Gubernur Dukung Rapat Evaluasi Pembangunan Peternakan dan Kesehatan Hewan (REPPKH) se- Provinsi Papua
pada tanggal
Thursday, 6 November 2014
TIMIKA (MIMIKA) – Gubernur Papua Lukas Enembe, S.IP.,MH mengapresiasi pelaksnaan Rapat Evaluasi Pembangunan Peternakan dan Kesehatan Hewan (REPPKH) se- Provinsi Papua yang diselenggarakan di Kabupaten Mimika.
“Saya berterima kasih kepada Bupati Mimika dan semua jajarannya yeng telah memberikan dukungannya, sehingga pelaksanaan REPPKH se – Provinsi Papua tahun 2014 dapat dilaksanakan di kota tambang yang kita cintai ini. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada nara sumber dari PPK RI perwakilan Papua dan seluruh peserta kabupaten/kota yang hadir ditempat ini untuk bersama-sama memikirkan bagaimana merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi program atau kegiatan pembangunan peternakan dan kesehatan hewan ditanah Papua guna peningkatan ekonomi masyarakat Papua sekarang dan diwaktu yang akan datang,” kata Sekda Kabupaten Mimika Ausilius You, S.Pd.,MM saat membacakan sambutan Gubernur Papua Lukas Enembe, S.IP.,MH saat membuka kegiatan di Rimba Papua Hotel, Rabu (5/11).
Ia menambahkan, dalam pengembangan pembangunan di Provinsi Papua ada empat hal penting yang menjadi permasalahan utama dan menjadi tolak ukur pembangunan Papua. Empat permasalahan utama tersebut yaitu permasalahan Aksebilitas Infrastruktur Daerah, Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat, Politik serta permsalahan dari segi Sosial dan Budaya. Khususnya yang menjadi permasalahan perekonomian di Provinsi Papua meliputi perekonomian rakyat, perekonomian daerah, investasi dan kemitraan, pertanian dan ketahanan pangan, serta perindustrian dan perdagangan.
“Permasalahan mengenai perekonomian rakyat di Provinsi Papua antara lain yang pertama belum efektifnya pengembangan ekonomi kerakyatan untuk menunjang pendapatan keluarga berupa hak masyarakat adat, yang kedua belum efektifnya pelaksanaan pembangunan berbasis kampung dalam memicu produktivitas kampung, yang ketiga belum optimalnya pengembangan otoritas ukuran daerah yang berbasis kewilayaan yang memiliki potensi pasar dengan skala luas baik dari skala regional, nasional, maupun internasional, dan yang keempat belum adanya konsep rencana aksi pengembangan ekonomi rakyat yang lebih komperhensif dan terintegerasi dari tahap produksi sampai tahap pemasaran yang mengarah pada kesesuaian kebutuhan pasar,” ujarnya.
Permasalahan menyangkut perekonomian daerah di Provinsi Papua antara lain pendapatan satu penduduk yang bekerja di sektor pertanian sangat rendah dibanding sektor ekstraktif pertambangan. Belum berkembanganya penelitian dan teknologi budi daya untuk meningkatkan hasil produksi dan kualitas pertanian secara menyeluruh guna menjaga ketahanan pangan daerah dan kurangnya kelembagaan infrastruktur ekonomi yang berpihak pada penduduk lokal terutama dalam pembinaan usaha dan pengkreditan.
Sedangkan untuk permasalahan pertanian dan ketahanan pangan yang terjadi adalah minimnya sumber daya manusia baik tenaga penyuluh maupun masyarakat dan kurangnya produktivitas hasil produksi, rendahnya harga beli tingkat petani, rendahnya gizi masyarakat dan keragaman pangan dan belum efektifnya pemanfaatan lahan pertanian
“Untuk menjawab semua permsalahan pembangunan diatas tersebut sesuai RPJMD Pemerintah Provinsi Papua tahun 2013 sampai 2018 melalui visi dan misi Papua Bangkit, Mandiri dan Sejahterah kita harapkan dapat meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebesar 70%, menurunnya persentase penduduk miskin kurang dari 25%, laju pertumbuhan ekonomi real lebih dari 70%, PDRB perkapita lebih dari 30 juta dan meningkatkan koneksifitas antar daerah di tahun 2018,” ujarya.
Menurutnya telah diketahui bersama bahwa 70% kegiatan perekonomian di Papua berada pada sektor pertanian dalam arti luas, sub sektor peternakan sebagai bagian integral pembangunan sektor pertanian memiliki andil dalam peningkatan perekonomian masyarakat dan hal ini dapat dilihat dengan indeks nilai tukar petani (NTP) masih diatas 100%.
