Tim Investivasi Desak Kapolri Ungkap Aktor Intelektual dari Tragedi Berdarah Tinju Nabire
pada tanggal
Friday, 2 August 2013
KOTA JAYAPURA – Ketua tim investigasi tragedi tinju di Nabire, dari DPR Papua Ruben Magai, S.IP, mendesak Kapolri segera mengungkap aktor intelektual di balik kematian 17 orang di GOR Kota Lama Nabire. Tin juga minta segera turunkan tim ahli investigasi independent untuk menyelidiki penyebabnya.
“Kami juga minta gar segera memberikan sanksi kode etik kepada Kapolres Nabire, dan Dandim Nabire karena dinilai melakukan proses impunitas,” katanya kepada wartawan Selasa (30/07/2013) di ruang fraksi Partai Demokrat DPRP.
Menurutnya, kasus Nabire merupakan bagian integral dari sejumlah pelanggaran kemanusiaan yang terjadi di Papua. Oleh karena itu penyelesaian masalah kemanusiaan, menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah Nabire, Pemerintah Provinsi Papua, pemerintah Indonesia dan masyarakat internasional. Upaya penyelesaian secara menyeluruh perlu ditempuh, agar tidak terjadi kasus-kasus serupa di kemudian hari.
“Dalam hal ini pemerintah pusat, Pemerintah Provinsi Papua agar mendorong Kapolri dan Kapolda mengusut tuntas kasus kejadian luar biasa Nabire,” ungkapnya.
Pihak gereja dan LSM, lanjutnya, diharapkan mengambil bagian mengungkapkan kasus KLB Nabire. Untuk pihak-pihak yang melakukan investigasi, lanjutnya, proses administrasi sudah dilakukan sesuai prosedur oleh Pemerintah Daerah Nabire, KONI Nabire, Pertina Nabire dan Panpel Bupati Cub Nabire.
“Proses investigasi penyebab kematian 17 orang di halaman GOR Kota Lama Nabire harus terus dilakukan dan dipertanggungjawabkan untuk mendapat rasa keadilan bagi keluarga korban dan rakyat Papua,” katanya.
Berdasarkan hasil investigasi, lanjut Magai, kejadian di GOR Kota Lama merupakan tragedi Kejadian Luar Biasa (KLB) , bukan musibah, tetapi kriminal murni atau jenis lainnya. “Semua pihak yang menaruh perhatian tentang pentingnya nilai kemanusian, masih mengklasifikasikan peristiwa ini sebagai KLB. Mengapa dikatakan KLB? Karena dari sejumlah data investigasi menunjukan, bahwa apa yang terjadi di Nabire itu merupakan suatu kejadian yang sulit diterima akal sehat manusia,” jelasnya.
Semua pihak tentunya peduli terhadap kemanusiaan, keluarga korban hingga hari ini masih menunggu hasil investigasi pihak kepolisian, yang di waktu lalu telah di tugaskan oleh Presiden RI, Susilo Bambang Yudoyono (SBY), menugaskan kepada Kapolri dan jajarannya mengusut tuntas kejadian ini.
“Kini, kinerja lembaga kepolisian mendapatkan kepercayaan penuh, untuk segera mengungkap penyebab kejadian KLB GOR Kota Lama Nabire, guna menciptakan rasa aman dan damai untuk masyarakat di Nabire dan Papua umumnya,” katanya. Banyak kalangan terutama masyarakat awam, masih mengkonsumsi informasi yang dipublis pada media elektronik, maupun media cetak baik skala nasional maupun lokal yang mengklasifikasi kejadian ini dalam jenis kejadian musibah dan bukan KLB.
“Untuk mendapatkan informasi dan data yang autentik, kredibel serta dapat dipertanggung jawabkan maka DPRP membentuk tim investigasi, yang dirumuskan dalam sebuah analisis dan merekomedasikan kepada pihak-pihak terkait ,” ungkapnya
Dan hasil analisis tim Investigasi diantaranya, bahwa kegiatan Bupati Nabire Cup dilaksanakan berdasarkan Surat Edaran KONI Provinsi Papua Nomor:1019/Um/KONI-Papua/XII/2012 tentang Rencana Penyelenggaraan Pekan Olahraga Provinsi (PORPROV I) Tahun 2013, tertanggal 31 Desember 2012 di tujukan kepada Para Bupati/Walikota Se Provinsi Papua. Dan surat edaran Gubernur Papua Nomor: 426/3224/SET tertanggal 10 Juni 2013 tentang Penyelenggaraan Pekan Olaraga Provinsi I (PORPROV I) Papua Tahun 2013.
