30 Persen Saham PT Freeport Indonesia akan Dimiliki Pemerintah
pada tanggal
Tuesday, 18 November 2014
TIMIKA (MIMIKA) – Presiden Direktur Freeport Indonesia (PTFI), Rozik B Soetjipto menyatakan, 30 persen saham perusahaan yang dipimpinnya akan dimiliki Pemerintah Indonesia.
“Sejauh ini kesepakatan kami dengan Pemerintah RI, divestasi 30% adalah total untuk semua pemenang saham nasional,” ujarnya saat dikonfirmasi Salam Papua via selulernya, Minggu (16/11).
Menurutnya, dari 30% saham tersebut, sekitar hampir 10% saham PTFI saat ini sudah dimiliki pemerintah. Sedangkan pelepasan 20% saham ke publik akan dimulai pada awal tahun 2015.
"Saham kan harus dilihat dari market value (nilai pasar-red). Saat ini market value kita ada di sekitar angka US$ 15-20 miliar. Ya kalau 10% dari itu sekitar US$ 2 miliar. Jadi 20% ya US$ 4 miliar. Saat ini 9,36% saham sudah dimiliki pemerintah Pusat," ucapnya.
Dikatakannya juga, permintaan pemerintah untuk divestasi 20,64% sahamnya akan dimulai secara bertahap selama lima tahun. 20% saham itu akan dilepas dengan harga perkiraan US$ 4 miliar atau sekitar Rp 48 triliun.
Sebelumnya, pemerintah telah mewajibkan PTFI untuk menyelesaikan kewajiban divestasi saham asingnya sebesar 10,64 persen, sebelum 14 Oktober 2015.
Seperti dilansir pada laman web Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Sukhyar mengatakan, kewajiban tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014.
“Sesuai PP tersebut, maka Freeport sudah harus mendivestasikan sahamnya kepada peserta Indonesia sebesar 20 persen,” kata Sukhyar kepada wartawan di Jakarta, Kamis (13/11) pekan lalu.
Saat ini, sebesar 9,36 persen saham Freeport sudah dimiliki peserta Indonesia melalui pemerintah. Sementara 90,64 persen saham lainnya dikuasai pemegang asing, yakni Freeport McMoran.
Sesuai PP No. 77 Tahun 2014 itu, maka paling lambat sampai 14 Oktober 2015, Freeport sudah harus mendivestasikan sahamnya sebesar 10,64 persen. Menurut Sukhyar, sesuai PP 77/2014, Freeport juga sudah harus mendivestasikan hingga 30 persen dalam lima tahun atau sebelum 14 Oktober 2019.
“Kewajiban divestasi sebesar 30 persen sudah tertuang dalam nota kesepahaman renegosiasi kontrak karya Freeport,” jelasnya.
Ditambahkan Dirjen Mineral dan Batubara itu bahwa, pihaknya akan membuat peraturan Menteri ESDM tentang tata cara divestasi untuk menindaklanjuti PP tersebut.
“Pemerintah melalui Kementerian Keuangan juga harus mengevaluasi nilai divestasinya. Nilai divestasi yang ditawarkan kepada pemerintah mestinya dibawah harga pasar,” ujar Sukhyar.
Pihak PT Freeport Indonesia sendiri menghitung, sesuai harga pasar saat ini, nilai 10 persen sahamnya sekitar 2 miliar dolar AS atau hampir Rp 50 triliun. Ini bukanlah tekanan. Dalam kesempatan itu, Dirjen Mineral dan Batubara Sukhyar membantah anggapan, jika penerbitan PP No.77/2014 yang memberikan kemudahan kewajiban divestasi dimaksudkan sebagai tekanan perusahaan asing termasuk Freeport.
“Kewajiban divestasi berbeda-beda karena skala investasinya juga berbeda-beda. Kalau investasi besar tentunya butuh waktu untuk pengembaliannya,” ujar Sukhyar.