“Daging, telur dan susu merupakan komuditas pangan berprotein tinggi yang bermanfaat dalm pemenuhan gizi masyarakat. Indikator konsumsi daging di Provinsi Papua data statistic menggambarkan bahwa provinsi Papua tahun 2013 dengan jumlah penduduk sebanyak 3,29 juta jiwa tingkat konsumsi daging sebesar 28.000.205 ton atau meningkat sebesar 8,10% dibanding tahun 2012 yang hanya 26.000.092 ton dibandingkan dengan produksi daging lokal Provinsi Papua yang hanya sebesar 13.679 ton sangatlah kurang untuk memenuhi konsumsi daging di Provinsi Papua mengingat laju pertumbuhan penduduk Papua sesuai hasil sensus penduduk tahun 2010 sebesar 5,39% per tahun, maka konsekuensinya adalah mengimpor ternak maupun daging dari luar Papua,” tukasnya.
Menurutnya hal ini merupakan suatu tantangan dan peluang dimana tantangan adalah bagaimana bersama-sama menjawab permasalahan tersebut untuk memenuhi kebutuhan daging yang begitu besar, sedangkan untuk peluangnya adalah meyakinkan masyarakat peternak untuk dapat menjawab itu sebagai pasar dalam melibatkan usaha ternak lokal yang akhirnya akan meningkatkan ekonomi dan masyarakat di daerah.
“Untuk mecapai pembangunan peternakan dan kesehatan hewan di Provinsi Papua bukanlah hal mudah seperti kita membalikkan telapak tangan, apalagi kita menghadapi banyak tantangan dan kendala. Setidaknya ada lima kendala terbesar yang perlu kita ketahui bersama yaitu kondisi dan etos kerja peternak, ketersediaan lahan, produktivitas ternak penyebaran penyakit menular, keamanan pangan asal ternak, dan kondisi kesejahteraan peternak,” sedianya.
Untuk menjawab itu Pemerintah Provinsi Papua mengambil langkah-langkah strategis yaitu pertama pendekatan pembangunan peternakan yang ditingkatkan dari pendekatan produksi ke pendekatan yang berbasis aksobisis, dengan orientasi bisnis maka pengembangan usaha bisnis yang berdaya saing dan berkelanjutan menjadi pertimbangan utama, kedua pembangunan peternakan bukan semata-mata pembangunan sektoral, namun juga ditentukan oleh agro industry hulu dan agro industri hilir dan lembaga jasa penunjang. [SalamPapua]
“Saya berterima kasih kepada Bupati Mimika dan semua jajarannya yeng telah memberikan dukungannya, sehingga pelaksanaan REPPKH se – Provinsi Papua tahun 2014 dapat dilaksanakan di kota tambang yang kita cintai ini. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada nara sumber dari PPK RI perwakilan Papua dan seluruh peserta kabupaten/kota yang hadir ditempat ini untuk bersama-sama memikirkan bagaimana merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi program atau kegiatan pembangunan peternakan dan kesehatan hewan ditanah Papua guna peningkatan ekonomi masyarakat Papua sekarang dan diwaktu yang akan datang,” kata Sekda Kabupaten Mimika Ausilius You, S.Pd.,MM saat membacakan sambutan Gubernur Papua Lukas Enembe, S.IP.,MH saat membuka kegiatan di Rimba Papua Hotel, Rabu (5/11).
Ia menambahkan, dalam pengembangan pembangunan di Provinsi Papua ada empat hal penting yang menjadi permasalahan utama dan menjadi tolak ukur pembangunan Papua. Empat permasalahan utama tersebut yaitu permasalahan Aksebilitas Infrastruktur Daerah, Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat, Politik serta permsalahan dari segi Sosial dan Budaya. Khususnya yang menjadi permasalahan perekonomian di Provinsi Papua meliputi perekonomian rakyat, perekonomian daerah, investasi dan kemitraan, pertanian dan ketahanan pangan, serta perindustrian dan perdagangan.
“Permasalahan mengenai perekonomian rakyat di Provinsi Papua antara lain yang pertama belum efektifnya pengembangan ekonomi kerakyatan untuk menunjang pendapatan keluarga berupa hak masyarakat adat, yang kedua belum efektifnya pelaksanaan pembangunan berbasis kampung dalam memicu produktivitas kampung, yang ketiga belum optimalnya pengembangan otoritas ukuran daerah yang berbasis kewilayaan yang memiliki potensi pasar dengan skala luas baik dari skala regional, nasional, maupun internasional, dan yang keempat belum adanya konsep rencana aksi pengembangan ekonomi rakyat yang lebih komperhensif dan terintegerasi dari tahap produksi sampai tahap pemasaran yang mengarah pada kesesuaian kebutuhan pasar,” ujarnya.
