Pengurus Daerah Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kota Jayapura Gelar Doa Bersama
pada tanggal
Monday, 7 October 2013
WAENA (KOTA JAYAPURA) – Pengurus Daerah Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kota Jayapura menggelar doa bersama memohon kesejahteraan bagi para guru atau pendidik. Aksi doa bersama dilakukan di SMA PGRI Waena, Distrik Heram, Kota Jayapura, Sabtu (05/10/2013) siang.
Dalam doa bersama itu, pengurus dan tenaga pendidik ini juga meminta pemerintah merespons usulan mereka terkait kualitas guru dan kesejahteraan yang dirasakan masih jauh dibandingkan dengan daerah lain di tanah air. “Keprofesionalisan itu harus dihargai dengan hak-hak yang wajar dan layak, serta hak-hak keprofesionalan guru itu perlu ditindaklanjuti secara cepat dan tepat. Sampai hari ini, masih ditemukan adanya keterlambatan distribusi pembayaran sertifikasi guru,” kata Robert Johan Betaubun, Ketua PGRI Kota Jayapura ke tabloidjubi.com usai doa bersama, Sabtu.
Meski diakui bahwa Pemerintah Daerah Kota Jayapura sendiri sangat konsen terhadap proses sertifikasi guru atau pendidik. Selain masalah kesejahteraan guru, PGRI juga menyoroti agar pemerintah merevisi Permenpan RB Nomor 16 tahun 2009 tentang kinerja guru yang dirasakan jauh dari kata adil.
Pasalanya, banyak guru diharuskan mengajar sebanyak 38 jam perminggu. Hal ini tidak berlaku bagi guru yang tidak mempunyai rombel yang cukup sehingga kemungkinan tidak naik jabatan bakal marak terjadi. “Hal ini telah didengungkan PGRI dan sudah disampaikan ke semua pihak,” kata Jhon lagi.
Dia mengaku, para guru honorer di Yayasan yang mempunyai NUPTK terus menjadi perhatian pihaknya. Jhon menampik seruan mogok mengajar. Bagi dia, mogok mengajar bukan upaya professional untuk menyampaikan harapan dan tujuan dari keinginan mulia PGRI untuk menjadi guru yang lebih professional dan sejahtera.
Sementara itu, Ketua Umum PB PGRI Pusat Prof Dr Sulistyo saat dikonfirmasi melalui telepon selularnya berharap, doa bersama ini menjadi momentum perjuangan bagi guru untuk menjadi professional sejahtera dan terlindungi . “Kami akan tetap melaksanakan aksi yang sama secara organisatoris hingga keinginan dikabulkan,” ujarnya.
Senada dengan hal itu, Kepala Sekolah SMA PGRI, Tabitha Epa mengemukakan sertifikasi guru merupakan keringat dari hasil kerja keras dan hal itu perlu mendapatkan apresiasi. Tabitha menambahkan, tuntutan guru harus bertemu dengan anak didik tidak dibarengi dengan kesejahteraan tentulah menjadi permasalahan tersendiri. “Kesejahteraan guru tidak diperhatikan dengan baik, perlu pembenahan mengenai 38 jam mengajar,” harap Tabitha. [TabloidJubi]
Dalam doa bersama itu, pengurus dan tenaga pendidik ini juga meminta pemerintah merespons usulan mereka terkait kualitas guru dan kesejahteraan yang dirasakan masih jauh dibandingkan dengan daerah lain di tanah air. “Keprofesionalisan itu harus dihargai dengan hak-hak yang wajar dan layak, serta hak-hak keprofesionalan guru itu perlu ditindaklanjuti secara cepat dan tepat. Sampai hari ini, masih ditemukan adanya keterlambatan distribusi pembayaran sertifikasi guru,” kata Robert Johan Betaubun, Ketua PGRI Kota Jayapura ke tabloidjubi.com usai doa bersama, Sabtu.
Meski diakui bahwa Pemerintah Daerah Kota Jayapura sendiri sangat konsen terhadap proses sertifikasi guru atau pendidik. Selain masalah kesejahteraan guru, PGRI juga menyoroti agar pemerintah merevisi Permenpan RB Nomor 16 tahun 2009 tentang kinerja guru yang dirasakan jauh dari kata adil.
Pasalanya, banyak guru diharuskan mengajar sebanyak 38 jam perminggu. Hal ini tidak berlaku bagi guru yang tidak mempunyai rombel yang cukup sehingga kemungkinan tidak naik jabatan bakal marak terjadi. “Hal ini telah didengungkan PGRI dan sudah disampaikan ke semua pihak,” kata Jhon lagi.
Dia mengaku, para guru honorer di Yayasan yang mempunyai NUPTK terus menjadi perhatian pihaknya. Jhon menampik seruan mogok mengajar. Bagi dia, mogok mengajar bukan upaya professional untuk menyampaikan harapan dan tujuan dari keinginan mulia PGRI untuk menjadi guru yang lebih professional dan sejahtera.
Sementara itu, Ketua Umum PB PGRI Pusat Prof Dr Sulistyo saat dikonfirmasi melalui telepon selularnya berharap, doa bersama ini menjadi momentum perjuangan bagi guru untuk menjadi professional sejahtera dan terlindungi . “Kami akan tetap melaksanakan aksi yang sama secara organisatoris hingga keinginan dikabulkan,” ujarnya.
Senada dengan hal itu, Kepala Sekolah SMA PGRI, Tabitha Epa mengemukakan sertifikasi guru merupakan keringat dari hasil kerja keras dan hal itu perlu mendapatkan apresiasi. Tabitha menambahkan, tuntutan guru harus bertemu dengan anak didik tidak dibarengi dengan kesejahteraan tentulah menjadi permasalahan tersendiri. “Kesejahteraan guru tidak diperhatikan dengan baik, perlu pembenahan mengenai 38 jam mengajar,” harap Tabitha. [TabloidJubi]