Gubernur Perintahkan Asisten I Segera Perbaiki Draft Otsus Plus
pada tanggal
Monday, 9 September 2013
KOTA JAYAPURA – Gubernur Papua Lukas Enembe memerintahkan kepada Asisten I yang membidangi Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Sekda Papua Titus Emanuel Adopehan Hery Dosinaen S.Ip dan juga Kepala Biro Pemerintahan Sendius Wonda serta Kepala Biro Hukum Sekda Papua Y Upassy agar segera bekerjasama dengan Universitas Cenderawasih dan juga segera memperbaiki draft otonomi khusus (Otsus) plus atau UU Pemerintahan Papua yang diberikan kepercayaan oleh Negara dalam hal ini Presiden kepada orang Papua.
“Oleh karena itu panggil Rector Uncen dan sama –sama memperbaiki. Ikuti draft yang diajukan oleh Uncen. Saya pikir itu bisa dilakukan. Segera dan kita harus bawa ke Jakarta karena presiden sedang menunggu kita,”pintanya saat memberikan sambutan pada pelantikan Pejabat Esalon II dilingkungan Pemprov Papua.
Menurut gubernur hal ini merupakan tugas pertama Asisten I dan kepala biro pemerintahan yang baru dilantik, untuk segera melaksanakannya.
Seperti diketahui, sebelumnya Staf ahli Presiden bidang Otonomi Daerah yang juga Ketua tim perumus UU Pemerintahan Papua Felix Wanggai kepada BISNIS PAPUA menjelaskan pada intinya Undang – Undang Pemerintahan Papua adalah sebuah harapan besar dari kepala Negara untuk memberikan ruang kepada Papua, guna merumuskan sebuah kewenangan yang luas dan khusus untuk merumuskan apa yang menjadi hak dari Papua.
‘’Kewenangan yang luas itu, tentunya harus kita desain secara sistematik dan terukur,’’katanya Dijelaskannya dalam perbincangan awal RUU Pemerintahan Papua adalah perubahan dari UU Otsus menjadi UU Pemerintahan Papua.
“Tujuan sebenarnya adalah memberikan penegasan lagi bahwa Papua adalah khusus, istimewa, asimetris dalam pemerintahan Indonesia,’’katanya lagi.
Selain itu UU ini juga memberikan penegasan bahwa ada identitas, jati diri orang Papua yang harus diakui dan dihormati. Ketiga UU Pemerintahan Papua merupakan langkah yang bersifat percepatan pembangunan,
UU ini harus juga memberikan makna yang bersifat rekonsiliatif, untuk membangun sebuah kehidupan sosial politik yang lebih damai dan berkelanjutan.
Menurutnya sebenarnya empat dasar hal penting mengapa sebuah UU Pemerintahan Papua ini muncul, dalam konteks UU otonomi simetris.
Kemudian hal yang kedua dalam konteks pengakuan terhadap jati diri orang Papua. Kemudian yang ketiga dalam pengakuan percepatan pembangunan Papua dan yang keempat adalah dalam konteks rekonsiliatif dalam konteks social politik.
‘’Itu adalah empat dasar yang menjadi pegangan bersama dan empat dasar ini yang coba dijabarkan dengan pemerintahan Papua,”terangnya.
Selain itu juga ada lima kerangka besar yang ada didalam draft UU Pemerintahan Papua, untuk diperkuat dalam konteks kewenangan.
Dimana Papua harus memiliki kewenangan yang seluas – luasnya, tidak hanya dalam konteks kewenangan dalam UU saja.
Akan tetapi juga dalam konteks praktis, kementrian dan lembaga yang selama ini melakukan berbagai urusan di Papua harus memberikan pelimpahan penugasan kepada pemerintah Papua.
Dalam artian harus ada kewenangan yang lebih luas bagi Papua. Dimana hal ini sebetulnya akan menjadi kunci didalam sebuah pembangunan, pemerintahan dan pelayanan bagi masyarakat Papua.
Namun menurutnya memang kewenangan ini yang harus diperkuat. ‘’Kedua yang kami sepakati bahwa kerangka keuangan yang sebenarnya lebih proporsional dan yang lebih adil. Dimana lebih sesuai dengan konteks social budaya dan wilayah di Papua,’’ujarnya.
Sehingga dana sektoral, perimbangan dan bagi hasil. Kegiatan APBN serta kegiatan investasi dalam negeri haruslah mengikuti desain kebijakan daerah dan memberikan keuntungan sebesar – besarnya bagi rakyat Papua dan Pemerintah Papua.
Nantinya pemerintah Papua berhak memiliki saham di berbagai dunia investasi misalnya di PT Freeport dan LNG Tangguh ataupun sector – sector usaha di luar Papua, harus memiliki saham disitu. Sehingga akan memberikan kontribusi bagi pendapatan asli daerah (PAD).
Kemudian yang ketiga adalah kerangka pembangunan yang disebut, otonomi khusus adalah beberapa poin yang di kelola. Tetapi dengan adanya UU Pemerintahan Papua ini diharapkan komperhensif.
‘’Ini yang kita sebut otonomi komperhensif, yang mengatur semua aspek didalam pembangunan. Baik itu yang sudah diatur dalam aspek kewenangan dan juga urusan pusat dan daerah. Tetapi juga mengatur kewenangan – kewenangan yang selama ini, dikelola para menteri,”paparnya.
