Yesaya Sombuk Dituntut 6 Tahun Penjara dan Denda Rp 250 Juta
pada tanggal
Thursday, 2 October 2014
JAKARTA - Bupati Biak Numfor Yesaya Sombuk pada persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin, dituntut hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider 5 bulan kurungan ditambah pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik.
Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi Haerudin dalam persidangan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta itu mengatakan, Bupati Yesaya Sombuk dituntut hukuman pidana setelah menerima hadiah berupa uang sebesar 100 ribu dolar Singapura dari pengusaha Teddy Renyut terkait proyek.
Terdakwa menerima uang itu agar memberikan program pembangunan Tanggul Laut (Talud) Abrasi di Kabupaten Biak Numfor, Papua, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2014 pada Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) kepada pengusaha Teddy Renyut.
“Menuntut supaya majelis hakim memutuskan untuk menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut sebagaimana pasal 12 ayat 1 huruf a UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan primer dan menjatuhkan pidana terhadap terdakwa pidana penjara selama 6 tahun denda Rp250 juta subsider 5 bulan kurungan dengan perintah tetap ditahan,” kata jaksa Haerudin.
Jaksa juga minta agar Yesaya dicabut hak politiknya. “Menghukum terdakwa dengan pidana tambahan berupa pencabutan hak-hak tertentu untuk dipilih dalam jabatan publik,” ungkap jaksa Haerudin.
Pencabutan hak tersebut berdasarkan aturan dalam KUHP.
“Bahwa dengan mempertimbangkan pula ketentuan pasal 10 huruf b angka 1 jo pasal 35 ayat 1 angka 3 KUHP yang menyatakan bahwa pidana tambahan berupa pencabutan hak-hak tertentu antar lain hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum dapat dijatuhkan kepada terdakwa,” tambah Haerudin.
Jaksa menilai bahwa Yesaya yang berinsiatif minta uang kepada Direktur PT Papua Indah Perkasa Teddy Renyut.
“Hal-hal yang memberatkan adalah perbuatan terdakwa dilakukan saat negara sedang giat-giatnya melakukan upaya pemberantasan korupsi. Terdakwa sebagai kepala daerah, mempunya inisiatif minta uang kepada Teddy Renyut. Sedangkan hal yang meringankan terdakwa belum pernah dihukum, mengakui terus terang perbuatannya, menyesali perbuatannya,” jelas Haerudin Yesaya pertama kali bertemu dengan Teddi pada Maret 2014 di Thamrin City Mall Jakarta Pusat dan dilanjutkan di hotel Amaris Jakarta setelah Yesaya dilantik sebagai Bupati.
Teddi pada Mei 2014 memberitahukan kepada Kepala Badan Pembangunan Daerah (Bappeda) Biak Numfor Turbey Onisimus Dangeubun bahwa dalam APBN-P 2013 terdapat program pembangunan Talud di Biak Numfor dianggarkan Kementerian PDT dengan nilai sekitar Rp20 miliar. Teddi juga memberitahukan bahwa ia akan membantu mengawal pengusulan proyek itu.
Selanjutnya Turbey menginformasikan hal tersebut kepada Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (Bappeda) Biak Numfor Yunus Saflembolo kemudian diinformasikan kepada Yesaya Sombuk.
Pada Juni 2014, Yesaya menghubungi Yunus dan minta dia untuk menghubungi Teddi. Disampaikan kepada Teddi bahwa Yesaya sedang membutuhkan uang sekitar Rp600 juta. Yesaya pada 5 Juni 2014 minta untuk bertemu Teddi di hotal Acacia Jakarta karena kebetulan sedang berada di Jakarta.
Ketika bertemu terdakwa, Yesaya Sombuk menyampaikan bahwa ia sedang membutuhkan uang sebesar Rp600 juta dan dijawab terdakwa “Saat ini saya tidak ada uang, tapi kalau kakak ada memberikan pekerjaan yang pasti, saya bisa ngambil kredit dari bank”.
Pada pertemuan itu Yesaya juga mengatakan kepada Teddi bahwa kalau ada proyek di Biak maka Teddi-lah yang mengawal dan mengerjakannya sehingga Teddi bersedia memenuhi permintaan uang Rp600 juta yang diminta Yesaya tersebut.
