Joko Widodo dan Jusuf Kalla Didesak Prioritaskan Dialog Jakarta-Papua
pada tanggal
Sunday, 5 October 2014
JAKARTA - Presiden dan wakil presiden Indonesia terpilih Joko Widodo dan Jusuf Kalla didesak sejumlah pihak untuk menjadikan dialog Jakarta-Papua sebagai agenda dan fasilitas utama dalam penyelesaian konflik di Papua yang sudah berlangsung lebih dari 50 tahun itu.
Desakan itu mengemika dalam diskusi publik bertema "Masa Depan Papua dalam Pemerintahan Jokowi-JK' yang digelar di kantor Komisi Tindak Kekerasan dan Orang Hilang (KontraS), Borobudur Nomor 14, Menteng, Jakarta Pusat Jumat, (03/10/14).
Salah satu pembicara dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Adriana Elisabet menilai, Dialog Jakarta-Papua adalah sebuah fasilitas yang biasa yang bisa dugunkan untuk mencari solusi atas konflik yang berkepanjangan di Papua oleh Jokowi dan JK.
"Semoga jokowi dan JK bisa tuntaskan masalah Papua lewat dialog. Jangan ada air mata orang Papua lagi," pinta Adriana Elisabet.
Hal senada juga disampaikan Marinus Yaung, Pengamat Hukum Internasional dari Universitas Cenderawasih (Uncen).
"Konflik di Papua itu diciptakan lalu dipelihara. Soal ini kita bisa lihat dari tidakan negara dalam melihat persoalan Papua. Saat kunjungan petinggi negara di Papua, bukan menteri ekonomi dan menteri pendidikan yang datang tapi Menkopolhukham, Menpan dan setaranya," kata Young.
Menurut Yaung, penyelesaikan konflik Papua dibutuhkan pendekatan dialogis yang diminta oleh orang Papua. "Jangan tarik menarik lagi, dialog Papua-Jakarta harus diwujudkan, bukan lagi ditawar kembali dengan konsep yang disusun oleh negar."
Koordinator Nasional Papua Solidarity (Napas), Zely Ariane memaparkan dasar masalah Papua yang hingga saat ini belum berakhir.
"Pelanggaran hak asasi manusia, penekanan hak berkumpul dan hak ekspresi atas nama negara di Papua sudah bermula dari tahun 1961. Hingga sekarang belum selesai," tutur Zely.
Maka, kata Zely, Jokowi-JK perlu mencari pendekatan baru, yakni melalui dialog Jakarta-Papua yang melibatkan semua pihak di Papua dan Jakarta.
Salah satu akademisi dan peneliti isu Papua, Budi Hermawan mengemukan sejumlah hal atas kajiannya yang menjadi dasar mengapa dialog Jakarta-Papua sangat mendesak dan penting.
Desakan dialog disampaikan juga oleh Ketua Sinode Kingmi Papua, Pendeta Benny Giay pada diskusi publik ini.
Atas desakan itu, Rini M Soemarno, Ketua Tim Transisi Jokowi-JK mengatakan, pihaknya sudah menampung semua aspirasi masyarakat Papua baik pada saat diskusi maupun yang telah disampaikan oleh sejumlah kelompok dari Papua.
Rini M Soemarno berjanji, pihaknya akan menyampaikan sejumlah masukan itu kepaa Jokowo-JK. [MSC]
Desakan itu mengemika dalam diskusi publik bertema "Masa Depan Papua dalam Pemerintahan Jokowi-JK' yang digelar di kantor Komisi Tindak Kekerasan dan Orang Hilang (KontraS), Borobudur Nomor 14, Menteng, Jakarta Pusat Jumat, (03/10/14).
Salah satu pembicara dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Adriana Elisabet menilai, Dialog Jakarta-Papua adalah sebuah fasilitas yang biasa yang bisa dugunkan untuk mencari solusi atas konflik yang berkepanjangan di Papua oleh Jokowi dan JK.
"Semoga jokowi dan JK bisa tuntaskan masalah Papua lewat dialog. Jangan ada air mata orang Papua lagi," pinta Adriana Elisabet.
Hal senada juga disampaikan Marinus Yaung, Pengamat Hukum Internasional dari Universitas Cenderawasih (Uncen).
"Konflik di Papua itu diciptakan lalu dipelihara. Soal ini kita bisa lihat dari tidakan negara dalam melihat persoalan Papua. Saat kunjungan petinggi negara di Papua, bukan menteri ekonomi dan menteri pendidikan yang datang tapi Menkopolhukham, Menpan dan setaranya," kata Young.
Menurut Yaung, penyelesaikan konflik Papua dibutuhkan pendekatan dialogis yang diminta oleh orang Papua. "Jangan tarik menarik lagi, dialog Papua-Jakarta harus diwujudkan, bukan lagi ditawar kembali dengan konsep yang disusun oleh negar."
Koordinator Nasional Papua Solidarity (Napas), Zely Ariane memaparkan dasar masalah Papua yang hingga saat ini belum berakhir.
"Pelanggaran hak asasi manusia, penekanan hak berkumpul dan hak ekspresi atas nama negara di Papua sudah bermula dari tahun 1961. Hingga sekarang belum selesai," tutur Zely.
Maka, kata Zely, Jokowi-JK perlu mencari pendekatan baru, yakni melalui dialog Jakarta-Papua yang melibatkan semua pihak di Papua dan Jakarta.
Salah satu akademisi dan peneliti isu Papua, Budi Hermawan mengemukan sejumlah hal atas kajiannya yang menjadi dasar mengapa dialog Jakarta-Papua sangat mendesak dan penting.
Desakan dialog disampaikan juga oleh Ketua Sinode Kingmi Papua, Pendeta Benny Giay pada diskusi publik ini.
Atas desakan itu, Rini M Soemarno, Ketua Tim Transisi Jokowi-JK mengatakan, pihaknya sudah menampung semua aspirasi masyarakat Papua baik pada saat diskusi maupun yang telah disampaikan oleh sejumlah kelompok dari Papua.
Rini M Soemarno berjanji, pihaknya akan menyampaikan sejumlah masukan itu kepaa Jokowo-JK. [MSC]