Willem Frans Ansanay Nilai Pelanggaran HAM di Papua Dilakukan juga Oleh Oknum Pejabat Berperilaku Koruptor
pada tanggal
Monday, 10 March 2014
KOTA JAYAPURA - Pengamat Sosial, Politik Nasional dan HAM di Papua, Willem Frans Ansanay, S.H., M.Si., mengatakan, wajar kalau dimana-mana ada seruan bahwa terjadi pelanggaran HAM yang luar biasa di Papua. Dikatakan, pelanggaran HAM bukan saja dilakukan oleh TNI/Polri, tetapi cikal bakalnya juga berasal dari pejabat-pejabat yang berperilaku koruptor yang tidak mampu memberdayakan masyarakatnya di wilayahnya masing-masing.
Kondisi ini menyebabkan ada tuntutan keluar dari kemiskinan, berperilaku lebih ekstrim kepada sebuah teritoril yang bebas dan akhirnya berdampak pada pertumbuhan darah dan pelanggaran HAM, yang dilihat dari aspek pelanggaran yang dilakukan TNI/Polri.
Padahal lanjutnya sebetulnya tidak, karena pelanggaran HAM itu cikal bakalnya juga diawali oleh para pejabat Papua yang berperilaku koruptor, dan ketidakberpihakan pembangunan yang menyentuh kebutuhan dasar masyarakat miskin yang terisolir di Tanah Papua.
Dikatakan, dampak yang selama ini terjadi adalah masyarakat semakin hari menuntut agar kesejahteraan diperhatikan, yang ditunjukkan melalui ekspresi-ekspresi tindakan kriminal yang menjurus kepada supersif, yang kemudian memunculkan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), dan akibatnya adalah terjadilah penistaan terhadap NKRI.
Sementara itu terkait dengan pesta demokrasi di Papua, dikatakan Pemilu Legislatif (Pileg) 2014 tinggal menghitung hari saja, dimana kurang lebih tersisa 1 bulan lagi digelar, untuk itu masyarakat Papua diminta cerdas untuk memilih wakil-wakilnya baik di DPRD (Kabupaten/kota), DPRP, DPD dan DPR RI.
Pemilu ini dapat dikatakan berhasil bila pemilih menggunakan hak suaranya dengan baik dan memilih wakil rakyat yang paham dan tahu persis kondisi masyarakat yang ada di Papua, khususnya pemberdayaan orang asli Papua kedepannya supaya mereka dapat menikmati perubahan kesejahteraan dalam Provinsi Papua ini yang dengan anggaran yang besar.
Jika ditelusuri anggaran yang dikucurkan Pemerintah Pusat yang diperuntukan Provinsi Papua, maka dana Otsus Papua sangat besar diberikan perhatian kepada Provinsi Papua, yang tujuannya adalah pemberdayaan kehidupan rakyat Papua yang lebih baik lagi, namun pada saat yang sama, kemiskinan, keterbelakangan baik dari sisi pendidikan dan kesehatan masih terburuk secara nasional.
“Tentunya ini dipertanyakan, karena dana yang sebegitu besar yang diberikan kepada Papua kenapa tidak digunakan sebaik mungkin kepada masyarakat miskin yang ada di Papua,” ungkapnya kepada Bintang Papua di Posko Pemenangan Partai Demokrat di Batas Kota Jayapura-Sentani, Jumat, (07/03/2014).
Untuk mengukur kinerja dan rasa memiliki terhadap masyarakat miskin asli Papua, tentunya sudah harus masyarakat telah dapat menilai para pejabatnya (Baik di eksekutif maupun legislatif) yang selama ini menjabat, entah itu bupati, walikota, DPRD (DPRP) dan para pejabat eselon II di Provinsi Papua, dan Kabupaten/Kota dalam memanfaatkan alokasi anggaran pembangunan yang senantiasa berkolaborasi dengan orang-orang yang memiliki kepentingan sempit dan ini menyebabkan semua anggaran pembangunan di daerah itu disulap dalam bentuk proyek-proyek yang kemudian sentuhan kepada masyarakat tidak terasa, karena meski anggarannya besar, tetapi kemiskinan terus bertambah dari hari ke hari.
