Socratez Sofyan Yoman Nilai Solusi Penyelesaian Konflik di Papua adalah Dialog Damai
pada tanggal
Saturday, 31 August 2013
KOTA JAYAPURA – Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua (PGBP), Pendeta Socratez Sofyan Yoman mengatakan, segala bentuk kebijakan pemerintah Republik Indonesia untuk menyelesaikan konflik Papua, gagal total.
Pernyataan itu disampaikan Socrates melalui press releasenya yang diterima tabloidjubi.com, Jumat (30/08/2013). “Pendekatan Pemerintah RI untuk penyelesaian masalah Papua melalui UU Otsus 2001 telah gagal total,” tuturnya. Menurut dia, pelanggaran HAM, dan kemiskinan Orang Asli Papua, meningkat tajam. Penduduk asli Papua benar-benar dimusnahkan dan disingkirkan.
UP4B (Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat) tidak menjawab masalah-masalah kompleks dan kronis di wilayah tertimur ini. Utusan khusus Presiden, dr. Farid Husein telah gagal. “Solusi terakhir Otsus Plus, namun sudah ditolak oleh MRP dan Rakyat Papua pada 25-27 Juli 2013 lalu,” tegasnya.
Menurut pendeta Socrates, ada dua solusi yang relevan dan tepat untuk mengahiri konflik Papua.Pertama, dialog Bangsa Papua dan pemerintah Indonesia yang dimediasi oleh pihak netral.
”Dialog damai dan setara antara pemerintah Indonesia dan rakyat Papua tanpa syarat dimediasi pihak ketiga di tempat yang netral,” tuturnya. Kedua, pemerintah Indonesia mengakui Papua sebagai Negara merdeka dan berdaulat sejak 1 Desember 1961 yang pernah dibubarkan oleh Ir. Sukarno dengan TRIKORA 19 Desember 1961.
Hal senanda disampaikan ketua Parlemen Jalanan, Yusak Pakage. “Cara, gaya dan dana milyaran apapun, Indonesia tidak akan membangun Papua,” ucapnya. Karena itu, lanjut Yusak, motivasi Indonesia menguasai Papua demi kepentingan ekonomi. “Indonesia ada untuk mengusai, mengolah dan kuras alam serta kuras orang Papua,” ujar dia. [TabloidJubi]
Pernyataan itu disampaikan Socrates melalui press releasenya yang diterima tabloidjubi.com, Jumat (30/08/2013). “Pendekatan Pemerintah RI untuk penyelesaian masalah Papua melalui UU Otsus 2001 telah gagal total,” tuturnya. Menurut dia, pelanggaran HAM, dan kemiskinan Orang Asli Papua, meningkat tajam. Penduduk asli Papua benar-benar dimusnahkan dan disingkirkan.
UP4B (Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat) tidak menjawab masalah-masalah kompleks dan kronis di wilayah tertimur ini. Utusan khusus Presiden, dr. Farid Husein telah gagal. “Solusi terakhir Otsus Plus, namun sudah ditolak oleh MRP dan Rakyat Papua pada 25-27 Juli 2013 lalu,” tegasnya.
Menurut pendeta Socrates, ada dua solusi yang relevan dan tepat untuk mengahiri konflik Papua.Pertama, dialog Bangsa Papua dan pemerintah Indonesia yang dimediasi oleh pihak netral.
”Dialog damai dan setara antara pemerintah Indonesia dan rakyat Papua tanpa syarat dimediasi pihak ketiga di tempat yang netral,” tuturnya. Kedua, pemerintah Indonesia mengakui Papua sebagai Negara merdeka dan berdaulat sejak 1 Desember 1961 yang pernah dibubarkan oleh Ir. Sukarno dengan TRIKORA 19 Desember 1961.
Hal senanda disampaikan ketua Parlemen Jalanan, Yusak Pakage. “Cara, gaya dan dana milyaran apapun, Indonesia tidak akan membangun Papua,” ucapnya. Karena itu, lanjut Yusak, motivasi Indonesia menguasai Papua demi kepentingan ekonomi. “Indonesia ada untuk mengusai, mengolah dan kuras alam serta kuras orang Papua,” ujar dia. [TabloidJubi]