Socrates Sofyan Yoman : Selain Richard Di Natale, Senator dari Amerika Serikat juga Bisa Datang ke Papua
pada tanggal
Sunday, 13 October 2013
KOTA JAYAPURA - Pernyataan Senator Australia Richard Di Natale berencana mengunjungi Papua, Indonesia, dan mengajak serta rombongan Jurnalis dan Aktivis HAM untuk melihat kondisi di Papua, mendapat dukungan Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua, Socratez Sofyan Yoman ketika dikonfirmasi Bintang Papua diruang kerjanya, Jumat (11/10/2013).
Bahkan lanjutnya ia mengharapkan tak hanya senator Australia, tetapi juga senator dari Amerika Serikat agar datang ke Papua.
Dikatakan, pihaknya setuju dengan rencana Senator Australia mengunjungi Papua, sekaligus bersama rombongan jurnalis dan aktivis HAM untuk melihat kondisi di Papua.
Hanya saja, hal ini memerlukan kemauan politik dari pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono, untuk membuat suatu keputusan dan pernyataan resmi bahwa pemerintah Indonesia telah membuka akses kepada jurnalis dan aktivis HAM asing masuk ke Papua.
Pasalnya, apabila memang pemerintah Indonesia yang sudah 50 tahun membangun Papua, ingin melakukan perubahan di Papua, maka sangat pantas jika media dan LSM asing di beri ruang di Papua untuk meliput serta turut membantu pemerintah Indonesia dalam menerjemahkan apa yang terjadi di Papua kepada masyarakat internasional.
Hal ini sekaligus akan membantah semua tudingan kepada pemerintah Indonesia yang dituduh melakukan pelanggaran HAM serta pembantaian etnis Melanesia.
“Itu yang sangat membantu. Tapi kenapa jurnalis dan aktivis HAM asing justru dilarang ke Papua, padahal ada tujuan dan misi baik. Ini ketakutan yang berlebihan. Ini pemerintah Indonesia paranoid atau negara paranoid,” tukas Socratez.
Karena itu, tandas Socratez, pihaknya menyambut baik pernyataan Gubernur Papua Lukas Enembe, S.I.P., M.H., bahwa pemerintah daerah Papua membuka akses seluas-luasnya kepada jurnalis dan aktivis HAM asing untuk datang ke Papua dan memberikan jaminan keamanan kepada mereka.
“Kebijakan Gubernur itu kepanjangan tangan pemerintah Indonesia, sehingga Jakarta mau tak mau dengar atau tidak bukan masalah. Senator Australia datang silahkan saja,ini era keterbukaan. Tak ada masalah kalau ada yang larang kita pertanyakan. Ko sembunyikan apa di Papua,” tegas Socratez.
Apalagi, kata Socratez, saat ini dunia makin terbuka, makin mengglobal. Saat ini juga ada kebebasan berpolitik, kebebasan berpendapat, kebebasan berdemokrasi, kebebasan ruang bergerak, sehingga bukan hanya Senator Australia, tapi Senator Amerika Serikat juga bisa datang ke Papua. Tak ada alasan untuk pemerintah Indonesia melarang jurnalis dan aktivis HAM Asing ke Papua. Kalau Anda membangun didalam Otsus yang benar bawa Jurnalis dan Aktivis HAM Asing untuk melihat realitas di lapangan.
“Kalau pemerintah Indonesia membatasi ruang gerak atau masuknya Jurnalis dan Aktivis HAM asing ke Papua berarti mereka menyembunyikan sesuatu yang tak beres di Papua seperti pelanggaran HAM, pemusnahan etnis Melanesia,” tandasnya.
Socratez menyatakan, pernyataan Senator Australia itu pintar dan cerdas menerjemakan pernyataan Gubernur Papua Lukas Enembe, S.I.P., M.H.,pihaknya juga memberikan apresiasi kepada seorang Gubernur sebagai anak daerah yang lahir besar di Papua. Dia melihat penderitaan, kegelisahan, kesusahan suku bangsanya seperti seorang ‘Si Daud Kecil’ yang berbicara di tanah belantara kekerasan ini dia berseru-seru. Padahal sebenarnya dia menghadapi 'Goliat Besar' di Jakarta.
“Tapi Lukas Enembe ibarat seorang ‘Daud Kecil’ yang berseru-seru di padang belantara kekerasan dan kejahatan kemanusiaan supaya kejahatan itu harus berhenti. Kekerasan itu harus dihindari,” tukas Socratez.
Socratez menuturkan, pihaknya merasa tak adil, apabila pemerintah Indonesia justru mengizinkan investor-investor asing masuk ke Papua. Padahal investor-investor itu bagian integral yang tak bisa dipisahkan dari perampok, pencuri dan pembunuh.