Celakannya, dalam periode 2012, sebetulnya kalau penegak hukum di Papua mau transparan membuka berbagai pelanggaran tindak pidana korupsi di Papua. Tapi satu persoalan yang menjadi aneh bagi dirinya bahwa adanya temuan mengenai dana Bantuan Sosial (Bansos) yang digunakan pejabat publik yang ada di Provinsi Papua, yang harusnya dana Bansos itu diperuntukan bagi rakyat miskin. Hanya saja kenyataannya ada pejabat yang menggunakan dana Bansos, sehingga ini wajib ditelusuri dan konsukwensi hukumnya harus jelas. Dengan demikian kepolisian dan kejaksaan harus peka terhadap tindak pidana korupsi yang terjadi di Papua.
“Saya juga berharap bahwa kejaksaan dan kepolisian untuk oknum-oknum tertentu jangan menjadikan pejabat di Papua sebagai mesin ATM. Kalau ini (ATM) sudah menjadi latar belakang pemahaman aparat polisi dan kejaksanaan, maka sampai kapanpun penegakan hukum bagi tindak pidana korupsi tidak pernah tersentuh,” katanya.
Dirinya cenderung melihat bahwa dana Otsus dan dana Bansos sudah banyak disalahgunakan baik itu dalam keperluan Pemilu, keperluan Partai Politik (Parpol) dan keperluan pribadi para pejabat di Papua. Ini yang wajib ditelusuri kembali dan diproses hukum lebih lanjut supaya tidak menambah persoalan kemiskinan bagi masyarakat Papua.
Baginya sangat apresiasi terhadap kebijakan Gubernur Provinsi Papua Lukas Enembe, S.IP., M.H., dalam penegakan hukum di Papua, dimana Gubernur Lukas Enembe dengan tegas meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI untuk melakukan take over (penekanan hukum) bagi anggaran pembangunan Papua periode 2010-2013, dimana pernah tercium anggarannya tersimpan di Bank Mandiri dan lain sebagainya.
Dengan demikian, dirinya menganggap bahwa kalau selama ini sampai detik ini banyak Parpol berbicara tentang perubahan semangat baru dan keinginan melakukan restorasi dan sebagainya, justru dirinya malah merasa geli, karena walaupun partainya baru, semangatnya baru, tetapi manusianya adalah manusia lama. Ya diibaratkan casingnya baru, tetapi bodi dan isinya prodak lama yang memiliki perilaku koruptor yang perlu diawasi, dan bila perlu patut diawasi dengan ketat serta semangat KPK RI turun ke Papua harus didukung.
Untuk itulah, rakyat harus memilih anggota DPRD, DPRP yang betul-betul kredibel yang kelak tidak menyengsarakan masyarakat. (Termasuk para pejabat eksekutif). [BintangPapua]
Kondisi ini menyebabkan ada tuntutan keluar dari kemiskinan, berperilaku lebih ekstrim kepada sebuah teritoril yang bebas dan akhirnya berdampak pada pertumbuhan darah dan pelanggaran HAM, yang dilihat dari aspek pelanggaran yang dilakukan TNI/Polri.
Padahal lanjutnya sebetulnya tidak, karena pelanggaran HAM itu cikal bakalnya juga diawali oleh para pejabat Papua yang berperilaku koruptor, dan ketidakberpihakan pembangunan yang menyentuh kebutuhan dasar masyarakat miskin yang terisolir di Tanah Papua.
Dikatakan, dampak yang selama ini terjadi adalah masyarakat semakin hari menuntut agar kesejahteraan diperhatikan, yang ditunjukkan melalui ekspresi-ekspresi tindakan kriminal yang menjurus kepada supersif, yang kemudian memunculkan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), dan akibatnya adalah terjadilah penistaan terhadap NKRI.
Sementara itu terkait dengan pesta demokrasi di Papua, dikatakan Pemilu Legislatif (Pileg) 2014 tinggal menghitung hari saja, dimana kurang lebih tersisa 1 bulan lagi digelar, untuk itu masyarakat Papua diminta cerdas untuk memilih wakil-wakilnya baik di DPRD (Kabupaten/kota), DPRP, DPD dan DPR RI.
Pemilu ini dapat dikatakan berhasil bila pemilih menggunakan hak suaranya dengan baik dan memilih wakil rakyat yang paham dan tahu persis kondisi masyarakat yang ada di Papua, khususnya pemberdayaan orang asli Papua kedepannya supaya mereka dapat menikmati perubahan kesejahteraan dalam Provinsi Papua ini yang dengan anggaran yang besar.