Yesaya lalu menelepon Yunus agar datang ke Jakarta guna mengecek kejelasan proyek bencana di Kabupaten Biak Numfor. Setelah dilakukukan pengecekan, dipastikan bahwa Sekretaris Menteri (Sesmen) Kementerian PDT memang ada dana untuk proyek bencana di Kabupaten Biak Numfor.
Pada malam harinya sekitar pukul 21.00 WIB, Yesaya menghubungi Yunus dan minta supaya dia menyampaikan kembali kepada Teddi mengenai permintaan uang Rp600 juta dengan imbalan Yesaya memberikan proyek Talud atau proyek pembangunan lain di Kabupaten Biak hingga Teddi menyanggupinya. Yunus kemudian menyampaikan kesanggupan terdakwa kepada Yesaya dan Yesaya mengatakan kepada Yunus “Nanti kalau saya datang ke Jakarta, akan saya ambil”.
Realisasinya dilakukan pada 13 dan 16 Juni 2014, Yesaya tiba di Jakarta dan menginap di kamar 715 hotel Acacia yang sudah dipesankan Teddi.
Teddi pada 13 Juni 2014 menyerahkan amlop putih berisi mata uang dolar Singapura sebesar 63 ribu dolar Singapura sambil mengatakan ‘Ini Pak, yang bisa saya bantu, kalau bisa pekerjaan dipastikan oleh Pak Yunus, karena saya juga meminjam kredit’ dan dijawab oleh Yesaya Sombuk “Nanti diatur saja sama Yunus”.
Setelah menerima uang tersebut, beberapa saat kemudian Yesaya menelepon Yunus dan mengatakan bahwa uang yang diberikan Teddi masih kurang dan kalau bisa ditambah lagi Rp350 juta sehingga Yunus menelepon Teddi pada keesokan harinya dan minta tambahan uang dalam bentuk dolar Singapura dan uang tambahan diberikan pada 16 Juni 2014.
Teddi ditemani Yunus kembali menemui Yesaya di hotel yang sama untuk menyerahkan uang 37 ribu dolar AS atau setara Rp350 juta sambil menyatakan “Tolong diperhatikan kalau bisa dibantu pekerjaan di Biak” dan dijawab oleh Yesaya Sombuk “Nanti diatur dengan Yunus”.
Setelah Teddi dan Yunus berada di luar kamar 715, Teddi pun ditangkap petugas KPK dan ketika dilakukan penggeledahan ditemukan barang bukti berupa satu amplop warna putih berisi 63 ribu dolar Singapura terdiri dari enam lembar pecahan 10 ribu dolar Singapura dan tiga lembar pecahan 1.000 dolar Singapura serta satu amplop berisi uang 37 ribu dolar Singapura yang terdiri dari 37 lembar pecahan 1.000 dolar Singapura.
“Perbuatan terdakwa sebagai kepada daerah yang menerima 63 ribu dolar Singapura pada 13 Juni 2014 dan dilanjutkan menerima 37 ribu dolar Singapura dari Teddy Renyut untuk menggerakkan terdakwa agar memberikan program pembangunan Tanggul Laut Abrasi di Kabupaten Biak Numfor dalam APBN-P 2014 pada Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal,” kata jaksa Ni Negah Gina Saraswati. Atas tuntutan tersebut, Yesaya mengajukan nota pembelaan (pledoi).
“Kami akan mengajukan nota pembelaan secara tertulis dan kami mohon waktu dan terdakwa Pak Yesaya akan mengajukan pembelaan secara pribadi,” kata pengacara Yesaya, Pieter Eli.
“Majelis memberikan bonus kepada penasihat hukum selama dua minggu untuk melakukan pembelaan yang akan dibacakan pada 13 Oktober,” kata ketua majelis hakim Artha Theresia.
Hakim juga mengizinkan Yesaya untuk diperiksa sebagai tersangka dalam kasus yang ditangani Kejaksaan Tinggi Papua dalam kasus dugaan korupsi penyalahgunaan dana rehabilitasi sekolah 25 ruang kelas di Kabupaten Supiori dari APBN 2012 dengan nilai proyek Rp10,2 miliar.