Sehingga para menteri juga diharapkan dapat memberikan kebijakan bagi pembangunan di Papua. Serta memberikan perhatian terhadap pendekatan yang lebih spesifik dengan kondisi social budaya di Papua dan juga kementrian juga dapat memberikan alokasi dana yang lebih spesifik bagi Papua. Kedepannya akan banyak kewenangan yang disebut dalam konteks kebijakan pembangunan.[PapuaPos]
“Oleh karena itu panggil Rector Uncen dan sama –sama memperbaiki. Ikuti draft yang diajukan oleh Uncen. Saya pikir itu bisa dilakukan. Segera dan kita harus bawa ke Jakarta karena presiden sedang menunggu kita,”pintanya saat memberikan sambutan pada pelantikan Pejabat Esalon II dilingkungan Pemprov Papua.
Menurut gubernur hal ini merupakan tugas pertama Asisten I dan kepala biro pemerintahan yang baru dilantik, untuk segera melaksanakannya.
Seperti diketahui, sebelumnya Staf ahli Presiden bidang Otonomi Daerah yang juga Ketua tim perumus UU Pemerintahan Papua Felix Wanggai kepada BISNIS PAPUA menjelaskan pada intinya Undang – Undang Pemerintahan Papua adalah sebuah harapan besar dari kepala Negara untuk memberikan ruang kepada Papua, guna merumuskan sebuah kewenangan yang luas dan khusus untuk merumuskan apa yang menjadi hak dari Papua.
‘’Kewenangan yang luas itu, tentunya harus kita desain secara sistematik dan terukur,’’katanya Dijelaskannya dalam perbincangan awal RUU Pemerintahan Papua adalah perubahan dari UU Otsus menjadi UU Pemerintahan Papua.
“Tujuan sebenarnya adalah memberikan penegasan lagi bahwa Papua adalah khusus, istimewa, asimetris dalam pemerintahan Indonesia,’’katanya lagi.
Selain itu UU ini juga memberikan penegasan bahwa ada identitas, jati diri orang Papua yang harus diakui dan dihormati. Ketiga UU Pemerintahan Papua merupakan langkah yang bersifat percepatan pembangunan,
UU ini harus juga memberikan makna yang bersifat rekonsiliatif, untuk membangun sebuah kehidupan sosial politik yang lebih damai dan berkelanjutan.
Menurutnya sebenarnya empat dasar hal penting mengapa sebuah UU Pemerintahan Papua ini muncul, dalam konteks UU otonomi simetris.
Kemudian hal yang kedua dalam konteks pengakuan terhadap jati diri orang Papua. Kemudian yang ketiga dalam pengakuan percepatan pembangunan Papua dan yang keempat adalah dalam konteks rekonsiliatif dalam konteks social politik.
‘’Itu adalah empat dasar yang menjadi pegangan bersama dan empat dasar ini yang coba dijabarkan dengan pemerintahan Papua,”terangnya.
Selain itu juga ada lima kerangka besar yang ada didalam draft UU Pemerintahan Papua, untuk diperkuat dalam konteks kewenangan.
Dimana Papua harus memiliki kewenangan yang seluas – luasnya, tidak hanya dalam konteks kewenangan dalam UU saja.
Akan tetapi juga dalam konteks praktis, kementrian dan lembaga yang selama ini melakukan berbagai urusan di Papua harus memberikan pelimpahan penugasan kepada pemerintah Papua.
Dalam artian harus ada kewenangan yang lebih luas bagi Papua. Dimana hal ini sebetulnya akan menjadi kunci didalam sebuah pembangunan, pemerintahan dan pelayanan bagi masyarakat Papua.
Namun menurutnya memang kewenangan ini yang harus diperkuat. ‘’Kedua yang kami sepakati bahwa kerangka keuangan yang sebenarnya lebih proporsional dan yang lebih adil. Dimana lebih sesuai dengan konteks social budaya dan wilayah di Papua,’’ujarnya.
Sehingga dana sektoral, perimbangan dan bagi hasil. Kegiatan APBN serta kegiatan investasi dalam negeri haruslah mengikuti desain kebijakan daerah dan memberikan keuntungan sebesar – besarnya bagi rakyat Papua dan Pemerintah Papua.
Nantinya pemerintah Papua berhak memiliki saham di berbagai dunia investasi misalnya di PT Freeport dan LNG Tangguh ataupun sector – sector usaha di luar Papua, harus memiliki saham disitu. Sehingga akan memberikan kontribusi bagi pendapatan asli daerah (PAD).
Kemudian yang ketiga adalah kerangka pembangunan yang disebut, otonomi khusus adalah beberapa poin yang di kelola. Tetapi dengan adanya UU Pemerintahan Papua ini diharapkan komperhensif.
‘’Ini yang kita sebut otonomi komperhensif, yang mengatur semua aspek didalam pembangunan. Baik itu yang sudah diatur dalam aspek kewenangan dan juga urusan pusat dan daerah. Tetapi juga mengatur kewenangan – kewenangan yang selama ini, dikelola para menteri,”paparnya.
Sehingga para menteri juga diharapkan dapat memberikan kebijakan bagi pembangunan di Papua. Serta memberikan perhatian terhadap pendekatan yang lebih spesifik dengan kondisi social budaya di Papua dan juga kementrian juga dapat memberikan alokasi dana yang lebih spesifik bagi Papua. Kedepannya akan banyak kewenangan yang disebut dalam konteks kebijakan pembangunan.[PapuaPos]