Revisi Undang-undang Otonomi Khusus Papua Masih Timbulkan Pro dan Kontra
pada tanggal
Saturday, 15 March 2014
JAKARTA - Revisi Undang-undang Otonomi Khusus Papua yang sedang dibahas oleh pemerintah pusat, tim Papua dan Papua Barat masih menimbulkan pro dan kontra di masyarakat Papua.
Perbaikan UU Otonomi khusus nomor 21 tahun 2001 tentang Papua sejauh ini telah memasuki tahap akhir dan siap diserahkan ke DPR untuk dibahas lebih lanjut, kata asisten staf khusus Presiden bidang Otonomi Daerah dan Pembangunan Daerah, Masud Said.
"Itulah yang disebut otonomi khusus 'plus' Papua," kata Masud Said kepada BBC Indonesia, Selasa (11/01/2014) sore.
Menurutnya, RUU Otonomi khusus Papua "diperluas" itu akan memberi "ruang yang lebih luas kepada pemerintah dan rakyat Papua".
Akhir Januari 2014 lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menerima laporan hasil pembahasan RUU tersebut dari gubernur Papua, Papua Barat, Majelis Rakyat Papua, serta jajaran pemerintahan di bawahnya.
Perbaikan UU Otonomi Khusus Papua dilakukan setelah penerapannya selama 12 tahun terakhir dianggap tidak sesuai harapan atau dianggap gagal oleh para penentangnya.
Pro dan kontra
Tokoh masyarakat Papua, Franz Albert Joku dan Nicholas Messet adalah pihak yang mendukung upaya revisi UU Otonomi Khusus Papua.
Keduanya menyatakan baru kembali dari kunjungan ke Fiji atas undangan pemerintah negara tersebut, sekitar sebulan setelah para menteri luar negeri dari Melanesian Spearhead Group, berkunjung ke Indonesia, pertengahan Januari 2014 lalu.
Menurut Franz Albert, dia menerima kehadiran UU Otonomi khusus karena merupakan kompromi politik antara pemerintah dan Papua, walaupun ada kelemahan di dalamnya.
"Walaupun tidak sempurna dan tidak lengkap, untuk kami itulah opsi yang ada di depan mata," kata Franz.
Walaupun masih berupa rancangan, sebagian masyarakat Papua, terutama kelompok yang mendukung ide pemisahan Papua dari Indonesia, menyatakan menolak revisi UU Otonomi Khusus.
Oktovianus Pogau, wartawan dan aktivis yang selama ini mengamati pembahasan revisi UU Otonomi khusus Papua, mengatakan, sebagian masyarakat Papua menolak Otonomi Khusus dan upaya revisinya.
"Saya melihat mayoritas masyarakat Papua tidak menginginkan evaluasi UU otsus Papua, karena dianggap gagal," katanya saat dihubungi BBC Indonesia.
Menurut Pogau mereka yang menolaknya telah menawarkan dialog dan referendum sebagai penyelesaian masalah di Papua.
"Itulah aspirasi yang paling mewakili rakyat Papua," klaimnya. [BBC]
Perbaikan UU Otonomi khusus nomor 21 tahun 2001 tentang Papua sejauh ini telah memasuki tahap akhir dan siap diserahkan ke DPR untuk dibahas lebih lanjut, kata asisten staf khusus Presiden bidang Otonomi Daerah dan Pembangunan Daerah, Masud Said.
"Itulah yang disebut otonomi khusus 'plus' Papua," kata Masud Said kepada BBC Indonesia, Selasa (11/01/2014) sore.
Menurutnya, RUU Otonomi khusus Papua "diperluas" itu akan memberi "ruang yang lebih luas kepada pemerintah dan rakyat Papua".
Akhir Januari 2014 lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menerima laporan hasil pembahasan RUU tersebut dari gubernur Papua, Papua Barat, Majelis Rakyat Papua, serta jajaran pemerintahan di bawahnya.
Perbaikan UU Otonomi Khusus Papua dilakukan setelah penerapannya selama 12 tahun terakhir dianggap tidak sesuai harapan atau dianggap gagal oleh para penentangnya.
Pro dan kontra
Tokoh masyarakat Papua, Franz Albert Joku dan Nicholas Messet adalah pihak yang mendukung upaya revisi UU Otonomi Khusus Papua.
Keduanya menyatakan baru kembali dari kunjungan ke Fiji atas undangan pemerintah negara tersebut, sekitar sebulan setelah para menteri luar negeri dari Melanesian Spearhead Group, berkunjung ke Indonesia, pertengahan Januari 2014 lalu.
Menurut Franz Albert, dia menerima kehadiran UU Otonomi khusus karena merupakan kompromi politik antara pemerintah dan Papua, walaupun ada kelemahan di dalamnya.
"Walaupun tidak sempurna dan tidak lengkap, untuk kami itulah opsi yang ada di depan mata," kata Franz.
Walaupun masih berupa rancangan, sebagian masyarakat Papua, terutama kelompok yang mendukung ide pemisahan Papua dari Indonesia, menyatakan menolak revisi UU Otonomi Khusus.
Oktovianus Pogau, wartawan dan aktivis yang selama ini mengamati pembahasan revisi UU Otonomi khusus Papua, mengatakan, sebagian masyarakat Papua menolak Otonomi Khusus dan upaya revisinya.
"Saya melihat mayoritas masyarakat Papua tidak menginginkan evaluasi UU otsus Papua, karena dianggap gagal," katanya saat dihubungi BBC Indonesia.
Menurut Pogau mereka yang menolaknya telah menawarkan dialog dan referendum sebagai penyelesaian masalah di Papua.
"Itulah aspirasi yang paling mewakili rakyat Papua," klaimnya. [BBC]