“Secara administrasi Pertina dan Panpel telah memenuhi surat-surat dalam menghadirkan pihak keamanan, bahkan telah dilibatkan dalam kepanitiaan. Instansi terkait yang dilibatkan dan diundang adalah Bupati, Kapolres, Dandim dan Sat Pol PP Kabupaten Nabire. Dengan Nomor: 05/PANPEL-BC/KONI-NBR/VI/2013 tertanggal 17 Juni 2013 tentang Permohonan Ijin dan Bantuan Personil Keamanan ditujukan kepada Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Nabire,” jelasnya. Kemudian Surat No.04/Pertina-Nbr/VII/2013 tertanggal 4 Juli 2013 Permohonan Personil PAM di GOR kepada Kepala Polisi Sektor Nabire, Danramil 1705-01 Nabire, Kasat Pol PP Pemkab (Pemerintah Kabupaten) Nabire.
“Tetapi pada saat kegiatan Tinju yang berlangsung pada 14 Juli 2013 di Gor Kota Lama, tidak ada aparat dalam jumlah besar yang jaga. Diketahui hanya dua Sat Pol PP (Maif Imburi dan kawannya), dua anggota TNI. Mereka hanya jaga di ring tinju,” paparnya.
Dalam cacatan sejarah, lanjut Magai, setiap iven besar atau kecil di Nabire, aparat selalu menjaga dengan menerjunkan sejumlah aparat yang cukup, tetapi menjadi pertanyaan mengapa pada saat malam puncak final tinju di Gor tidak ada aparat yang jaga.
“Berdasarkan Undangan Pertina dan Panpel, Bupati hadir dalam acara final tinju di Gor Kota Lama. Bupati menghubungi panitia, untuk penonton di luar agar mereka masuk dan nonton, tiket bupati yang tanggung, karena ada suara-suara masyarakat yang meminta untuk tiket digratiskan,” katanya.
Setelah terjadi keributan, penonton keluar dari dalam GOR, yang tidak masuk akal korban yang meninggal tertumpuk halaman (di atas tanah) sesudah serambi pintu utama-bukan di atas serambi pintu utama dan di dalam GOR.
“Kepala RSUD Nabire menyatakan bahwa tanda-tanda korban tidak ada pukulan benda tajam, tidak ada patah tulang, yang ada hanya luka lecet, terbakar dan badan mereka menjadi hitam. Kami menyimpulkan ada indikasi upaya/gaya baru dan by design dalam membunuh orang Papua. Upaya ini tidak bisa dibuktikan dengan hukum dan medis, tetapi fakta di lapangan ada saksi dan korban yang membenarkan peristiwa by design pembunuhan gaya baru,” tegasnya.
Kasus ini merupakan KLB, karena para saksi mengatakan waktu terjadi kejadian hanya 10 menit, 17 orang mati tempat, 36 orang luka ringan, 3 orang luka berat. Korban tertumpuk di satu tempat, seperti ada magnet yang menahan, setiap orang yang berusaha menolong ikut tertarik dari batas pinggang ke bawah, sandal, cincin, jam tangan di badan mereka terlepas dengan sendirinya.
Selain itu, orang terangkat lalu jatuh, padahal mereka bisa saja keluar dan jalan menuju kearah teras kanan dan kiri, tetapi mereka seperti diarahkan ke halaman depan, berusaha menarik diri tetapi tidak bisa, dan jatuh ke tanah karena desakan dari orang di belakangnya.
“Kondisi dalam GOR tidak dalam keadaan kacau, orang lempar-lemparan dengan bekas air aqua botol dan gelas. Hanya pemicu pertama memang menggunakan kursi plastik, kemudian menghancurkan meja tamu (VIP). Tidak ada perlawanan yang dilakukan oleh panitia kepada pemicu konflik,” jelasnya.
Tim berpendapat, ujar Magai, ada upaya dalam pemberitaan media, bahwa kasus Nabire dilakukan pengalihan, dimana kasus ini dianggap sebagai kasus musibah murni dan bukan kasus by design.
“Pendukung dari Yulius Pigome dan Rumkorem masing-masing menerima hasil pertandingan tinju.