“Itu diizinkan dan mereka ada kekuatan-kekuatan yang mereka bangun disini untuk melumpuhkan dan menghancurkan masa depan orang asli Papua. Menghancurkan dan merampok hutan, tanah dan alam orang Papua,” tegas Socratez. [BintangPapua]
Bahkan lanjutnya ia mengharapkan tak hanya senator Australia, tetapi juga senator dari Amerika Serikat agar datang ke Papua.
Dikatakan, pihaknya setuju dengan rencana Senator Australia mengunjungi Papua, sekaligus bersama rombongan jurnalis dan aktivis HAM untuk melihat kondisi di Papua.
Hanya saja, hal ini memerlukan kemauan politik dari pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono, untuk membuat suatu keputusan dan pernyataan resmi bahwa pemerintah Indonesia telah membuka akses kepada jurnalis dan aktivis HAM asing masuk ke Papua.
Pasalnya, apabila memang pemerintah Indonesia yang sudah 50 tahun membangun Papua, ingin melakukan perubahan di Papua, maka sangat pantas jika media dan LSM asing di beri ruang di Papua untuk meliput serta turut membantu pemerintah Indonesia dalam menerjemahkan apa yang terjadi di Papua kepada masyarakat internasional.
Hal ini sekaligus akan membantah semua tudingan kepada pemerintah Indonesia yang dituduh melakukan pelanggaran HAM serta pembantaian etnis Melanesia.
“Itu yang sangat membantu. Tapi kenapa jurnalis dan aktivis HAM asing justru dilarang ke Papua, padahal ada tujuan dan misi baik. Ini ketakutan yang berlebihan. Ini pemerintah Indonesia paranoid atau negara paranoid,” tukas Socratez.
Karena itu, tandas Socratez, pihaknya menyambut baik pernyataan Gubernur Papua Lukas Enembe, S.I.P., M.H., bahwa pemerintah daerah Papua membuka akses seluas-luasnya kepada jurnalis dan aktivis HAM asing untuk datang ke Papua dan memberikan jaminan keamanan kepada mereka.
“Kebijakan Gubernur itu kepanjangan tangan pemerintah Indonesia, sehingga Jakarta mau tak mau dengar atau tidak bukan masalah. Senator Australia datang silahkan saja,ini era keterbukaan. Tak ada masalah kalau ada yang larang kita pertanyakan. Ko sembunyikan apa di Papua,” tegas Socratez.
Apalagi, kata Socratez, saat ini dunia makin terbuka, makin mengglobal. Saat ini juga ada kebebasan berpolitik, kebebasan berpendapat, kebebasan berdemokrasi, kebebasan ruang bergerak, sehingga bukan hanya Senator Australia, tapi Senator Amerika Serikat juga bisa datang ke Papua. Tak ada alasan untuk pemerintah Indonesia melarang jurnalis dan aktivis HAM Asing ke Papua. Kalau Anda membangun didalam Otsus yang benar bawa Jurnalis dan Aktivis HAM Asing untuk melihat realitas di lapangan.
“Kalau pemerintah Indonesia membatasi ruang gerak atau masuknya Jurnalis dan Aktivis HAM asing ke Papua berarti mereka menyembunyikan sesuatu yang tak beres di Papua seperti pelanggaran HAM, pemusnahan etnis Melanesia,” tandasnya.
Socratez menyatakan, pernyataan Senator Australia itu pintar dan cerdas menerjemakan pernyataan Gubernur Papua Lukas Enembe, S.I.P., M.H.,pihaknya juga memberikan apresiasi kepada seorang Gubernur sebagai anak daerah yang lahir besar di Papua. Dia melihat penderitaan, kegelisahan, kesusahan suku bangsanya seperti seorang ‘Si Daud Kecil’ yang berbicara di tanah belantara kekerasan ini dia berseru-seru. Padahal sebenarnya dia menghadapi 'Goliat Besar' di Jakarta.
“Tapi Lukas Enembe ibarat seorang ‘Daud Kecil’ yang berseru-seru di padang belantara kekerasan dan kejahatan kemanusiaan supaya kejahatan itu harus berhenti. Kekerasan itu harus dihindari,” tukas Socratez.
Socratez menuturkan, pihaknya merasa tak adil, apabila pemerintah Indonesia justru mengizinkan investor-investor asing masuk ke Papua. Padahal investor-investor itu bagian integral yang tak bisa dipisahkan dari perampok, pencuri dan pembunuh.
“Itu diizinkan dan mereka ada kekuatan-kekuatan yang mereka bangun disini untuk melumpuhkan dan menghancurkan masa depan orang asli Papua. Menghancurkan dan merampok hutan, tanah dan alam orang Papua,” tegas Socratez. [BintangPapua]