Mama Penjual di Bandara Moses Kilangin Minta Freeport Indonesia Sediakan Pasar Beratap
pada tanggal
Friday, 2 August 2013
TIMIKA (MIMIKA) - Sejumlah mama asli Papua yang hari-harinya berjualan di depan Bandar Udara Internasional Moses Kilangin Mimika, Papua meminta PT. Freeport Indonesia dan Manajemen Bandar Udara menyediakan lokasi dan bangunan pasar beratap di sekitar Bandara.
Kepada majalahselangkah.com, Senin (22/07/2013), Tina Pakage mengatakan, ia bersama mama-mama lain sudah meminta kepada Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro (LMPAK) Biro Suku Mee, Martinus You. Dikatakannya, permintaan itu telah disetujui tetapi pihak Manajemen Bandara belum menyediakan tempat untuk pembangunan pasar.
"Kami masih jualan di sini. Dari dulu. Pihak Bandara belum menyediakan lokasi untuk bangun tempat jualan. Katanya, wilayah ini milik persuahan," kata Tina Pakage didampingi Tekla Bobii dan rekan-rekan lain.
"Kami mulai jualan di Bandara ini sejak tahun 1996, kini 18 Tahun. Kami jualan dengan mengalas plastik dengan beratap payung dan selalu pindah-pindah tempat karena sering dilarang jual oleh petugas Bandara. Tapi kami selalu katakan Bandara itu belum bangun kami sudah jualan di tempat ini. Jadi, kami hanya minta sediakan satu lokasi di sekitar Bandara untuk bangun tempat jualan yang layak bagi kami," tuturnya.
Tina Pakage dan teman-temannya menuturkan kekecewaannya atas apa yang mereka nilai distriminasi. "Pihak pendatang diijinkan jualan di dalam ruang tunggu sedangkan kami tidak. Kami berjualan di luar tadah hujan dan panas tiap hari selama mulai dari jam 6:30 hingga 3:30 WIT. Kalau pajak ya kami juga bias bayar," katanya.
Mama Gobay mengulang kembali apa yang pernah dikatakan Denis, Pilot pesat Maf berkebangsaan Amarika Serikat. "Pihak Bandara diminta jangan melarang mama-mama Papua yang jual baran-barangnya. Mereka sangat membantu penumpang yang hendak pergi dari Timika maupun datang ke Timika untuk beli makanan, minuman serta barang lain yang mereka sediakan di sini. Seharusnya mereka disediakn tempat jual yang ada atapnya. Apalagi mata pencaharian mereka hanya jualan untuk menghidupi keluarga serta membiayai anaknya sekolah," kata mama Gobay menirukan Denis.
Kata dia, setelah ada permintaan dari Pilot Denis, mereka izinkan jualan. "Sekarang kami tidak dilarang jual barang oleh pihak Bandara. Kami hanya mengeluh soal tempat jual, mereka mengijinkan kami bisa jualan tapi harus perhatikan kebersihan lingkungan,jangan menambah pedang personil lainya, cukup enam mama terdiri dari mama Pakage, Mama Bobii, Mama Gobay dan Mama Bukega serta Mama Doo, dan satu lagi," kata mama Gobay.
"Kami anggap cocok untuk mencari nafkah di sini, apalagi hidup di Timika harga serba mahal. Oleh karena itu kami mohon PT.Freeport Indonesia dan Bandara sediakan satu lokasi agar pihak LPMAK, Biro Ekonomi suku Mee membangun tempat jualan bagi kami," kata mama yang lain, Mama Doo. [MajalahSelangkah| majalahSelangkah]
Kepada majalahselangkah.com, Senin (22/07/2013), Tina Pakage mengatakan, ia bersama mama-mama lain sudah meminta kepada Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro (LMPAK) Biro Suku Mee, Martinus You. Dikatakannya, permintaan itu telah disetujui tetapi pihak Manajemen Bandara belum menyediakan tempat untuk pembangunan pasar.
"Kami masih jualan di sini. Dari dulu. Pihak Bandara belum menyediakan lokasi untuk bangun tempat jualan. Katanya, wilayah ini milik persuahan," kata Tina Pakage didampingi Tekla Bobii dan rekan-rekan lain.
"Kami mulai jualan di Bandara ini sejak tahun 1996, kini 18 Tahun. Kami jualan dengan mengalas plastik dengan beratap payung dan selalu pindah-pindah tempat karena sering dilarang jual oleh petugas Bandara. Tapi kami selalu katakan Bandara itu belum bangun kami sudah jualan di tempat ini. Jadi, kami hanya minta sediakan satu lokasi di sekitar Bandara untuk bangun tempat jualan yang layak bagi kami," tuturnya.
Tina Pakage dan teman-temannya menuturkan kekecewaannya atas apa yang mereka nilai distriminasi. "Pihak pendatang diijinkan jualan di dalam ruang tunggu sedangkan kami tidak. Kami berjualan di luar tadah hujan dan panas tiap hari selama mulai dari jam 6:30 hingga 3:30 WIT. Kalau pajak ya kami juga bias bayar," katanya.
Mama Gobay mengulang kembali apa yang pernah dikatakan Denis, Pilot pesat Maf berkebangsaan Amarika Serikat. "Pihak Bandara diminta jangan melarang mama-mama Papua yang jual baran-barangnya. Mereka sangat membantu penumpang yang hendak pergi dari Timika maupun datang ke Timika untuk beli makanan, minuman serta barang lain yang mereka sediakan di sini. Seharusnya mereka disediakn tempat jual yang ada atapnya. Apalagi mata pencaharian mereka hanya jualan untuk menghidupi keluarga serta membiayai anaknya sekolah," kata mama Gobay menirukan Denis.
Kata dia, setelah ada permintaan dari Pilot Denis, mereka izinkan jualan. "Sekarang kami tidak dilarang jual barang oleh pihak Bandara. Kami hanya mengeluh soal tempat jual, mereka mengijinkan kami bisa jualan tapi harus perhatikan kebersihan lingkungan,jangan menambah pedang personil lainya, cukup enam mama terdiri dari mama Pakage, Mama Bobii, Mama Gobay dan Mama Bukega serta Mama Doo, dan satu lagi," kata mama Gobay.
"Kami anggap cocok untuk mencari nafkah di sini, apalagi hidup di Timika harga serba mahal. Oleh karena itu kami mohon PT.Freeport Indonesia dan Bandara sediakan satu lokasi agar pihak LPMAK, Biro Ekonomi suku Mee membangun tempat jualan bagi kami," kata mama yang lain, Mama Doo. [MajalahSelangkah| majalahSelangkah]