“Majelis menerima surat dari Kejati Papua untuk memeriksa tersangka pada 3 Oktober dan sudah diberikan silakan dilakukan sebaik-baiknya,” kata hakim Artha.[ANT]
Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi Haerudin dalam persidangan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta itu mengatakan, Bupati Yesaya Sombuk dituntut hukuman pidana setelah menerima hadiah berupa uang sebesar 100 ribu dolar Singapura dari pengusaha Teddy Renyut terkait proyek.
Terdakwa menerima uang itu agar memberikan program pembangunan Tanggul Laut (Talud) Abrasi di Kabupaten Biak Numfor, Papua, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2014 pada Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) kepada pengusaha Teddy Renyut.
“Menuntut supaya majelis hakim memutuskan untuk menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut sebagaimana pasal 12 ayat 1 huruf a UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan primer dan menjatuhkan pidana terhadap terdakwa pidana penjara selama 6 tahun denda Rp250 juta subsider 5 bulan kurungan dengan perintah tetap ditahan,” kata jaksa Haerudin.
Jaksa juga minta agar Yesaya dicabut hak politiknya. “Menghukum terdakwa dengan pidana tambahan berupa pencabutan hak-hak tertentu untuk dipilih dalam jabatan publik,” ungkap jaksa Haerudin.
Pencabutan hak tersebut berdasarkan aturan dalam KUHP.
“Bahwa dengan mempertimbangkan pula ketentuan pasal 10 huruf b angka 1 jo pasal 35 ayat 1 angka 3 KUHP yang menyatakan bahwa pidana tambahan berupa pencabutan hak-hak tertentu antar lain hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum dapat dijatuhkan kepada terdakwa,” tambah Haerudin.
Jaksa menilai bahwa Yesaya yang berinsiatif minta uang kepada Direktur PT Papua Indah Perkasa Teddy Renyut.
“Hal-hal yang memberatkan adalah perbuatan terdakwa dilakukan saat negara sedang giat-giatnya melakukan upaya pemberantasan korupsi. Terdakwa sebagai kepala daerah, mempunya inisiatif minta uang kepada Teddy Renyut. Sedangkan hal yang meringankan terdakwa belum pernah dihukum, mengakui terus terang perbuatannya, menyesali perbuatannya,” jelas Haerudin Yesaya pertama kali bertemu dengan Teddi pada Maret 2014 di Thamrin City Mall Jakarta Pusat dan dilanjutkan di hotel Amaris Jakarta setelah Yesaya dilantik sebagai Bupati.
Teddi pada Mei 2014 memberitahukan kepada Kepala Badan Pembangunan Daerah (Bappeda) Biak Numfor Turbey Onisimus Dangeubun bahwa dalam APBN-P 2013 terdapat program pembangunan Talud di Biak Numfor dianggarkan Kementerian PDT dengan nilai sekitar Rp20 miliar. Teddi juga memberitahukan bahwa ia akan membantu mengawal pengusulan proyek itu.
Selanjutnya Turbey menginformasikan hal tersebut kepada Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (Bappeda) Biak Numfor Yunus Saflembolo kemudian diinformasikan kepada Yesaya Sombuk.
Pada Juni 2014, Yesaya menghubungi Yunus dan minta dia untuk menghubungi Teddi. Disampaikan kepada Teddi bahwa Yesaya sedang membutuhkan uang sekitar Rp600 juta. Yesaya pada 5 Juni 2014 minta untuk bertemu Teddi di hotal Acacia Jakarta karena kebetulan sedang berada di Jakarta.
Ketika bertemu terdakwa, Yesaya Sombuk menyampaikan bahwa ia sedang membutuhkan uang sebesar Rp600 juta dan dijawab terdakwa “Saat ini saya tidak ada uang, tapi kalau kakak ada memberikan pekerjaan yang pasti, saya bisa ngambil kredit dari bank”.
Pada pertemuan itu Yesaya juga mengatakan kepada Teddi bahwa kalau ada proyek di Biak maka Teddi-lah yang mengawal dan mengerjakannya sehingga Teddi bersedia memenuhi permintaan uang Rp600 juta yang diminta Yesaya tersebut.
