Tidak Bayar Kompensasi Ulayat dan Merusak Hutan Adat, Masyarakat Tujuh Marga di Bagaraga, Wardik dan Tokas Usir PT Bangun Kayu Irian (BKI)
pada tanggal
Wednesday, 7 August 2013
TEMINABUAN (SORSEL) - Masyarakat adat Sorong Selatan yang tinggal di kampung Bagaraga, Wardik dan Tokas, di distrik Wayer dan distrik Moswaren (Marga Saman, Marga Yaru Homer, Marga Homer, Marga Tigori, Marga Smur, Marga Fna, Marga Wato) yang adalah pemilik sah atas tanah adat di daerah Nawir dan sekitarnya yang menjadi bagian dari areal konsesi PT. Bangun Kayu Irian (BKI) yang beroperasi di daerah itu, meminta perusahaaan untuk segera angkat kaki dari daerah mereka, setelah lebih dahulu membayarkan kompensasi atas hak ulayat dan ganti rugi atas pengambilan dan pengrusakan atas hutan adat.
Demikian tulis masyarakat adat Sorong Selatan dalam press release tertanggal 1 Agustus, yang diterima media ini, tanggal 4 Agustus 2013.
Mereka juga meminta MRP Papua Barat untuk memasilitasi pertemuan antara pemerintah kabupaten Sorong Selatan, Masyarakat adat (Ketujuh 7 marga pemilik hak ulayat) dan PT. Bangun Kayu Irian untuk menyelesaikan tuntutan masyarakat adat pemilik hak ulayat tersebut.
Masyarakat adat Sorong Selatan juga mendesak menteri Kehutanan RI untuk membatalkan dan meninjau kembali SK Menteri Kehutanan Nomor: 01/KPTS-II/1993/ Tanggal 04 Januari 1993, dengan areal konsesi seluas 299.000 ha selama 20 tahun yang diberikan kepada PT. Bangun Kayu Irian.
"Ijin tersebut salah digunakan oleh perusahaan dan masa berlakunya SK Kementerian Kehutanan tersebut sudah berakhir pada tanggal 04 Januari 2013," tulis masyarakat adat yang mengaku sering mendapatkan ancaman, teror dan intimidasi oleh aparat kepolisian dan anggota TNI AD yang bertugas menjaga dan mengawasi perusahaan, dalam releasenya.
Masyarakat adat juga mendesak Polda Papua Barat, Polres kabupaten Sorong Selatan untuk segera menghentikan semua aktivitas PT. Bangun Kayu Irian.
Sekaligus, mereka meminta Polres kabupaten Sorong untuk segera melakukan penyelidikan terhadap PT. Bangun Kayu Irian, karena diduga telah melakukan penipuan dan merugikan negara di bidang kehutanan.
"Kami juga minta kepada Polres kabupaten Sorong Selatan untuk melakukan penyidikan ulang terhadap kasus kematian misterius yang dialami oleh Bpk. Yoram Saman pada tahun 1997. Karena dicurigai ada indikasi diracuni oleh oknum pihak perusahaan yang saat itu mengundang bapak Yoram untuk makan malam bersama di Penginapan Nusa Indah Kota Teminabuan," tulis masyarakat adat dalam release.
Masyarakat tujuh marga lebih lanjut meminta kepada pelaksana ferivikasi untuk membatalkan hasil penilaian Audit Lapangan Penilaian Kerja Pengelolaan Hutan Alam Produksi Lestari (PHAPL) perusahaan BKI, karena tidak sesuai fakta di lapangan.
Diketahui, PT. Bangun Kayu Irian (BKI) beroperasi sesuai SK Menteri Kehutanan Nomor: 01/KPTS II/1993/Tanggal 04 Januari 1993, dengan areal konsesi seluas 299.000 ha selama 20 tahun.
Pada 4 Januari 2013, sesuai kesepakatan 20 tahun sebelumnya, PT. sudah harus berhenti beroperasi. Namun, ia masih tetap melakukan aktivitas seperti biasa, mengeksplorasi dan mengeksploitasi hutan. [MajalahSelangkah]
Demikian tulis masyarakat adat Sorong Selatan dalam press release tertanggal 1 Agustus, yang diterima media ini, tanggal 4 Agustus 2013.
Mereka juga meminta MRP Papua Barat untuk memasilitasi pertemuan antara pemerintah kabupaten Sorong Selatan, Masyarakat adat (Ketujuh 7 marga pemilik hak ulayat) dan PT. Bangun Kayu Irian untuk menyelesaikan tuntutan masyarakat adat pemilik hak ulayat tersebut.
Masyarakat adat Sorong Selatan juga mendesak menteri Kehutanan RI untuk membatalkan dan meninjau kembali SK Menteri Kehutanan Nomor: 01/KPTS-II/1993/ Tanggal 04 Januari 1993, dengan areal konsesi seluas 299.000 ha selama 20 tahun yang diberikan kepada PT. Bangun Kayu Irian.
"Ijin tersebut salah digunakan oleh perusahaan dan masa berlakunya SK Kementerian Kehutanan tersebut sudah berakhir pada tanggal 04 Januari 2013," tulis masyarakat adat yang mengaku sering mendapatkan ancaman, teror dan intimidasi oleh aparat kepolisian dan anggota TNI AD yang bertugas menjaga dan mengawasi perusahaan, dalam releasenya.
Masyarakat adat juga mendesak Polda Papua Barat, Polres kabupaten Sorong Selatan untuk segera menghentikan semua aktivitas PT. Bangun Kayu Irian.
Sekaligus, mereka meminta Polres kabupaten Sorong untuk segera melakukan penyelidikan terhadap PT. Bangun Kayu Irian, karena diduga telah melakukan penipuan dan merugikan negara di bidang kehutanan.
"Kami juga minta kepada Polres kabupaten Sorong Selatan untuk melakukan penyidikan ulang terhadap kasus kematian misterius yang dialami oleh Bpk. Yoram Saman pada tahun 1997. Karena dicurigai ada indikasi diracuni oleh oknum pihak perusahaan yang saat itu mengundang bapak Yoram untuk makan malam bersama di Penginapan Nusa Indah Kota Teminabuan," tulis masyarakat adat dalam release.
Masyarakat tujuh marga lebih lanjut meminta kepada pelaksana ferivikasi untuk membatalkan hasil penilaian Audit Lapangan Penilaian Kerja Pengelolaan Hutan Alam Produksi Lestari (PHAPL) perusahaan BKI, karena tidak sesuai fakta di lapangan.
Diketahui, PT. Bangun Kayu Irian (BKI) beroperasi sesuai SK Menteri Kehutanan Nomor: 01/KPTS II/1993/Tanggal 04 Januari 1993, dengan areal konsesi seluas 299.000 ha selama 20 tahun.
Pada 4 Januari 2013, sesuai kesepakatan 20 tahun sebelumnya, PT. sudah harus berhenti beroperasi. Namun, ia masih tetap melakukan aktivitas seperti biasa, mengeksplorasi dan mengeksploitasi hutan. [MajalahSelangkah]