Undang-Undang Pemerintahan Papua Jiplak Undang-Undang Pemerintah Nangro Aceh Darussalam
pada tanggal
Friday, 26 July 2013
KOTA JAYAPURA - Foker LSM Papua menyatakan mendukung Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar oleh Majelis Rakyat Papua (MRP), mulai hari ini Kamis, (25-27/07/2013). Sebagai bentuk dukungan tersebut Foker LSM Papua mengeluarkan enam seruan kepada lembaga kultur yang bertanggung jawab kepada tujuh wilayah budaya yang ada di Provinsi Papua.
Menurut Sekretaris Eksekutif Foker LSM Papua Lienche F. Maloali, pelaksanaan evaluasi Otonomi Khusus (Otsus) Papua dan Papua Barat oleh MRP dan Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) merupakan momen yang tepat dan berwibawa, serta menunjukkan cara berdemokrasi yang baik dalam mendengar isi hati, pendapat dan aspirasi dari Orang Asli Papua (OAP).
Oleh karena itu, pihaknya meminta dukungan dan penguatan baik dari OAP maupun seluruh masyarakat yang ada tinggal dan hidup diatas Tanah Papua.
Foker LSM Papua yang membawahi sejumlah LSM yang tersebar di seluruh Tanah Papua merasa terpanggil untuk ikut memberikan dukungan dalam rangka pelaksanaan Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang dilakukan MRP beserta konstituennya. Dukungan yang dimaksudkan itu berupa bentuk seruan sebanyak enam seruan.
“Majelis Rakyat Papua dan Majelis Rakyat Papua Barat perlu menyadari bahwa orangtua dari para anggota MRP yang mulia adalah representasi Kultur Orang Asli Papua (OAP) yang terdiri dari tujuh Wilayah Budaya, yakni Tabi, Saireri, Bomberai, Domberai, Anim-Ha, La Pago dan Me Pago. Dan, bertanggung jawab kepada masyarakat di tujuh Wilayah Budaya tersebut,” ujar Lienche F. Maloali didampingi dua anggotanya ketika menggelar jumpa pers, di Kantor Foker LSM Papua, Jalan Kampung Yoka, Distrik Heram, Rabu (24/07/2013) kemarin sore sekitar pukul 16.00 WIT.
Dalam poin ke dua dikatakan bahwa secara konstitusional MRP mempunyai kewenangan untuk mengevaluasi pelaksanaan dan mengajukan usul perubahan terhadap Undang Undang OTSUS, sehingga moment rapat dengar pendapat ini perlu digunakan secara baik, benar dan bijaksana agar memberi manfaat bagi OAP, dengan melahirkan keputusan mendasar yang berasal dari pikiran-pikiran rakyat papua dan tentunya harus mempertimbangkan berbagai dinamika isu yang hidup dalam OAP.
Sementara pada poin ke tiga, meminta kepada MRP agar Keputusan akan diambil harus benar – benar bebas dari semua tekanan dan kepentingan politik sesaat.
Bahkan mereka juga meminta kepada MRP agar menjalankan tugasnnya sesuai Undang–undang nomor 21 tahun 2001 yang mengatakan bahwa usulan perubahan UU Otsus harus sesuai pasal 77.
“Bukan mengadopsi Undang-Undang Pemerintahan dari Provinsi lain di Indonesia, yakni mengadopsi UU Otsus dari Provinsi Naggroe Aceh Darussalam.
Foker juga meminta kepada MRP mencermati ulang dengan seksama usulan perubahan atas UU No. 21/2001 yang sementara digagas pihak lain, yang dokumennya kini tersebar luas di kalangan masyarakat. Sebab dokumen berjudul 'Rancangan Naskah Akademik, Rancangan Undang Undang tentang Pemerintahan Papua' merupakan salinan mentah dengan sedikit perubahan dari UU Pemerintah Nangro Aceh Darussalam.