Keluarga korban meninggal maupun keluarga korban yang hidup tidak pernah melakukan penandatanganan kepada aparat kepolisian, jadi kalau ada keluarga korban yang mengatakan kasus ini ditutup itu tidak benar,” tegasnya. [PapuaPos]
“Kami juga minta gar segera memberikan sanksi kode etik kepada Kapolres Nabire, dan Dandim Nabire karena dinilai melakukan proses impunitas,” katanya kepada wartawan Selasa (30/07/2013) di ruang fraksi Partai Demokrat DPRP.
Menurutnya, kasus Nabire merupakan bagian integral dari sejumlah pelanggaran kemanusiaan yang terjadi di Papua. Oleh karena itu penyelesaian masalah kemanusiaan, menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah Nabire, Pemerintah Provinsi Papua, pemerintah Indonesia dan masyarakat internasional. Upaya penyelesaian secara menyeluruh perlu ditempuh, agar tidak terjadi kasus-kasus serupa di kemudian hari.
“Dalam hal ini pemerintah pusat, Pemerintah Provinsi Papua agar mendorong Kapolri dan Kapolda mengusut tuntas kasus kejadian luar biasa Nabire,” ungkapnya.
Pihak gereja dan LSM, lanjutnya, diharapkan mengambil bagian mengungkapkan kasus KLB Nabire. Untuk pihak-pihak yang melakukan investigasi, lanjutnya, proses administrasi sudah dilakukan sesuai prosedur oleh Pemerintah Daerah Nabire, KONI Nabire, Pertina Nabire dan Panpel Bupati Cub Nabire.
“Proses investigasi penyebab kematian 17 orang di halaman GOR Kota Lama Nabire harus terus dilakukan dan dipertanggungjawabkan untuk mendapat rasa keadilan bagi keluarga korban dan rakyat Papua,” katanya.
Berdasarkan hasil investigasi, lanjut Magai, kejadian di GOR Kota Lama merupakan tragedi Kejadian Luar Biasa (KLB) , bukan musibah, tetapi kriminal murni atau jenis lainnya. “Semua pihak yang menaruh perhatian tentang pentingnya nilai kemanusian, masih mengklasifikasikan peristiwa ini sebagai KLB. Mengapa dikatakan KLB? Karena dari sejumlah data investigasi menunjukan, bahwa apa yang terjadi di Nabire itu merupakan suatu kejadian yang sulit diterima akal sehat manusia,” jelasnya.
Semua pihak tentunya peduli terhadap kemanusiaan, keluarga korban hingga hari ini masih menunggu hasil investigasi pihak kepolisian, yang di waktu lalu telah di tugaskan oleh Presiden RI, Susilo Bambang Yudoyono (SBY), menugaskan kepada Kapolri dan jajarannya mengusut tuntas kejadian ini.
“Kini, kinerja lembaga kepolisian mendapatkan kepercayaan penuh, untuk segera mengungkap penyebab kejadian KLB GOR Kota Lama Nabire, guna menciptakan rasa aman dan damai untuk masyarakat di Nabire dan Papua umumnya,” katanya. Banyak kalangan terutama masyarakat awam, masih mengkonsumsi informasi yang dipublis pada media elektronik, maupun media cetak baik skala nasional maupun lokal yang mengklasifikasi kejadian ini dalam jenis kejadian musibah dan bukan KLB.
“Untuk mendapatkan informasi dan data yang autentik, kredibel serta dapat dipertanggung jawabkan maka DPRP membentuk tim investigasi, yang dirumuskan dalam sebuah analisis dan merekomedasikan kepada pihak-pihak terkait ,” ungkapnya
Dan hasil analisis tim Investigasi diantaranya, bahwa kegiatan Bupati Nabire Cup dilaksanakan berdasarkan Surat Edaran KONI Provinsi Papua Nomor:1019/Um/KONI-Papua/XII/2012 tentang Rencana Penyelenggaraan Pekan Olahraga Provinsi (PORPROV I) Tahun 2013, tertanggal 31 Desember 2012 di tujukan kepada Para Bupati/Walikota Se Provinsi Papua. Dan surat edaran Gubernur Papua Nomor: 426/3224/SET tertanggal 10 Juni 2013 tentang Penyelenggaraan Pekan Olaraga Provinsi I (PORPROV I) Papua Tahun 2013.
