Mahasiswa Universitas Cenderawasih Klaim Empat Penyebab Kegagalan Implementasi Otsus Papua
pada tanggal
Thursday, 5 September 2013
KOTA
JAYAPURA - Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Cenderawasih
(Uncen) Jayapura, mengklaim ada empat faktor yang menyebabkan
kegagagalan implementasi Otonomi Khusus di daerah tersebut.
"Ada banyak hal yang membuat Otsus Papua gagal. Tapi menurut kami ada empat faktor yang membuat Otsus tidak berjalan maksimal," kata ketua BEM Uncen Fakultas Hukum, Amsal Sama di Jayapura, Rabu.
Pertama, kata Amsal, kegagalan implementasi pembangunan terutama dibidang pendidikan, kesehatan dan pemberdayaan ekonomi rakyat. Seperti sekolah-sekolah masih minim guru dan rumah sakit yang minim obat dan dokternya. "Atau dengan kata lainnya pelayanan publik di bidang kesehatan dan pendidikan di Papua sangat mengkhawatirkan," katanya.
Kedua, aparat penegak hukum tidak serius, tegas dan tidak berani untuk menyelidiki dan memeriksa elit atau pejabat Pemerintahan Papua yang terindikasi korupsi. "Padahal Badan Pemeriksa Keuangan telah menemukan indikasi kerugian negara sebesar Rp319 miliar dalam penggunaan dana Otsus Papua. Yang Pada 2011 lalu, BPK hanya mengaudit 66,27 persen dana sebesar Rp19,1 triliun dan ada indikasi penyelewengan dana Otsus mencapai Rp319 miliar," katanya.
Lebih lanjut, Amsal katakan, faktor ketiga yang membuat Otsus Papua gagal adalah, adanya masalah menyangkut dimensi keuangan yang nampak pada pembagian dan pengelolaan dana. Yang sejauh ini tidak dilakukan sesuai amanat Otsus lewat hadirnya Perdasus. "Sejauh ini pembagian dana Otsus hanya dilakukan berdasarkan kesepakatan Bupati atau Walikota se-Tanah Papua. Tapi untuk pengelolaannya hanya didasarkan pada Permendagri (terakhir Permendagri Nomor 59 Tahun 2006) yang dianggap tidak tepat sasaran," katanya.
Dan faktor yang keempat, kata Amsal, sejak Otsus diberlakukan atau diterapkan hampir keseluruhan pejabat yang mengisi jabatan di Pemerintahan Provinsi Papua tidak didasarkan pada integritas dan kemampuan. Tetapi lebih diutamakan oleh kesukuan. Seharusnya pejabat atau para pemimpin di Papua bersikap profesional yang didasarkan pada kredibilitas seseorang, menyangkut integritas keilmuan, rekam jejak, kejujuran dan visi yang kuat soal pelayanan publik.
"Sehingga Otsus tidak dinilai gagal seperti saat ini. Karena kami menilai hal ini hampir terjadi diseluruh daerah di Indonesia bahkan di Papua," katanya.
Amsal sampaikan bahwa kehadiran Otsus di Papua adalah untuk mempercepat pembangunan, pengembangan SDM dan mensejahterahkan orang Papua yang masih tinggal dengan berbagai kekurangan dan keterbelakangan kemajuan. "Sebenarnya rakyat berharap banyak di Otsus Papua, tetapi rupanya Otsus tidak berjalan maksimal dan dinilai gagal karena tidak memiliki grand desain yang memadai," katanya. [Antara| PapuaPost]
"Ada banyak hal yang membuat Otsus Papua gagal. Tapi menurut kami ada empat faktor yang membuat Otsus tidak berjalan maksimal," kata ketua BEM Uncen Fakultas Hukum, Amsal Sama di Jayapura, Rabu.
Pertama, kata Amsal, kegagalan implementasi pembangunan terutama dibidang pendidikan, kesehatan dan pemberdayaan ekonomi rakyat. Seperti sekolah-sekolah masih minim guru dan rumah sakit yang minim obat dan dokternya. "Atau dengan kata lainnya pelayanan publik di bidang kesehatan dan pendidikan di Papua sangat mengkhawatirkan," katanya.
Kedua, aparat penegak hukum tidak serius, tegas dan tidak berani untuk menyelidiki dan memeriksa elit atau pejabat Pemerintahan Papua yang terindikasi korupsi. "Padahal Badan Pemeriksa Keuangan telah menemukan indikasi kerugian negara sebesar Rp319 miliar dalam penggunaan dana Otsus Papua. Yang Pada 2011 lalu, BPK hanya mengaudit 66,27 persen dana sebesar Rp19,1 triliun dan ada indikasi penyelewengan dana Otsus mencapai Rp319 miliar," katanya.
Lebih lanjut, Amsal katakan, faktor ketiga yang membuat Otsus Papua gagal adalah, adanya masalah menyangkut dimensi keuangan yang nampak pada pembagian dan pengelolaan dana. Yang sejauh ini tidak dilakukan sesuai amanat Otsus lewat hadirnya Perdasus. "Sejauh ini pembagian dana Otsus hanya dilakukan berdasarkan kesepakatan Bupati atau Walikota se-Tanah Papua. Tapi untuk pengelolaannya hanya didasarkan pada Permendagri (terakhir Permendagri Nomor 59 Tahun 2006) yang dianggap tidak tepat sasaran," katanya.
Dan faktor yang keempat, kata Amsal, sejak Otsus diberlakukan atau diterapkan hampir keseluruhan pejabat yang mengisi jabatan di Pemerintahan Provinsi Papua tidak didasarkan pada integritas dan kemampuan. Tetapi lebih diutamakan oleh kesukuan. Seharusnya pejabat atau para pemimpin di Papua bersikap profesional yang didasarkan pada kredibilitas seseorang, menyangkut integritas keilmuan, rekam jejak, kejujuran dan visi yang kuat soal pelayanan publik.
"Sehingga Otsus tidak dinilai gagal seperti saat ini. Karena kami menilai hal ini hampir terjadi diseluruh daerah di Indonesia bahkan di Papua," katanya.
Amsal sampaikan bahwa kehadiran Otsus di Papua adalah untuk mempercepat pembangunan, pengembangan SDM dan mensejahterahkan orang Papua yang masih tinggal dengan berbagai kekurangan dan keterbelakangan kemajuan. "Sebenarnya rakyat berharap banyak di Otsus Papua, tetapi rupanya Otsus tidak berjalan maksimal dan dinilai gagal karena tidak memiliki grand desain yang memadai," katanya. [Antara| PapuaPost]