Budaya Ndambu Orang Kimaam Nyaris Punah
pada tanggal
Sunday, 25 August 2013
KIMAAM (MERAUKE) – Budaya Ndambu yang menjadi suatu tradisi orang di Pulau Terapung Kimaam, nyaris punah. Padahal merupakan warusan leluhur yang harus dikembangkan dan atau diteruskan dari generasi ke generasi. Karena merupakan nilai dasar kebiasaan hidup masyarakat yang tersebar di Distrik Kimaam, Waan, Tabonji serta Ilwayab.
Demikian disampaikan Bupati Merauke, Drs. Romanus Mbaraka, MT saat memberikan arahan pada pembukaan Festival Ndambu yang berlangsung di Lapangan Kimaam, Selasa (27/08/2013). Dikatakan, banyak orang mengatakan, kenapa sehingga masyarakat di Pulau Kimaam, mulai malas. Sebagai jawabannya, dari sekarang harus dihidupkan secara perlahan-lahan.
“Kebiasaan dalam darah dan daging orang Kimaam, harus digali kembali dengan baik. Karena ketika akan hilang untuk selamanya, maka hidup manusia tak seimbang nanti. Pada zaman dahulu, orang Kimaam tidak pernah hidup dengan meminta-minta. Bahkan, di belakang rumah masing-masing, tidak ada tanah kosong. Semua ditanami umbi-umbian maupun pisang serta aneka tanaman lain,” katanya.
Namun sekarang, lanjut Bupati Mbaraka, budaya proposal sepertinya sudah mulai tervirus kepada masyarakat di Kimaam. Mereka meninggalkan isterinya dan turun ke kota hingga berbulan-bulan hanya dengan tujuan akan meminta bantuan. Sementara kebun maupun pekarangan rumah, sudah ditumbuhi oleh rumput. Kebiasaan seperti demikian, agar harus dirubah secara perlahan-lahan.
Ditambahkan, ketika dulu dirinya datang dari Batu Merah, Kampung Kalilam untuk sekolah, orangtua telah menyiapkan bekal seperti umbi-umbian serta pisang untuk dibawa. Karena memang ada kebun yang dirawat dan ditanami berbagai jenis tanaman. “Itu yang harus dikembalikan mulai sekarang hingga generasi berikutnya,” tuturnya. [PapuaPos| TabloidJubi]
Demikian disampaikan Bupati Merauke, Drs. Romanus Mbaraka, MT saat memberikan arahan pada pembukaan Festival Ndambu yang berlangsung di Lapangan Kimaam, Selasa (27/08/2013). Dikatakan, banyak orang mengatakan, kenapa sehingga masyarakat di Pulau Kimaam, mulai malas. Sebagai jawabannya, dari sekarang harus dihidupkan secara perlahan-lahan.
“Kebiasaan dalam darah dan daging orang Kimaam, harus digali kembali dengan baik. Karena ketika akan hilang untuk selamanya, maka hidup manusia tak seimbang nanti. Pada zaman dahulu, orang Kimaam tidak pernah hidup dengan meminta-minta. Bahkan, di belakang rumah masing-masing, tidak ada tanah kosong. Semua ditanami umbi-umbian maupun pisang serta aneka tanaman lain,” katanya.
Namun sekarang, lanjut Bupati Mbaraka, budaya proposal sepertinya sudah mulai tervirus kepada masyarakat di Kimaam. Mereka meninggalkan isterinya dan turun ke kota hingga berbulan-bulan hanya dengan tujuan akan meminta bantuan. Sementara kebun maupun pekarangan rumah, sudah ditumbuhi oleh rumput. Kebiasaan seperti demikian, agar harus dirubah secara perlahan-lahan.
Ditambahkan, ketika dulu dirinya datang dari Batu Merah, Kampung Kalilam untuk sekolah, orangtua telah menyiapkan bekal seperti umbi-umbian serta pisang untuk dibawa. Karena memang ada kebun yang dirawat dan ditanami berbagai jenis tanaman. “Itu yang harus dikembalikan mulai sekarang hingga generasi berikutnya,” tuturnya. [PapuaPos| TabloidJubi]