Wakil Gubernur NRFPB, Markus Yenu Dijadikan Tersangka Dugaan Makar 27 Agustus 2013
pada tanggal
Sunday, 1 September 2013
MANOKWARI - Kepolisian Resort Manokwari saat ini telah menetapkan Wakil Gubernur Negara Republik Republik Federal Papua Barat (NRFPB), Markus Yenu, sebagai tersangka pada kasus dugaan makar terkait aksi yang digelar pada 27 Agustus lalu.
Kapolres Manokwari AKBP Ricko Taruna Mauruh SE.MM melalui Kasat AKP Kristian Sawaki SH kepada wartawan Jumat (30/08/2013) membenarkan hal tersebut. Hal ini katanya dilakukan, sesuai laporan polisi bahwa aksi yang digelar pada 27 Agustus itu melanggar Undang-undang. "Yang bersangkutan lakukan kegiatan tanpa izin," tegasnya.
Terkait hal tersebut, Jumat (30/08/2013) lalu, polisi sudah melayangkan panggilan terhadap yang bersangkutan. Jika tidak memenuhi panggilan hingga pada pemanggilan kedua, lanjut Kristian pihaknya pun akan menempuh upaya paksa. "Hal ini sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam KUHAP, " katanya
Selain terdapat suara-suara yang teriakan dalam yel-yel dalam aksi tersebut terkesan ada upaya untuk memisahkan diri dari NKRI. Tak hanya itu, pada aksi tersebut ada sejumlah peserta aksi yang memegang hingga Pembentangan bendera Bintang Timur.
"Sebaiknya yang bersangkutan datang baik-baik dan memberi keterangan kepada penyidik, jika masih merasa bahwa dirinya warga Indonesia dan berada di wilayah NKRI," imbuhnya.
Kristian pun menghimbau kepada masyarakat agar tidak serta merta turut serta pada kegiatan. Harus melihat baik-baik manfaat dan dampak negatif kegiatan tersebut, baik bagi diri keluarga maupun masyarakat. Ia menambahkan, selain Markus, polisi pun akan memanggil seluruh pihak yang terlibat dalamaksi tersebut. Terpisah, Markus Yenu dalam Jumpa pers kemarin, mengaku tidak akan memenuhi panggilan polisi terkait keterlibatannya pada aksi yang digelar pada 27 Agustus lalu.
Ia mengakui telah memperoleh surat panggilan dari kepolisian. Dalam panggilan itu lanjut Markus, dirinya diminta hadir kepada penyidik, sebagai tersangka kasus dugaan Makar terkait aksi 27 Agustus lalu. Ia merasa, tuduhan tersebut tidak berdasar, sebab polisi belum melakukan pemeriksaan terhadap dirinya. "Bagaimana polisi menetapkan saya sebagai tersangka, padahal pemeriksaan belum dilakukan. Harusnya ada penyelidikan dan membuktikan terkait aksi itu," tukasnya.
Baginya, aksi yang digelar bersama ratusan masyarakat Papua dalam rangka menyambut kedatangan 15 Kapal Freedom Flotilla itu tidak ada tindakan anarkis yang dilakukan oleh diirinya maupun para peserta. Ia pun tidak mau dirinya dituduh sebagai pelaku kejahatan atas ketertiban umum
"Kami tidak melakukan aksi anarkis, kami tidak merusak maupun menggunakan fasilitas public, sehingga tidak tepat jika polisi menuduh kami mengganggu keterÂtiban umum," katanya.
Ia menilai, surat pemanggilan tersebut salah alamat. Seharusnya kata Markus, surat itu dtujukan kepada orang-orang koruptor yang menggunakan fasilitas negara dan menggunakan uang negara. Aksi itu lanjutnya, tidak mengunakan fasilitas negara dan tidak ada pelanggaran hukum. Ia pun mengelak jika dirinya melakukan penghasutan terhadap masyarakat.
"Kami pimpin aksi itu karena ditunjuk warga yang saat itu terlibat dalam aksi," imbuhnya.
Terkait pemanggilan itu ia pun menegaskan bahwa dirinya tidak perlu menghadirinya, sebab menurutnya tidak tepat jika harus menyampaikan pertanggungjawabanya kepada kepolisian. Mengenai pengibaran Bintang Kejora, menurutnya hal itu merupakan ekspresi atas semangat peserta untuk menyambut kemerdekaan Papua.
Juru bicara Perdana Menteri NFRPB,Jack Wanggay menambahkan, menyusul adanya panggilan polisi, pihaknya akan menggelar rapat bersama rakyat Papua untuk meminta tanggapan rakyat terkait panggilan polisi itu. Jack mepertanyakan, kejahatan apa yang dilakukan rekannya.
Mereka klaim Markus tidak melakukan kejahatan, "Justru Indonesialah yang melakukan kejahatan pada Pepera. Polisi tidak mengerti sejarah Integrasi tanah ini," tegasnya.
