Walau Punya Nilai Mistik, Satu Kalung Wanimo Dihargai Rp 20 Ribu
pada tanggal
Wednesday, 9 October 2013
KOTA JAYAPURA - Un Ukun adalah nama salah satu pria asli Papua yang hingga kini masih mempertahankan budaya asli Papua. Budaya asli Papua yang dipertahankan oleh Ukun ini adalah kalung asli Papua yang biasanya digunakan oleh masyarakat dari daerah Pegunungan Tengah.
Kesehariannya biasa diisi dengan merangkai beberapa bahan dasar seperti tali, taring babi, kulit kerang, bulu kasuari serta beberapa bahan tambahan lainnya seperti lem Aibon, sehingga membentuk kalung yang oleh masyarakat Pegunungan dikenal denga nama “Wanimo”.
Kalung yang dikerjakan oleh Ukun ini mempunyai nilai budaya yang sangat tinggi. Kata Ukun, di dataran pegunugan kalung ini dipercaya mempunyai kekuatan tersendiri yang dapat menangkal bahaya yang datang dari musuh baik saat berperang dan juga tidak berperan.
Pria 62 tahun ini mengatakan bahwa pada jaman sekarang ini masyarakat suda hampir lupakan kalung yang oleh masyarakat pengunungan tengah dipercaya memiliki kekuatan gaib tersebut.
“Perkembangan jaman moderen ini menyebabkan masyarakat tergiur dan hampir melupakannya,”Ujar pria yang saat itu menggunakan kaos oblong berwarna coklat tersebut.
Proses pembuatan kalung ini juga gampang – gampang sulit,karena membutuhkan kesabaran dan juga keahlian khusus dan untuk menyelesaikan satu buah kalung, biasanya Ukum membutuhkan kurang lebih 1 hingga 2 jam.
Di depan toko tempat biasanya Ukun menjajahkan hasil karyanya dikatakan bahwa di daerah pegunungan Papua,kalung itu biasanya dijual seharga Rp.100ribu, sedangkan untuk di kota Jayapura biasanya Ukun menjualnya dengan harga Rp.20ribu perkalung.
”Biasa sehari dari pagi pukul 8:00 sampai pukul 4 sore,dapat Rp.200 sampai Rp.500ribu. Tapi tidak setiap hari bisa dapat seperti itu,”tuturnya.
Nampaknya Pria asal Wamena ini telah memiliki peta - peta daerah tempat penjualan sehingga dia bisa mengategorikan daerah mana yang banyak pembeli dan daerah mana yang tidak ada pembeli. Dua tempat yang biasanya menjadi langganannya untuk berjualan adalah sekitar Papua Trade Center (PTC) Entrop,distrik Jayapura selatan dan Abepura.
Karena istrinya telah meninggal dunia pada beberapa tahun lalu dan anak – anaknya juga pergi meninggalkannya entah kemana,pria yang sekarang berdomesili di daerah Dok V atas ini biasanya menggunakan hasil jualan untuk kelangsungan hidupnya yang hanya seorang diri.”Maitua saya sudah meninggal dan saya tinggal sendiri. [PapuaPos]
Kesehariannya biasa diisi dengan merangkai beberapa bahan dasar seperti tali, taring babi, kulit kerang, bulu kasuari serta beberapa bahan tambahan lainnya seperti lem Aibon, sehingga membentuk kalung yang oleh masyarakat Pegunungan dikenal denga nama “Wanimo”.
Kalung yang dikerjakan oleh Ukun ini mempunyai nilai budaya yang sangat tinggi. Kata Ukun, di dataran pegunugan kalung ini dipercaya mempunyai kekuatan tersendiri yang dapat menangkal bahaya yang datang dari musuh baik saat berperang dan juga tidak berperan.
Pria 62 tahun ini mengatakan bahwa pada jaman sekarang ini masyarakat suda hampir lupakan kalung yang oleh masyarakat pengunungan tengah dipercaya memiliki kekuatan gaib tersebut.
“Perkembangan jaman moderen ini menyebabkan masyarakat tergiur dan hampir melupakannya,”Ujar pria yang saat itu menggunakan kaos oblong berwarna coklat tersebut.
Proses pembuatan kalung ini juga gampang – gampang sulit,karena membutuhkan kesabaran dan juga keahlian khusus dan untuk menyelesaikan satu buah kalung, biasanya Ukum membutuhkan kurang lebih 1 hingga 2 jam.
Di depan toko tempat biasanya Ukun menjajahkan hasil karyanya dikatakan bahwa di daerah pegunungan Papua,kalung itu biasanya dijual seharga Rp.100ribu, sedangkan untuk di kota Jayapura biasanya Ukun menjualnya dengan harga Rp.20ribu perkalung.
”Biasa sehari dari pagi pukul 8:00 sampai pukul 4 sore,dapat Rp.200 sampai Rp.500ribu. Tapi tidak setiap hari bisa dapat seperti itu,”tuturnya.
Nampaknya Pria asal Wamena ini telah memiliki peta - peta daerah tempat penjualan sehingga dia bisa mengategorikan daerah mana yang banyak pembeli dan daerah mana yang tidak ada pembeli. Dua tempat yang biasanya menjadi langganannya untuk berjualan adalah sekitar Papua Trade Center (PTC) Entrop,distrik Jayapura selatan dan Abepura.
Karena istrinya telah meninggal dunia pada beberapa tahun lalu dan anak – anaknya juga pergi meninggalkannya entah kemana,pria yang sekarang berdomesili di daerah Dok V atas ini biasanya menggunakan hasil jualan untuk kelangsungan hidupnya yang hanya seorang diri.”Maitua saya sudah meninggal dan saya tinggal sendiri. [PapuaPos]