Manajemen PT Freeport Indonesia Dinilai Lalaikan Standar Sistem Keselamatan Kerja
pada tanggal
Thursday, 2 October 2014
TIMIKA (MIMIKA) - Tokoh pemuda di Mimika, Papua, menilai manajemen PT Freeport Indonesia telah melalaikan penerapan standar sistem keselamatan kerja, yang terbukti dari banyaknya kasus kecelakan kerja yang menewaskan puluhan pekerja di perusahaan tambang.
"Ada kesan selama ini Freeport tidak pernah menganggap penting para pekerjanya. Tahun lalu saja ada 28 pekerja yang meninggal karena tertimpa reruntuhan tambang, toh tidak ada apa-apanya. Apalagi kalau hanya empat sampai lima orang yang meninggal," kata Decki Mirino, tokoh pemuda di Mimika, di Timika, Rabu.
Ia mengatakan, mencuat kesan seolah-olah bagi Freeport nyawa orang sama sekali tidak ada artinya, atau hanya sekadar memberi uang duka jika ada pekerja yang meninggal dunia dalam kecelakaan kerja.
Decky menilai sikap "besar kepala" yang dipertontonkan oleh manajemen Freeport selama ini tidak lepas dari adanya keberpihakan pemerintah terhadap perusahaan investasi asal Amerika Serikat itu.
Akibatnya pada setiap kasus kecelakaan kerja di wilayah tambang Freeport, tidak pernah ada investigasi yang benar-benar bersifat independen yang bermuara pada diseretnya pihak-pihak yang bertanggung jawab ke sebuah proses hukum yang adil.
"Setiap terjadi kecelakaan kerja di Freeport, pasti mereka selalu mengatakan akan dilakukan investigasi oleh Kementerian ESDM ataupun oleh pihak kepolisian. Tapi mana hasilnya. Ataukah investigasi itu hanya tipu-tipu. Kami sangat pesimistis ada investigasi yang benar-benar netral dalam setiap kasus kecelakaan kerja di Freeport," ujar Decky.
Sementara itu Yayasan Hak Azasi Manusia Anti Kekerasan (Yamahak) Timika mengingatkan Freeport untuk menegakkan peraturan keselamatan dan kesehatan kerja untuk meminimalisasi kasus kecelakaan kerja.
Pembina Yamahak Timika Arnold Ronsumbre mengatakan, Freeport harus bisa memberikan perlindungan yang maksimal kepada pekerjanya karena pekerja merupakan aset bagi perusahaan.
Yamahak menduga kasus kecelakaan kerja yang menewaskan empat pekerja di tambang terbuka Grasberg pada Sabtu (27/9) lalu karena unsur kelalaian dari para pekerja sendiri.
Empat pekerja PT Freeport yang meninggal akibat kecelakaan lalu lintas di tambang terbuka Grasberg pada Sabtu (27/9) pagi, yaitu Luther Patanggi, Simon Seba, Richardo Tomasila dan Nursio.
Sebelumnya pada Mei 2013, sebanyak 28 pekerja Freeport juga tewas setelah terjebak dalam reruntuhan atap fasilitas pelatihan tambang bawah tanah Big Gossan.
Buntut dari banyaknya kasus kecelakaan kerja di tambang Freeport itu, pada Selasa pagi sekitar pukul 02.15 WIT, para pekerja Freeport memblokade ruas jalan poros tambang, tepatnya di depan Kantor Security Ridge Camp Mile 72 Distrik Tembagapura.
Sekitar 350 pekerja Freeport yang dikoordinir oleh Julius Mairuhu dilaporkan memblokade jalan poros tambang untuk menuntut manajemen perusahaan itu menyelesaikan proses investigasi terhadap kecelakaan kerja di tambang terbuka Grasberg, Sabtu (27/9).
Julius Mairuhu dan rekan-rekannya dilaporkan memblokade ruas jalan poros tambang Freeport menggunakan empat balok kayu dan satu konteiner sehingga menghalangi kendaraan dan pekerja lainnya untuk menuju ke lokasi kerja mereka di Grasberg, pabrik pengolahan Mil 74, tambang bawah tanah (underground) dan lainnya.
Untuk menenangkan pekerja, manajemen Freeport dilaporkan menghadirkan tokoh masyarakat Suku Amungme, Anis Natkime dan Kapolsek Tembagapura AKP Sudirman. Namun imbauan dari Anis Natkime agar para pekerja membuka blokade jalan tidak digubris para pekerja.
