Pemerintah Indonesia Tolak Isi Pidato Tentang Papua oleh Perdana Menteri Vanuatu
pada tanggal
Friday, 7 March 2014
JENEWA (SWISS) - Pemerintah Indonesia, dengan tegas menolak Pidato tentang Papua yang disampaikan oleh PM Vanuatu, Moana Carcases Kalosil.
Melalui Wakil Tetap RI pada PBB di Jenewa Duta Besar Triyono Wibowo memberi respon terhadap pidato PM Vanuatu, Moana Carcases Kalosil. Respon sebagai hak jawab ini dengan tegas menolak pidato yang disampaikan oleh Moana dalam sesi sidang HAM PBB ke 25 di Jenewa, Selasa (04/03/2014). Respon tersebut bisa saksikan di laman UN WebTV. Berikut ini terjemahan dari transkrip respon Pemerintah Indonesia tersebut.
Hak Jawab Pemerintah Indonesia
Tuan Ketua,
Delegasi kami mengangkat suara untuk menggunakan hak jawab atas pernyataan yang dibuat oleh Vanuatu.
Pemerintah Republik Indonesia secara tegas menolak pernyataan yang berkaitan dengan apa yang disebut ‘masalah Papua’, yang disajikan oleh Perdana Menteri Vanuatu, Tuan Moana Carcessess Kalosil, pada Sidang Tingkat Tinggi pagi tadi.
Pernyataannya secara menyedihkan mencerminkan kurangnya pengetahuan atas fakta-fakta utama mengenai peran PBB dalam sejarah dan posisi masyarakat internasional pada umumnya mengenai keadaan Indonesia dewasa ini, terutama mengenai perkembangan terkini di Provinsi Papua dan Papua Barat.
Kami terlalu paham atas dinamika politik dalam negeri Vanuatu yang memainkan peran dalam mengangkat apa yang disebut ‘masalah Papua’ di berbagai forum, khususnya PBB, seperti jelas terungkap dalam pernyataan yang dibuat oleh Kantor Perdana Menteri Sato Kilman pada Mei 2012 dan diterbitkan oleh Vanuatu Daily Post pada 22 Mei 2012 yang antara lain menyatakan:
“Di Vanutu, masalah Papua telah dipolitisir dan digunakan oleh berbagai partai politik dan gerakan politik bukan untuk kepentingan orang Papua tetapi lebih untuk pemilu dan propaganda politik…”
Selanjutnya, pernyataan Tuan Kalosil semata-mata bertentangan dengan kunjungan tingkat tinggi delegasi MSG yang mewakili komunitas Melanesia, ke Indonesia tgl. 11-16 Januari 2014. Dalam kunjungan setingkat menteri ini hadir delegasi Fiji, Papua Niugini, Kepulauan Solomon dan perwakilian dari Kaledonia juga perwakilan tinggi MSG. Mereka mengadakan kunjungan langsung ke Provinsi Papua dan memperoleh informasi dari tangan pertama. Pernyataan resmi yang dihasilkan dari kunjungan ini menegaskan bahwa Pemerintah Indonesia dan anggota-anggota MSG bertekad bulat untuk memperat kerjasama dan memajukan hubungan kerjasama ke depan.
Lebih buruk lagi, pernyataannya juga bertentangan dengan keinginan pemerintah Vanuatu sendiri dalam kaitan dengan kerjasama dengan Indonesia seperti tercermin dalam Perjanjian Kerjasama Bilateral tahun 2011. Perjanjian ini memuat kerangka hukum bagi dua negara untuk saling menghormati kedaulatan masing-masing, kesatuan dan keutuhan wilayah dan prinsip tidak mencampuri urusan dalam negeri masing-masing.
Tuan Ketua, Karena itu, Indonesia tidak akan terkecoh oleh pernyataan semacam itu. Kami akan terus melanjutkan agenda demokrasi kami, termasuk memajukan dan menghormati hak asasi manusia seluruh warganya.
Pada saat yang sama, kami juga akan mendorong upaya memajukan kerjasama persahabatan dengan Pemerintah dan rakyat Vanuatu berdasarkan prinsip-prinsip yang mengatur hubungan antara negara atas dasar sikap persahabaan. Niat baik ini telah kami tunjukkan dalam paparan rekomendasi kepada Vanuatu saat terjadi pembahasan UPR Vanuatu Januari lalu.
