Lukas Enembe dan Klemen Tinal Dinilai Tidak Berniat Bentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR)
pada tanggal
Wednesday, 7 August 2013
KOTA JAYAPURA - Sejumlah LSM HAM Papua menuding pemerintah setempat tak memiliki niat baik untuk membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) di Bumi Cenderawasih.
Koordinator Kontras Papua, Olga Hamadi menuturkan Gubernur dan Wakil Gubernur setempat, Lukas Enembe dan Klemen Tinal (Lukmen) saat ini bahkan terkesan menghalang-halangi penyampaian pendapat di muka umum.
Olga menilai pemerintahan Lukmen tak akan serius mengurusi tentang pelanggaran HAM masa lalu yang belum terselesaikan.
Padahal di UU Otsus pasal 46 sangat jelas bahwa pembentukan KKR di Papua harus dilakukan.
“Ini bukan persoalan kita ganti kebijakan. Misalnya dari Otsus yang lama, terus sekarang kemudian muncul otsus plus. Ini kan bukan soal kebijakan sebenarnya. Apakah dia memang punya itikad baik, artinya pemerintah ya, punya itikad baik atau tidak untuk mengimplementasikan itu atau tidak, ini kan yang menjadi pertanyaan kan? Kalau kita bicara Otsus yang lama juga, UU-nya kan juga sudah sangat baik kan, seperti itu. Tapi kan memang eksekutifnya, legislatifnya kan tidak jalan, seperti itu. Artinya kalau melihat dari cara kepemimpinan dia yang baru ini, kami sangat pesimis begitu,” katanya
Koordinator Kontras Papua, Olga Hamadi menambahkan sejak diberlakukannya UU Otsus 21/2001, Pemerintah Indonesia sebenarnya telah memiliki niat baik untuk Papua.
Misalnya saja di Bab XII yang menyoroti tentang HAM di Papua, sangat jelas bahwa pasal 45 dan 46 menyebutkan bahwa KKR di Bumi Cenderawasih wajib dibentuk, guna penyelesaian kasus pelanggaran HAM yang tak tersentuh penyelesaiannya. Di dalam pasal tersebut juga menyatakan bahwa KKR bakal dibentuk sesuai dengan usulan gubernur ke Presiden. [PortalKBR]
Koordinator Kontras Papua, Olga Hamadi menuturkan Gubernur dan Wakil Gubernur setempat, Lukas Enembe dan Klemen Tinal (Lukmen) saat ini bahkan terkesan menghalang-halangi penyampaian pendapat di muka umum.
Olga menilai pemerintahan Lukmen tak akan serius mengurusi tentang pelanggaran HAM masa lalu yang belum terselesaikan.
Padahal di UU Otsus pasal 46 sangat jelas bahwa pembentukan KKR di Papua harus dilakukan.
“Ini bukan persoalan kita ganti kebijakan. Misalnya dari Otsus yang lama, terus sekarang kemudian muncul otsus plus. Ini kan bukan soal kebijakan sebenarnya. Apakah dia memang punya itikad baik, artinya pemerintah ya, punya itikad baik atau tidak untuk mengimplementasikan itu atau tidak, ini kan yang menjadi pertanyaan kan? Kalau kita bicara Otsus yang lama juga, UU-nya kan juga sudah sangat baik kan, seperti itu. Tapi kan memang eksekutifnya, legislatifnya kan tidak jalan, seperti itu. Artinya kalau melihat dari cara kepemimpinan dia yang baru ini, kami sangat pesimis begitu,” katanya
Koordinator Kontras Papua, Olga Hamadi menambahkan sejak diberlakukannya UU Otsus 21/2001, Pemerintah Indonesia sebenarnya telah memiliki niat baik untuk Papua.
Misalnya saja di Bab XII yang menyoroti tentang HAM di Papua, sangat jelas bahwa pasal 45 dan 46 menyebutkan bahwa KKR di Bumi Cenderawasih wajib dibentuk, guna penyelesaian kasus pelanggaran HAM yang tak tersentuh penyelesaiannya. Di dalam pasal tersebut juga menyatakan bahwa KKR bakal dibentuk sesuai dengan usulan gubernur ke Presiden. [PortalKBR]