Masalah Papua Barat akan Dibahas pada Forum Pasifik dan Forum Melanesia Spearhead Group
pada tanggal
Saturday, 25 January 2014
KOTA JAYAPURA - ‘Presiden Negara Republik Papua Barat’ (NRPB), Yance Hembring, mengatakan, sejarah mencatat bahwa Resolusi PBB No 2504/1969 tertanggal 19 November 1969 merupakan sebuah pelanggaran politik kepada rakyat Papua, karena Papua Barat pada dasarnya telah berdaulat sendiri, sehingga hal tersebut terus menjadi tuntutan bagi rakyat Papua Barat ke dunia Internasional, baik ke wilayah Eropa maupun Pasifik Selatan.
Terhadap hal itu, sesuai dengan laporan yang diterima dirinya dari aktivis Organisasi Papua Merdeka (OPM) Vanuatu bahwa pada Agustus 2014 masalah integrasi Papua Barat ke dalam NKRI dibahas secara serius di Forum Pasifik.
“Tapi itu sebelumnya dibahas di forum MSG pada 14 Maret 2014 mendatang,” ungkapnya dalam press releasenya ke Kantor Redaksi Bintang Papua, Jumat, (24/01/2014).
Menurutnya, jika nanti dalam pembahasan di Forum Pasifik tidak ada persoalan yang menghadang, maka juga direkomendasikan ke sidang umum tahunan PBB pada September 2014.
Lanjutnya, bagaimanapun upaya Pemerintah Indonesia untuk menghentikan usaha kemerdekaan Papua Barat, tetapi pada dasarnya aktivis Papua Merdeka tetap berjuangan untuk mendapatkan dukungan dari negara luar untuk kemerdekaan bangsa Papua Barat.
Berikutnya, tentunya dunia luar sudah mengetahui bagaimana penderitaan rakyat Papua selama ini yang ditindas, dibunuh dan diintimidasi dan merasa tidak nyaman di atas negerinya sendiri.
Menurutnya, kedatangan delegasi kelima Menteri Luar Negeri Anggota Foreign Ministers Mission (FMM) Melanesian Spearhead Group (MSG) ke Papua baru-baru ini, bukan berarti para delegasi bisa ditipu dengan skenario yang dimainkan oleh Pemerintah Indonesia. Meski para delegasi dibawa untuk menghindari rakyat Papua yang berdemo, tapi pada dasarnya para delegasi sudah tahu kondisi yang sebenarnya dialami oleh rakyat Papua Barat, yakni ketidakadilan dan penindasan yang dialami sejak Papua berintegrasi kedalam NKRI.
“Para delegasi MSG yang ada sesama saudara kulit hitam dan keriting dapat merasakan dan melihat dengan mata hati masalah ketidakadilan hukum, pelanggaran HAM dan perampasan tanah dan hak kemerdekaan bangsa Papua Barat yang selama berintegrasi kedalam NKRI menjadi korban pelanggaran HAM, terintimidasi dan teraniaya,” tukasnya.
Ditambahkannya, dirinya sangat yakin Papua Barat mendapatkan dukungan politik dari Pasifik untuk merdeka secara berdaulat, karena kebijakan negara anggota MSG melalui Noumea Accord 2013 lalu, yang menetapkan bahwa hak penentuan nasib sendiri dan kemerdekaan Papua Barat tidak dapat diganggu gugat. [BintangPapua]
Terhadap hal itu, sesuai dengan laporan yang diterima dirinya dari aktivis Organisasi Papua Merdeka (OPM) Vanuatu bahwa pada Agustus 2014 masalah integrasi Papua Barat ke dalam NKRI dibahas secara serius di Forum Pasifik.
“Tapi itu sebelumnya dibahas di forum MSG pada 14 Maret 2014 mendatang,” ungkapnya dalam press releasenya ke Kantor Redaksi Bintang Papua, Jumat, (24/01/2014).
Menurutnya, jika nanti dalam pembahasan di Forum Pasifik tidak ada persoalan yang menghadang, maka juga direkomendasikan ke sidang umum tahunan PBB pada September 2014.
Lanjutnya, bagaimanapun upaya Pemerintah Indonesia untuk menghentikan usaha kemerdekaan Papua Barat, tetapi pada dasarnya aktivis Papua Merdeka tetap berjuangan untuk mendapatkan dukungan dari negara luar untuk kemerdekaan bangsa Papua Barat.
Berikutnya, tentunya dunia luar sudah mengetahui bagaimana penderitaan rakyat Papua selama ini yang ditindas, dibunuh dan diintimidasi dan merasa tidak nyaman di atas negerinya sendiri.
Menurutnya, kedatangan delegasi kelima Menteri Luar Negeri Anggota Foreign Ministers Mission (FMM) Melanesian Spearhead Group (MSG) ke Papua baru-baru ini, bukan berarti para delegasi bisa ditipu dengan skenario yang dimainkan oleh Pemerintah Indonesia. Meski para delegasi dibawa untuk menghindari rakyat Papua yang berdemo, tapi pada dasarnya para delegasi sudah tahu kondisi yang sebenarnya dialami oleh rakyat Papua Barat, yakni ketidakadilan dan penindasan yang dialami sejak Papua berintegrasi kedalam NKRI.
“Para delegasi MSG yang ada sesama saudara kulit hitam dan keriting dapat merasakan dan melihat dengan mata hati masalah ketidakadilan hukum, pelanggaran HAM dan perampasan tanah dan hak kemerdekaan bangsa Papua Barat yang selama berintegrasi kedalam NKRI menjadi korban pelanggaran HAM, terintimidasi dan teraniaya,” tukasnya.
Ditambahkannya, dirinya sangat yakin Papua Barat mendapatkan dukungan politik dari Pasifik untuk merdeka secara berdaulat, karena kebijakan negara anggota MSG melalui Noumea Accord 2013 lalu, yang menetapkan bahwa hak penentuan nasib sendiri dan kemerdekaan Papua Barat tidak dapat diganggu gugat. [BintangPapua]