu terbuka,” ucapnya.
Ruben menyampaikan, bahwa satu hal yang diinginkan ada keterbukaan negara dalam setiap peristiwa, sehingga Menkopolhukam jangan berpikir masalah itu sudah selesai.
“Jangan mengelabui semua masalah di tanah ini. Jakarta harus bertanggungjawab atas setiap peristiwa pelanggaran HAM di Papua,” minta Ruben.
Menurutnya, permasalahan di Paniai merupakan pertanggungjawaban negara terhadap dunia. Sebab saat ini ini dunia sedang memantau Papua.
“Saya minta DES Papua di Polhukam, karena tidak ada pembinaan politik, hukum dan HAM di Papua, hampir setiap saat selalu terjadi panggaran HAM di Papua. Jadi apa gunanya?,” ucapnya.
Kata Ruben, Papua beda dengan daerah lain. Semua oknum mulai dari Pepera hingga kini, semua orang masuk ke Papua hanya cari makan, bukan mempersiapkan orang Papua. Apa yang negara ini buat untuk Papua, meninggalkan kisah yang memilukan.
Dikatkan juga, Jakarta untuk tidak menganggap remeh.
“Di era Orba Papua jadi DOM, kini era reformasi dan era Otsus, tapi Otsusnya dinilai gagal. Lalu muncullah UP4B, ada juga PP 77 pelarangan lambang daerah, lalu muncul lagi permintaan dialog dari rakyat Papua, sekarang Pemprov ajukan draf Otsus Plus dan lain-lain, ini semua bagian dari kegagalan membangun orang Papua,” tandasnya.
“Jakarta harus memperhatikan apa yang dibuat. Jakarta pikir dengan dana triliunan rupiah, masalah selesai. Bicara triliunan di media, semua hanya untuk membiayai aparatur pemerintahan, proyek dari pusat. Semua dibiayai dengan dana itu. Dana itu bukan untuk rakyat,” imbuhnya. [Bintangpapua]