Jika ditelusuri anggaran yang dikucurkan Pemerintah Pusat yang diperuntukan Provinsi Papua, maka dana Otsus Papua sangat besar diberikan perhatian kepada Provinsi Papua, yang tujuannya adalah pemberdayaan kehidupan rakyat Papua yang lebih baik lagi, namun pada saat yang sama, kemiskinan, keterbelakangan baik dari sisi pendidikan dan kesehatan masih terburuk secara nasional.
“Tentunya ini dipertanyakan, karena dana yang sebegitu besar yang diberikan kepada Papua kenapa tidak digunakan sebaik mungkin kepada masyarakat miskin yang ada di Papua,” ungkapnya kepada Bintang Papua di Posko Pemenangan Partai Demokrat di Batas Kota Jayapura-Sentani, Jumat, (07/03/2014).
Untuk mengukur kinerja dan rasa memiliki terhadap masyarakat miskin asli Papua, tentunya sudah harus masyarakat telah dapat menilai para pejabatnya (Baik di eksekutif maupun legislatif) yang selama ini menjabat, entah itu bupati, walikota, DPRD (DPRP) dan para pejabat eselon II di Provinsi Papua, dan Kabupaten/Kota dalam memanfaatkan alokasi anggaran pembangunan yang senantiasa berkolaborasi dengan orang-orang yang memiliki kepentingan sempit dan ini menyebabkan semua anggaran pembangunan di daerah itu disulap dalam bentuk proyek-proyek yang kemudian sentuhan kepada masyarakat tidak terasa, karena meski anggarannya besar, tetapi kemiskinan terus bertambah dari hari ke hari.
Celakannya, dalam periode 2012, sebetulnya kalau penegak hukum di Papua mau transparan membuka berbagai pelanggaran tindak pidana korupsi di Papua. Tapi satu persoalan yang menjadi aneh bagi dirinya bahwa adanya temuan mengenai dana Bantuan Sosial (Bansos) yang digunakan pejabat publik yang ada di Provinsi Papua, yang harusnya dana Bansos itu diperuntukan bagi rakyat miskin. Hanya saja kenyataannya ada pejabat yang menggunakan dana Bansos, sehingga ini wajib ditelusuri dan konsukwensi hukumnya harus jelas. Dengan demikian kepolisian dan kejaksaan harus peka terhadap tindak pidana korupsi yang terjadi di Papua.
“Saya juga berharap bahwa kejaksaan dan kepolisian untuk oknum-oknum tertentu jangan menjadikan pejabat di Papua sebagai mesin ATM. Kalau ini (ATM) sudah menjadi latar belakang pemahaman aparat polisi dan kejaksanaan, maka sampai kapanpun penegakan hukum bagi tindak pidana korupsi tidak pernah tersentuh,” katanya.
Dirinya cenderung melihat bahwa dana Otsus dan dana Bansos sudah banyak disalahgunakan baik itu dalam keperluan Pemilu, keperluan Partai Politik (Parpol) dan keperluan pribadi para pejabat di Papua. Ini yang wajib ditelusuri kembali dan diproses hukum lebih lanjut supaya tidak menambah persoalan kemiskinan bagi masyarakat Papua.
Baginya sangat apresiasi terhadap kebijakan Gubernur Provinsi Papua Lukas Enembe, S.IP., M.H., dalam penegakan hukum di Papua, dimana Gubernur Lukas Enembe dengan tegas meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI untuk melakukan take over (penekanan hukum) bagi anggaran pembangunan Papua periode 2010-2013, dimana pernah tercium anggarannya tersimpan di Bank Mandiri dan lain sebagainya.
Dengan demikian, dirinya menganggap bahwa kalau selama ini sampai detik ini banyak Parpol berbicara tentang perubahan semangat baru dan keinginan melakukan restorasi dan sebagainya, justru dirinya malah merasa geli, karena walaupun partainya baru, semangatnya baru, tetapi manusianya adalah manusia lama. Ya diibaratkan casingnya baru, tetapi bodi dan isinya prodak lama yang memiliki perilaku koruptor yang perlu diawasi, dan bila perlu patut diawasi dengan ketat serta semangat KPK RI turun ke Papua harus didukung.
Untuk itulah, rakyat harus memilih anggota DPRD, DPRP yang betul-betul kredibel yang kelak tidak menyengsarakan masyarakat. (Termasuk para pejabat eksekutif). [BintangPapua]