Jika polisi menjemput paksa Markus, Jack menyatakan pihaknya pun mengancam akan menciptakan konflik yang lebih besar. "Jika polisi ingin menegakkan hukum, jangan setengah-setengah," tegasnya lagi. [RadarSorong]
Kapolres Manokwari AKBP Ricko Taruna Mauruh SE.MM melalui Kasat AKP Kristian Sawaki SH kepada wartawan Jumat (30/08/2013) membenarkan hal tersebut. Hal ini katanya dilakukan, sesuai laporan polisi bahwa aksi yang digelar pada 27 Agustus itu melanggar Undang-undang. "Yang bersangkutan lakukan kegiatan tanpa izin," tegasnya.
Terkait hal tersebut, Jumat (30/08/2013) lalu, polisi sudah melayangkan panggilan terhadap yang bersangkutan. Jika tidak memenuhi panggilan hingga pada pemanggilan kedua, lanjut Kristian pihaknya pun akan menempuh upaya paksa. "Hal ini sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam KUHAP, " katanya
Selain terdapat suara-suara yang teriakan dalam yel-yel dalam aksi tersebut terkesan ada upaya untuk memisahkan diri dari NKRI. Tak hanya itu, pada aksi tersebut ada sejumlah peserta aksi yang memegang hingga Pembentangan bendera Bintang Timur.
"Sebaiknya yang bersangkutan datang baik-baik dan memberi keterangan kepada penyidik, jika masih merasa bahwa dirinya warga Indonesia dan berada di wilayah NKRI," imbuhnya.
Kristian pun menghimbau kepada masyarakat agar tidak serta merta turut serta pada kegiatan. Harus melihat baik-baik manfaat dan dampak negatif kegiatan tersebut, baik bagi diri keluarga maupun masyarakat. Ia menambahkan, selain Markus, polisi pun akan memanggil seluruh pihak yang terlibat dalamaksi tersebut. Terpisah, Markus Yenu dalam Jumpa pers kemarin, mengaku tidak akan memenuhi panggilan polisi terkait keterlibatannya pada aksi yang digelar pada 27 Agustus lalu.
Ia mengakui telah memperoleh surat panggilan dari kepolisian. Dalam panggilan itu lanjut Markus, dirinya diminta hadir kepada penyidik, sebagai tersangka kasus dugaan Makar terkait aksi 27 Agustus lalu. Ia merasa, tuduhan tersebut tidak berdasar, sebab polisi belum melakukan pemeriksaan terhadap dirinya. "Bagaimana polisi menetapkan saya sebagai tersangka, padahal pemeriksaan belum dilakukan. Harusnya ada penyelidikan dan membuktikan terkait aksi itu," tukasnya.
Baginya, aksi yang digelar bersama ratusan masyarakat Papua dalam rangka menyambut kedatangan 15 Kapal Freedom Flotilla itu tidak ada tindakan anarkis yang dilakukan oleh diirinya maupun para peserta. Ia pun tidak mau dirinya dituduh sebagai pelaku kejahatan atas ketertiban umum
"Kami tidak melakukan aksi anarkis, kami tidak merusak maupun menggunakan fasilitas public, sehingga tidak tepat jika polisi menuduh kami mengganggu keterÂtiban umum," katanya.
Ia menilai, surat pemanggilan tersebut salah alamat. Seharusnya kata Markus, surat itu dtujukan kepada orang-orang koruptor yang menggunakan fasilitas negara dan menggunakan uang negara. Aksi itu lanjutnya, tidak mengunakan fasilitas negara dan tidak ada pelanggaran hukum. Ia pun mengelak jika dirinya melakukan penghasutan terhadap masyarakat.
"Kami pimpin aksi itu karena ditunjuk warga yang saat itu terlibat dalam aksi," imbuhnya.
Terkait pemanggilan itu ia pun menegaskan bahwa dirinya tidak perlu menghadirinya, sebab menurutnya tidak tepat jika harus menyampaikan pertanggungjawabanya kepada kepolisian. Mengenai pengibaran Bintang Kejora, menurutnya hal itu merupakan ekspresi atas semangat peserta untuk menyambut kemerdekaan Papua.
Juru bicara Perdana Menteri NFRPB,Jack Wanggay menambahkan, menyusul adanya panggilan polisi, pihaknya akan menggelar rapat bersama rakyat Papua untuk meminta tanggapan rakyat terkait panggilan polisi itu. Jack mepertanyakan, kejahatan apa yang dilakukan rekannya.
Mereka klaim Markus tidak melakukan kejahatan, "Justru Indonesialah yang melakukan kejahatan pada Pepera. Polisi tidak mengerti sejarah Integrasi tanah ini," tegasnya.
Jika polisi menjemput paksa Markus, Jack menyatakan pihaknya pun mengancam akan menciptakan konflik yang lebih besar. "Jika polisi ingin menegakkan hukum, jangan setengah-setengah," tegasnya lagi. [RadarSorong]