Hingga Selasa petang, ruas jalan poros tambang Freeport dilaporkan masih diblokade oleh para pekerja. [ANT]
"Ada kesan selama ini Freeport tidak pernah menganggap penting para pekerjanya. Tahun lalu saja ada 28 pekerja yang meninggal karena tertimpa reruntuhan tambang, toh tidak ada apa-apanya. Apalagi kalau hanya empat sampai lima orang yang meninggal," kata Decki Mirino, tokoh pemuda di Mimika, di Timika, Rabu.
Ia mengatakan, mencuat kesan seolah-olah bagi Freeport nyawa orang sama sekali tidak ada artinya, atau hanya sekadar memberi uang duka jika ada pekerja yang meninggal dunia dalam kecelakaan kerja.
Decky menilai sikap "besar kepala" yang dipertontonkan oleh manajemen Freeport selama ini tidak lepas dari adanya keberpihakan pemerintah terhadap perusahaan investasi asal Amerika Serikat itu.
Akibatnya pada setiap kasus kecelakaan kerja di wilayah tambang Freeport, tidak pernah ada investigasi yang benar-benar bersifat independen yang bermuara pada diseretnya pihak-pihak yang bertanggung jawab ke sebuah proses hukum yang adil.
"Setiap terjadi kecelakaan kerja di Freeport, pasti mereka selalu mengatakan akan dilakukan investigasi oleh Kementerian ESDM ataupun oleh pihak kepolisian. Tapi mana hasilnya. Ataukah investigasi itu hanya tipu-tipu. Kami sangat pesimistis ada investigasi yang benar-benar netral dalam setiap kasus kecelakaan kerja di Freeport," ujar Decky.
Sementara itu Yayasan Hak Azasi Manusia Anti Kekerasan (Yamahak) Timika mengingatkan Freeport untuk menegakkan peraturan keselamatan dan kesehatan kerja untuk meminimalisasi kasus kecelakaan kerja.
Pembina Yamahak Timika Arnold Ronsumbre mengatakan, Freeport harus bisa memberikan perlindungan yang maksimal kepada pekerjanya karena pekerja merupakan aset bagi perusahaan.
Yamahak menduga kasus kecelakaan kerja yang menewaskan empat pekerja di tambang terbuka Grasberg pada Sabtu (27/9) lalu karena unsur kelalaian dari para pekerja sendiri.
Empat pekerja PT Freeport yang meninggal akibat kecelakaan lalu lintas di tambang terbuka Grasberg pada Sabtu (27/9) pagi, yaitu Luther Patanggi, Simon Seba, Richardo Tomasila dan Nursio.
Sebelumnya pada Mei 2013, sebanyak 28 pekerja Freeport juga tewas setelah terjebak dalam reruntuhan atap fasilitas pelatihan tambang bawah tanah Big Gossan.
Buntut dari banyaknya kasus kecelakaan kerja di tambang Freeport itu, pada Selasa pagi sekitar pukul 02.15 WIT, para pekerja Freeport memblokade ruas jalan poros tambang, tepatnya di depan Kantor Security Ridge Camp Mile 72 Distrik Tembagapura.
Sekitar 350 pekerja Freeport yang dikoordinir oleh Julius Mairuhu dilaporkan memblokade jalan poros tambang untuk menuntut manajemen perusahaan itu menyelesaikan proses investigasi terhadap kecelakaan kerja di tambang terbuka Grasberg, Sabtu (27/9).
Julius Mairuhu dan rekan-rekannya dilaporkan memblokade ruas jalan poros tambang Freeport menggunakan empat balok kayu dan satu konteiner sehingga menghalangi kendaraan dan pekerja lainnya untuk menuju ke lokasi kerja mereka di Grasberg, pabrik pengolahan Mil 74, tambang bawah tanah (underground) dan lainnya.
Untuk menenangkan pekerja, manajemen Freeport dilaporkan menghadirkan tokoh masyarakat Suku Amungme, Anis Natkime dan Kapolsek Tembagapura AKP Sudirman. Namun imbauan dari Anis Natkime agar para pekerja membuka blokade jalan tidak digubris para pekerja.
Hingga Selasa petang, ruas jalan poros tambang Freeport dilaporkan masih diblokade oleh para pekerja. [ANT]