Yesaya lalu menelepon Yunus agar datang ke Jakarta guna mengecek kejelasan proyek bencana di Kabupaten Biak Numfor. Setelah dilakukukan pengecekan, dipastikan bahwa Sekretaris Menteri (Sesmen) Kementerian PDT memang ada dana untuk proyek bencana di Kabupaten Biak Numfor.
Pada malam harinya sekitar pukul 21.00 WIB, Yesaya menghubungi Yunus dan minta supaya dia menyampaikan kembali kepada Teddi mengenai permintaan uang Rp600 juta dengan imbalan Yesaya memberikan proyek Talud atau proyek pembangunan lain di Kabupaten Biak hingga Teddi menyanggupinya. Yunus kemudian menyampaikan kesanggupan terdakwa kepada Yesaya dan Yesaya mengatakan kepada Yunus “Nanti kalau saya datang ke Jakarta, akan saya ambil”.
Realisasinya dilakukan pada 13 dan 16 Juni 2014, Yesaya tiba di Jakarta dan menginap di kamar 715 hotel Acacia yang sudah dipesankan Teddi.
Teddi pada 13 Juni 2014 menyerahkan amlop putih berisi mata uang dolar Singapura sebesar 63 ribu dolar Singapura sambil mengatakan ‘Ini Pak, yang bisa saya bantu, kalau bisa pekerjaan dipastikan oleh Pak Yunus, karena saya juga meminjam kredit’ dan dijawab oleh Yesaya Sombuk “Nanti diatur saja sama Yunus”.
Setelah menerima uang tersebut, beberapa saat kemudian Yesaya menelepon Yunus dan mengatakan bahwa uang yang diberikan Teddi masih kurang dan kalau bisa ditambah lagi Rp350 juta sehingga Yunus menelepon Teddi pada keesokan harinya dan minta tambahan uang dalam bentuk dolar Singapura dan uang tambahan diberikan pada 16 Juni 2014.
Teddi ditemani Yunus kembali menemui Yesaya di hotel yang sama untuk menyerahkan uang 37 ribu dolar AS atau setara Rp350 juta sambil menyatakan “Tolong diperhatikan kalau bisa dibantu pekerjaan di Biak” dan dijawab oleh Yesaya Sombuk “Nanti diatur dengan Yunus”.
Setelah Teddi dan Yunus berada di luar kamar 715, Teddi pun ditangkap petugas KPK dan ketika dilakukan penggeledahan ditemukan barang bukti berupa satu amplop warna putih berisi 63 ribu dolar Singapura terdiri dari enam lembar pecahan 10 ribu dolar Singapura dan tiga lembar pecahan 1.000 dolar Singapura serta satu amplop berisi uang 37 ribu dolar Singapura yang terdiri dari 37 lembar pecahan 1.000 dolar Singapura.
“Perbuatan terdakwa sebagai kepada daerah yang menerima 63 ribu dolar Singapura pada 13 Juni 2014 dan dilanjutkan menerima 37 ribu dolar Singapura dari Teddy Renyut untuk menggerakkan terdakwa agar memberikan program pembangunan Tanggul Laut Abrasi di Kabupaten Biak Numfor dalam APBN-P 2014 pada Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal,” kata jaksa Ni Negah Gina Saraswati. Atas tuntutan tersebut, Yesaya mengajukan nota pembelaan (pledoi).
“Kami akan mengajukan nota pembelaan secara tertulis dan kami mohon waktu dan terdakwa Pak Yesaya akan mengajukan pembelaan secara pribadi,” kata pengacara Yesaya, Pieter Eli.
“Majelis memberikan bonus kepada penasihat hukum selama dua minggu untuk melakukan pembelaan yang akan dibacakan pada 13 Oktober,” kata ketua majelis hakim Artha Theresia.
Hakim juga mengizinkan Yesaya untuk diperiksa sebagai tersangka dalam kasus yang ditangani Kejaksaan Tinggi Papua dalam kasus dugaan korupsi penyalahgunaan dana rehabilitasi sekolah 25 ruang kelas di Kabupaten Supiori dari APBN 2012 dengan nilai proyek Rp10,2 miliar.
“Majelis menerima surat dari Kejati Papua untuk memeriksa tersangka pada 3 Oktober dan sudah diberikan silakan dilakukan sebaik-baiknya,” kata hakim Artha.[ANT]