Ia menjelaskan, sesuai PP 77/2014, pemerintah menurunkan besaran divestasi saham bagi perusahaan asing yang melakukan kegiatan tambang bawah tanah dan terbuka seperti Freeport dari 51 persen menjadi hanya 30 persen. PP yang ditandatangani mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 14 Oktober 2014 itu merupakan revisi dari Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012. [SalamPapua]
“Sejauh ini kesepakatan kami dengan Pemerintah RI, divestasi 30% adalah total untuk semua pemenang saham nasional,” ujarnya saat dikonfirmasi Salam Papua via selulernya, Minggu (16/11).
Menurutnya, dari 30% saham tersebut, sekitar hampir 10% saham PTFI saat ini sudah dimiliki pemerintah. Sedangkan pelepasan 20% saham ke publik akan dimulai pada awal tahun 2015.
"Saham kan harus dilihat dari market value (nilai pasar-red). Saat ini market value kita ada di sekitar angka US$ 15-20 miliar. Ya kalau 10% dari itu sekitar US$ 2 miliar. Jadi 20% ya US$ 4 miliar. Saat ini 9,36% saham sudah dimiliki pemerintah Pusat," ucapnya.
Dikatakannya juga, permintaan pemerintah untuk divestasi 20,64% sahamnya akan dimulai secara bertahap selama lima tahun. 20% saham itu akan dilepas dengan harga perkiraan US$ 4 miliar atau sekitar Rp 48 triliun.
Sebelumnya, pemerintah telah mewajibkan PTFI untuk menyelesaikan kewajiban divestasi saham asingnya sebesar 10,64 persen, sebelum 14 Oktober 2015.
Seperti dilansir pada laman web Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Sukhyar mengatakan, kewajiban tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014.
“Sesuai PP tersebut, maka Freeport sudah harus mendivestasikan sahamnya kepada peserta Indonesia sebesar 20 persen,” kata Sukhyar kepada wartawan di Jakarta, Kamis (13/11) pekan lalu.
Saat ini, sebesar 9,36 persen saham Freeport sudah dimiliki peserta Indonesia melalui pemerintah. Sementara 90,64 persen saham lainnya dikuasai pemegang asing, yakni Freeport McMoran.
Sesuai PP No. 77 Tahun 2014 itu, maka paling lambat sampai 14 Oktober 2015, Freeport sudah harus mendivestasikan sahamnya sebesar 10,64 persen. Menurut Sukhyar, sesuai PP 77/2014, Freeport juga sudah harus mendivestasikan hingga 30 persen dalam lima tahun atau sebelum 14 Oktober 2019.
“Kewajiban divestasi sebesar 30 persen sudah tertuang dalam nota kesepahaman renegosiasi kontrak karya Freeport,” jelasnya.
Ditambahkan Dirjen Mineral dan Batubara itu bahwa, pihaknya akan membuat peraturan Menteri ESDM tentang tata cara divestasi untuk menindaklanjuti PP tersebut.
“Pemerintah melalui Kementerian Keuangan juga harus mengevaluasi nilai divestasinya. Nilai divestasi yang ditawarkan kepada pemerintah mestinya dibawah harga pasar,” ujar Sukhyar.
Pihak PT Freeport Indonesia sendiri menghitung, sesuai harga pasar saat ini, nilai 10 persen sahamnya sekitar 2 miliar dolar AS atau hampir Rp 50 triliun. Ini bukanlah tekanan. Dalam kesempatan itu, Dirjen Mineral dan Batubara Sukhyar membantah anggapan, jika penerbitan PP No.77/2014 yang memberikan kemudahan kewajiban divestasi dimaksudkan sebagai tekanan perusahaan asing termasuk Freeport.
“Kewajiban divestasi berbeda-beda karena skala investasinya juga berbeda-beda. Kalau investasi besar tentunya butuh waktu untuk pengembaliannya,” ujar Sukhyar.
Ia menjelaskan, sesuai PP 77/2014, pemerintah menurunkan besaran divestasi saham bagi perusahaan asing yang melakukan kegiatan tambang bawah tanah dan terbuka seperti Freeport dari 51 persen menjadi hanya 30 persen. PP yang ditandatangani mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 14 Oktober 2014 itu merupakan revisi dari Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012. [SalamPapua]