Lukas Enembe : Sumber Daya Alam dan Ulayat Sangat Berperan Penting
pada tanggal
Wednesday, 7 August 2013
KOTA JAYAPURA - Gubernur Provinsi Papua Lukas Enembe,SIP,MH menekankan bahwa produk hukum daerah yang mengatur tentang Pengelolaan sumber daya alam dan ulayat di Papua sangat penting.
“Sekalipun sudah ada berbagai Peraturan perundang-undangan yang telah mengatur penguasaan dan pemanfaatan sumber daya alam dan ulayat, namun masih saja ada permasalahan umum yang dihadapi masyarakat adat sehungan hak atas sumber daya alam dan ulayat mereka,” kata Lukas Enembe, belum lama ini.
Menurutnya, permasalahan umum yang muncul seperti orientasi pada ekploitasi mengabaikan masyarakat adat pemilik ulayat, konservasi dan berkelanjutan fungsi sumber daya alam.
Untuk itu, semua pihak terutama yang sudah mempunyai pengalaman dan wawasan tentang pengelolaan SDA dan ulayat di daerah supaya dapat berperan aktif untuk melaksanakan dan menegakkan kewajiban antara lain kewajiban menghormati dengan tidak campur tangan ketika masyarakat adat menikmati haknya atas pengelolaan sumber daya alam.
“Kewajiban melindungi dengan mencegah pelanggaran hak oleh pihak ketiga,” ujarnya.
Serta kewajiban melaksanakan atau mengambil tindakan-tindakan legislatif dan tindakan legislatif, administratif, finansial, hukum dan tindakan lain yang memadai guna pelaksanaan hak masyarakat adat atas pengelolaan sumber daya alam sepenuhnya.
Selain itu, di dalam undang-undang Otsus Papua secara tegas telah memberikan pengakuan dan perlindungan hukum yang kuat terhadap hak-hak adat. Dalam hal ini, pengakuan atas suatu kawasan SDA yang berada di dalam wilayah masyarakat adat.
Dengan demikian, berkaitan dengan pengakuan dan perlindungan hukum atas tanah adat tersebut. Maka pemerintah akan mengupayakan perlu adanya Perdasi dan Perdasus tentang Peraturan SDA yang didalamnya akan dimuat seperti kawasan SDA yang dikuasai, dimiliki diusahakan oleh masyarakat adat dengan pengelolaannya sepenuhnya berada di tangan masyarakat adat itu.
Serta setiap kerjasama pengelolaan kawasan SDA antara masyarakat adat dengan pihak ketiga harus didasarkan pada kesepakatan yang saling menguntungkan dengan memperhatikan aspek konservasi.
“Seriap kerjasama pengelolaan kawasan SDA antara masyarakat adat dengan pihak luar negeri harus mendapatkan izin dari pemerintah kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan nasional tanpa merugikan masyarakat adat,”tambahnya. [PapuaPos]
“Sekalipun sudah ada berbagai Peraturan perundang-undangan yang telah mengatur penguasaan dan pemanfaatan sumber daya alam dan ulayat, namun masih saja ada permasalahan umum yang dihadapi masyarakat adat sehungan hak atas sumber daya alam dan ulayat mereka,” kata Lukas Enembe, belum lama ini.
Menurutnya, permasalahan umum yang muncul seperti orientasi pada ekploitasi mengabaikan masyarakat adat pemilik ulayat, konservasi dan berkelanjutan fungsi sumber daya alam.
Untuk itu, semua pihak terutama yang sudah mempunyai pengalaman dan wawasan tentang pengelolaan SDA dan ulayat di daerah supaya dapat berperan aktif untuk melaksanakan dan menegakkan kewajiban antara lain kewajiban menghormati dengan tidak campur tangan ketika masyarakat adat menikmati haknya atas pengelolaan sumber daya alam.
“Kewajiban melindungi dengan mencegah pelanggaran hak oleh pihak ketiga,” ujarnya.
Serta kewajiban melaksanakan atau mengambil tindakan-tindakan legislatif dan tindakan legislatif, administratif, finansial, hukum dan tindakan lain yang memadai guna pelaksanaan hak masyarakat adat atas pengelolaan sumber daya alam sepenuhnya.
Selain itu, di dalam undang-undang Otsus Papua secara tegas telah memberikan pengakuan dan perlindungan hukum yang kuat terhadap hak-hak adat. Dalam hal ini, pengakuan atas suatu kawasan SDA yang berada di dalam wilayah masyarakat adat.
Dengan demikian, berkaitan dengan pengakuan dan perlindungan hukum atas tanah adat tersebut. Maka pemerintah akan mengupayakan perlu adanya Perdasi dan Perdasus tentang Peraturan SDA yang didalamnya akan dimuat seperti kawasan SDA yang dikuasai, dimiliki diusahakan oleh masyarakat adat dengan pengelolaannya sepenuhnya berada di tangan masyarakat adat itu.
Serta setiap kerjasama pengelolaan kawasan SDA antara masyarakat adat dengan pihak ketiga harus didasarkan pada kesepakatan yang saling menguntungkan dengan memperhatikan aspek konservasi.
“Seriap kerjasama pengelolaan kawasan SDA antara masyarakat adat dengan pihak luar negeri harus mendapatkan izin dari pemerintah kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan nasional tanpa merugikan masyarakat adat,”tambahnya. [PapuaPos]