PT Indika Energy dan China Railway Group akan Kembangkan Infrastruktur Transportasi dan Pertambangan di Papua
pada tanggal
Friday, 11 October 2013
NUSA DUA (BALI) - PT Indika Energy Tbk menggandeng China Railway Group dalam pengembangan terintegrasi dari proyek infrastruktur transportasi dan pertambangan di Papua dan Kalimantan Tengah. Nilai investasi untuk kerja sama ini mencapai enam miliar dolar AS.
Wakil Direktur Utama Indika Energy, Arsjad Rasjid mengatakan pada tahap awal, Indika dan China Railway akan memenuhi kebutuhan awal batu bara untuk proyek ini. Jumlahnya mencapai 10 juta ton per tahun dimasing-masing provinsi. "Arah kerja sama ke depannya adalah pembentukan joint venture dan saat ini perusahaan dan China Railway terus melakukan negosiasi," ujar Arsjad kepada ROL di Nusa Dua, Bali, Minggu (06/10/2013).
Arsjad mengatakan tantangan dunia pertambangan saat ini adalah keberanian untuk menciptakan produk baru dan pasar baru. Sama halnya yang dilakukan perusahaan ketika mengembangkan PLTU Cirebon Unit 1 yang menggunakan batu bara kalori rendah, 4.200-4.500 kilo kalori (kkal) per kilo gram (kg).
Untuk proyek infrastruktur pertambangan terintegrasi ini, Indika menggunakan efisiensi cost yang paling kompetitif. Apalagi, perusahaan mengambil risiko disaat harga batu bara dunia sedang jatuh.
Direktur Indika Energy, Richard B Ness menambahkan kerja sama dengan China Railway baru berupa nota kesepahaman. Namun, ide pengembangannya tidak akan jauh berbeda dengan proyek pengembangan Bukit Asam Transpacific Railway milik PT Tambang Batu Bara Bukit Asam (PTBA) di Sumatra Selatan. "Wilayah tambang batu bara di Indonesia yang masinh sangat potensial untuk dikembangkan adalah Papua, Kalimantan Tengah, dan sebagian Kalimantan Barat," ujar Richard.
Menurutnya, sumber daya batu bara di Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi hampir seluruhnya sudah dikuasai perusahaan-perusahaan tambang skala besar di Indonesia. Indika ingin menjadi pionir di Papua. Apalagi perusahaan sudah pernah masuk ke wilayah tersebut melalui anak perusahaannya, PT Kuala Pelabuhan Indonesia yang memfasilitasi transportasi pertambangan untuk PT Freeport Indonesia.
Pemilihan China Railway sebagai mitra kerja sama sebab perusahaan asing tersebut sudah berpengalaman mengembangkan pertambangan dan infrastruktur di remote area. Pengembangan infrastruktur China Railway, kata Richard, juga terintegrasi dengan sumber daya dan lingkungan. Indonesia mayoritas menguasai sumber daya alam, sedangkan Cina menangani infrastruktur pertambangannya.
Perjanjian kerja sama antara kedua perusahaan ini merupakan satu dari 21 perjanjian kerja sama yang dutandatangani di hadapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Cina, Xi Jinping pada 3 Oktober lalu. Pertemuan tersebut disaksikan juga oleh 200 delegasi Cina dan 600 delegasi Indonesia. [Republika]
Wakil Direktur Utama Indika Energy, Arsjad Rasjid mengatakan pada tahap awal, Indika dan China Railway akan memenuhi kebutuhan awal batu bara untuk proyek ini. Jumlahnya mencapai 10 juta ton per tahun dimasing-masing provinsi. "Arah kerja sama ke depannya adalah pembentukan joint venture dan saat ini perusahaan dan China Railway terus melakukan negosiasi," ujar Arsjad kepada ROL di Nusa Dua, Bali, Minggu (06/10/2013).
Arsjad mengatakan tantangan dunia pertambangan saat ini adalah keberanian untuk menciptakan produk baru dan pasar baru. Sama halnya yang dilakukan perusahaan ketika mengembangkan PLTU Cirebon Unit 1 yang menggunakan batu bara kalori rendah, 4.200-4.500 kilo kalori (kkal) per kilo gram (kg).
Untuk proyek infrastruktur pertambangan terintegrasi ini, Indika menggunakan efisiensi cost yang paling kompetitif. Apalagi, perusahaan mengambil risiko disaat harga batu bara dunia sedang jatuh.
Direktur Indika Energy, Richard B Ness menambahkan kerja sama dengan China Railway baru berupa nota kesepahaman. Namun, ide pengembangannya tidak akan jauh berbeda dengan proyek pengembangan Bukit Asam Transpacific Railway milik PT Tambang Batu Bara Bukit Asam (PTBA) di Sumatra Selatan. "Wilayah tambang batu bara di Indonesia yang masinh sangat potensial untuk dikembangkan adalah Papua, Kalimantan Tengah, dan sebagian Kalimantan Barat," ujar Richard.
Menurutnya, sumber daya batu bara di Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi hampir seluruhnya sudah dikuasai perusahaan-perusahaan tambang skala besar di Indonesia. Indika ingin menjadi pionir di Papua. Apalagi perusahaan sudah pernah masuk ke wilayah tersebut melalui anak perusahaannya, PT Kuala Pelabuhan Indonesia yang memfasilitasi transportasi pertambangan untuk PT Freeport Indonesia.
Pemilihan China Railway sebagai mitra kerja sama sebab perusahaan asing tersebut sudah berpengalaman mengembangkan pertambangan dan infrastruktur di remote area. Pengembangan infrastruktur China Railway, kata Richard, juga terintegrasi dengan sumber daya dan lingkungan. Indonesia mayoritas menguasai sumber daya alam, sedangkan Cina menangani infrastruktur pertambangannya.
Perjanjian kerja sama antara kedua perusahaan ini merupakan satu dari 21 perjanjian kerja sama yang dutandatangani di hadapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Cina, Xi Jinping pada 3 Oktober lalu. Pertemuan tersebut disaksikan juga oleh 200 delegasi Cina dan 600 delegasi Indonesia. [Republika]