“Secara administrasi Pertina dan Panpel telah memenuhi surat-surat dalam menghadirkan pihak keamanan, bahkan telah dilibatkan dalam kepanitiaan. Instansi terkait yang dilibatkan dan diundang adalah Bupati, Kapolres, Dandim dan Sat Pol PP Kabupaten Nabire. Dengan Nomor: 05/PANPEL-BC/KONI-NBR/VI/2013 tertanggal 17 Juni 2013 tentang Permohonan Ijin dan Bantuan Personil Keamanan ditujukan kepada Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Nabire,” jelasnya. Kemudian Surat No.04/Pertina-Nbr/VII/2013 tertanggal 4 Juli 2013 Permohonan Personil PAM di GOR kepada Kepala Polisi Sektor Nabire, Danramil 1705-01 Nabire, Kasat Pol PP Pemkab (Pemerintah Kabupaten) Nabire.
“Tetapi pada saat kegiatan Tinju yang berlangsung pada 14 Juli 2013 di Gor Kota Lama, tidak ada aparat dalam jumlah besar yang jaga. Diketahui hanya dua Sat Pol PP (Maif Imburi dan kawannya), dua anggota TNI. Mereka hanya jaga di ring tinju,” paparnya.
Dalam cacatan sejarah, lanjut Magai, setiap iven besar atau kecil di Nabire, aparat selalu menjaga dengan menerjunkan sejumlah aparat yang cukup, tetapi menjadi pertanyaan mengapa pada saat malam puncak final tinju di Gor tidak ada aparat yang jaga.
“Berdasarkan Undangan Pertina dan Panpel, Bupati hadir dalam acara final tinju di Gor Kota Lama. Bupati menghubungi panitia, untuk penonton di luar agar mereka masuk dan nonton, tiket bupati yang tanggung, karena ada suara-suara masyarakat yang meminta untuk tiket digratiskan,” katanya.
Setelah terjadi keributan, penonton keluar dari dalam GOR, yang tidak masuk akal korban yang meninggal tertumpuk halaman (di atas tanah) sesudah serambi pintu utama-bukan di atas serambi pintu utama dan di dalam GOR.
“Kepala RSUD Nabire menyatakan bahwa tanda-tanda korban tidak ada pukulan benda tajam, tidak ada patah tulang, yang ada hanya luka lecet, terbakar dan badan mereka menjadi hitam. Kami menyimpulkan ada indikasi upaya/gaya baru dan by design dalam membunuh orang Papua. Upaya ini tidak bisa dibuktikan dengan hukum dan medis, tetapi fakta di lapangan ada saksi dan korban yang membenarkan peristiwa by design pembunuhan gaya baru,” tegasnya.
Kasus ini merupakan KLB, karena para saksi mengatakan waktu terjadi kejadian hanya 10 menit, 17 orang mati tempat, 36 orang luka ringan, 3 orang luka berat. Korban tertumpuk di satu tempat, seperti ada magnet yang menahan, setiap orang yang berusaha menolong ikut tertarik dari batas pinggang ke bawah, sandal, cincin, jam tangan di badan mereka terlepas dengan sendirinya.
Selain itu, orang terangkat lalu jatuh, padahal mereka bisa saja keluar dan jalan menuju kearah teras kanan dan kiri, tetapi mereka seperti diarahkan ke halaman depan, berusaha menarik diri tetapi tidak bisa, dan jatuh ke tanah karena desakan dari orang di belakangnya.
“Kondisi dalam GOR tidak dalam keadaan kacau, orang lempar-lemparan dengan bekas air aqua botol dan gelas. Hanya pemicu pertama memang menggunakan kursi plastik, kemudian menghancurkan meja tamu (VIP). Tidak ada perlawanan yang dilakukan oleh panitia kepada pemicu konflik,” jelasnya.
Tim berpendapat, ujar Magai, ada upaya dalam pemberitaan media, bahwa kasus Nabire dilakukan pengalihan, dimana kasus ini dianggap sebagai kasus musibah murni dan bukan kasus by design.
“Pendukung dari Yulius Pigome dan Rumkorem masing-masing menerima hasil pertandingan tinju.
Keluarga korban meninggal maupun keluarga korban yang hidup tidak pernah melakukan penandatanganan kepada aparat kepolisian, jadi kalau ada keluarga korban yang mengatakan kasus ini ditutup itu tidak benar,” tegasnya. [PapuaPos]