Akhirnya, Tuan Ketua, kami hendak meminta Anda supaya pernyataan ini dicatat sebagai dokumen dan arsip resmi dari Dewan HAM. Terima Kasih. [TabloidJubi]
Melalui Wakil Tetap RI pada PBB di Jenewa Duta Besar Triyono Wibowo memberi respon terhadap pidato PM Vanuatu, Moana Carcases Kalosil. Respon sebagai hak jawab ini dengan tegas menolak pidato yang disampaikan oleh Moana dalam sesi sidang HAM PBB ke 25 di Jenewa, Selasa (04/03/2014). Respon tersebut bisa saksikan di laman UN WebTV. Berikut ini terjemahan dari transkrip respon Pemerintah Indonesia tersebut.
Hak Jawab Pemerintah Indonesia
Tuan Ketua,
Delegasi kami mengangkat suara untuk menggunakan hak jawab atas pernyataan yang dibuat oleh Vanuatu.
Pemerintah Republik Indonesia secara tegas menolak pernyataan yang berkaitan dengan apa yang disebut ‘masalah Papua’, yang disajikan oleh Perdana Menteri Vanuatu, Tuan Moana Carcessess Kalosil, pada Sidang Tingkat Tinggi pagi tadi.
Pernyataannya secara menyedihkan mencerminkan kurangnya pengetahuan atas fakta-fakta utama mengenai peran PBB dalam sejarah dan posisi masyarakat internasional pada umumnya mengenai keadaan Indonesia dewasa ini, terutama mengenai perkembangan terkini di Provinsi Papua dan Papua Barat.
Kami terlalu paham atas dinamika politik dalam negeri Vanuatu yang memainkan peran dalam mengangkat apa yang disebut ‘masalah Papua’ di berbagai forum, khususnya PBB, seperti jelas terungkap dalam pernyataan yang dibuat oleh Kantor Perdana Menteri Sato Kilman pada Mei 2012 dan diterbitkan oleh Vanuatu Daily Post pada 22 Mei 2012 yang antara lain menyatakan:
“Di Vanutu, masalah Papua telah dipolitisir dan digunakan oleh berbagai partai politik dan gerakan politik bukan untuk kepentingan orang Papua tetapi lebih untuk pemilu dan propaganda politik…”
Selanjutnya, pernyataan Tuan Kalosil semata-mata bertentangan dengan kunjungan tingkat tinggi delegasi MSG yang mewakili komunitas Melanesia, ke Indonesia tgl. 11-16 Januari 2014. Dalam kunjungan setingkat menteri ini hadir delegasi Fiji, Papua Niugini, Kepulauan Solomon dan perwakilian dari Kaledonia juga perwakilan tinggi MSG. Mereka mengadakan kunjungan langsung ke Provinsi Papua dan memperoleh informasi dari tangan pertama. Pernyataan resmi yang dihasilkan dari kunjungan ini menegaskan bahwa Pemerintah Indonesia dan anggota-anggota MSG bertekad bulat untuk memperat kerjasama dan memajukan hubungan kerjasama ke depan.
Lebih buruk lagi, pernyataannya juga bertentangan dengan keinginan pemerintah Vanuatu sendiri dalam kaitan dengan kerjasama dengan Indonesia seperti tercermin dalam Perjanjian Kerjasama Bilateral tahun 2011. Perjanjian ini memuat kerangka hukum bagi dua negara untuk saling menghormati kedaulatan masing-masing, kesatuan dan keutuhan wilayah dan prinsip tidak mencampuri urusan dalam negeri masing-masing.
Tuan Ketua, Karena itu, Indonesia tidak akan terkecoh oleh pernyataan semacam itu. Kami akan terus melanjutkan agenda demokrasi kami, termasuk memajukan dan menghormati hak asasi manusia seluruh warganya.
Pada saat yang sama, kami juga akan mendorong upaya memajukan kerjasama persahabatan dengan Pemerintah dan rakyat Vanuatu berdasarkan prinsip-prinsip yang mengatur hubungan antara negara atas dasar sikap persahabaan. Niat baik ini telah kami tunjukkan dalam paparan rekomendasi kepada Vanuatu saat terjadi pembahasan UPR Vanuatu Januari lalu.
Akhirnya, Tuan Ketua, kami hendak meminta Anda supaya pernyataan ini dicatat sebagai dokumen dan arsip resmi dari Dewan HAM. Terima Kasih. [TabloidJubi]