Permasalahan menyangkut perekonomian daerah di Provinsi Papua antara lain pendapatan satu penduduk yang bekerja di sektor pertanian sangat rendah dibanding sektor ekstraktif pertambangan. Belum berkembanganya penelitian dan teknologi budi daya untuk meningkatkan hasil produksi dan kualitas pertanian secara menyeluruh guna menjaga ketahanan pangan daerah dan kurangnya kelembagaan infrastruktur ekonomi yang berpihak pada penduduk lokal terutama dalam pembinaan usaha dan pengkreditan.
Sedangkan untuk permasalahan pertanian dan ketahanan pangan yang terjadi adalah minimnya sumber daya manusia baik tenaga penyuluh maupun masyarakat dan kurangnya produktivitas hasil produksi, rendahnya harga beli tingkat petani, rendahnya gizi masyarakat dan keragaman pangan dan belum efektifnya pemanfaatan lahan pertanian
“Untuk menjawab semua permsalahan pembangunan diatas tersebut sesuai RPJMD Pemerintah Provinsi Papua tahun 2013 sampai 2018 melalui visi dan misi Papua Bangkit, Mandiri dan Sejahterah kita harapkan dapat meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebesar 70%, menurunnya persentase penduduk miskin kurang dari 25%, laju pertumbuhan ekonomi real lebih dari 70%, PDRB perkapita lebih dari 30 juta dan meningkatkan koneksifitas antar daerah di tahun 2018,” ujarya.
Menurutnya telah diketahui bersama bahwa 70% kegiatan perekonomian di Papua berada pada sektor pertanian dalam arti luas, sub sektor peternakan sebagai bagian integral pembangunan sektor pertanian memiliki andil dalam peningkatan perekonomian masyarakat dan hal ini dapat dilihat dengan indeks nilai tukar petani (NTP) masih diatas 100%.
“Daging, telur dan susu merupakan komuditas pangan berprotein tinggi yang bermanfaat dalm pemenuhan gizi masyarakat. Indikator konsumsi daging di Provinsi Papua data statistic menggambarkan bahwa provinsi Papua tahun 2013 dengan jumlah penduduk sebanyak 3,29 juta jiwa tingkat konsumsi daging sebesar 28.000.205 ton atau meningkat sebesar 8,10% dibanding tahun 2012 yang hanya 26.000.092 ton dibandingkan dengan produksi daging lokal Provinsi Papua yang hanya sebesar 13.679 ton sangatlah kurang untuk memenuhi konsumsi daging di Provinsi Papua mengingat laju pertumbuhan penduduk Papua sesuai hasil sensus penduduk tahun 2010 sebesar 5,39% per tahun, maka konsekuensinya adalah mengimpor ternak maupun daging dari luar Papua,” tukasnya.
Menurutnya hal ini merupakan suatu tantangan dan peluang dimana tantangan adalah bagaimana bersama-sama menjawab permasalahan tersebut untuk memenuhi kebutuhan daging yang begitu besar, sedangkan untuk peluangnya adalah meyakinkan masyarakat peternak untuk dapat menjawab itu sebagai pasar dalam melibatkan usaha ternak lokal yang akhirnya akan meningkatkan ekonomi dan masyarakat di daerah.
“Untuk mecapai pembangunan peternakan dan kesehatan hewan di Provinsi Papua bukanlah hal mudah seperti kita membalikkan telapak tangan, apalagi kita menghadapi banyak tantangan dan kendala. Setidaknya ada lima kendala terbesar yang perlu kita ketahui bersama yaitu kondisi dan etos kerja peternak, ketersediaan lahan, produktivitas ternak penyebaran penyakit menular, keamanan pangan asal ternak, dan kondisi kesejahteraan peternak,” sedianya.
Untuk menjawab itu Pemerintah Provinsi Papua mengambil langkah-langkah strategis yaitu pertama pendekatan pembangunan peternakan yang ditingkatkan dari pendekatan produksi ke pendekatan yang berbasis aksobisis, dengan orientasi bisnis maka pengembangan usaha bisnis yang berdaya saing dan berkelanjutan menjadi pertimbangan utama, kedua pembangunan peternakan bukan semata-mata pembangunan sektoral, namun juga ditentukan oleh agro industry hulu dan agro industri hilir dan lembaga jasa penunjang. [SalamPapua]