“Situasi ini dipandang perlu, karena dalam kopian naskah dimaksud ditemukan antara lain: a. 3.26 TENTARA NASIONAL INDONESIA: Halaman 99 butir 5 tentang tindak pidana yang dilakukan oleh prajurit Tentara Nasional Indonesia di Aceh diadili sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kalimatnya sama dengan dengan UU Pemerintahan Provinsi Aceh Pasal 203 Ayat (1).b. 3.27 KEPOLISIAN: Halaman 100, butir 6: Pemberhentian Kepala Kepolisian Aceh dilakuakan oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. Kalimatnya sama dengan UU Pemerintah Aceh Pasal 205 (5). c. Pada Halaman 89, dalam salah satu usulan pasal tentang KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA (1) Pemerintah Papua mempunyai kewenangan menetapkan ketentuan di bidang pers dan penyiaran berdasarkan nilai Islam dan Selaku Wakil Budaya Orang Asli Papua dari 7 Wilayah Budaya di Papua, MRP harus merancang Naskah Akademisi serta Rancangan Undang-Undang dengan melibatkan Tenaga-tenaga Akademisi yang jelas, dan yang mengenal Culture Orang Papua, seperti Universitas Cenderawasih, UNIPA dan berbagai Akademisi, dan seluruh komponen masyarakat di Tanah Papua,” bebernya.
Berdasarkan pantauan Bintang Papua bahwa konfrensi pers itu juga dihadiri oleh anggota Foker LSM Papua diantaranya, Edi Ohoiwutun, Marthen Patai, Kenny Mayabubun, Markus Wayoi (KIPRA Papua), Sadaridi Sarika (SET FOKER LSM Papua), Yopin Matuan (Set Fiker LAM Papua), SC Foker Kepakaran Hukum, Yan Ch Warinusy. [BintangPapua]
Menurut Sekretaris Eksekutif Foker LSM Papua Lienche F. Maloali, pelaksanaan evaluasi Otonomi Khusus (Otsus) Papua dan Papua Barat oleh MRP dan Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) merupakan momen yang tepat dan berwibawa, serta menunjukkan cara berdemokrasi yang baik dalam mendengar isi hati, pendapat dan aspirasi dari Orang Asli Papua (OAP).
Oleh karena itu, pihaknya meminta dukungan dan penguatan baik dari OAP maupun seluruh masyarakat yang ada tinggal dan hidup diatas Tanah Papua.
Foker LSM Papua yang membawahi sejumlah LSM yang tersebar di seluruh Tanah Papua merasa terpanggil untuk ikut memberikan dukungan dalam rangka pelaksanaan Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang dilakukan MRP beserta konstituennya. Dukungan yang dimaksudkan itu berupa bentuk seruan sebanyak enam seruan.
“Majelis Rakyat Papua dan Majelis Rakyat Papua Barat perlu menyadari bahwa orangtua dari para anggota MRP yang mulia adalah representasi Kultur Orang Asli Papua (OAP) yang terdiri dari tujuh Wilayah Budaya, yakni Tabi, Saireri, Bomberai, Domberai, Anim-Ha, La Pago dan Me Pago. Dan, bertanggung jawab kepada masyarakat di tujuh Wilayah Budaya tersebut,” ujar Lienche F. Maloali didampingi dua anggotanya ketika menggelar jumpa pers, di Kantor Foker LSM Papua, Jalan Kampung Yoka, Distrik Heram, Rabu (24/07/2013) kemarin sore sekitar pukul 16.00 WIT.
Dalam poin ke dua dikatakan bahwa secara konstitusional MRP mempunyai kewenangan untuk mengevaluasi pelaksanaan dan mengajukan usul perubahan terhadap Undang Undang OTSUS, sehingga moment rapat dengar pendapat ini perlu digunakan secara baik, benar dan bijaksana agar memberi manfaat bagi OAP, dengan melahirkan keputusan mendasar yang berasal dari pikiran-pikiran rakyat papua dan tentunya harus mempertimbangkan berbagai dinamika isu yang hidup dalam OAP.
Sementara pada poin ke tiga, meminta kepada MRP agar Keputusan akan diambil harus benar – benar bebas dari semua tekanan dan kepentingan politik sesaat.
Bahkan mereka juga meminta kepada MRP agar menjalankan tugasnnya sesuai Undang–undang nomor 21 tahun 2001 yang mengatakan bahwa usulan perubahan UU Otsus harus sesuai pasal 77.
“Bukan mengadopsi Undang-Undang Pemerintahan dari Provinsi lain di Indonesia, yakni mengadopsi UU Otsus dari Provinsi Naggroe Aceh Darussalam.
Foker juga meminta kepada MRP mencermati ulang dengan seksama usulan perubahan atas UU No. 21/2001 yang sementara digagas pihak lain, yang dokumennya kini tersebar luas di kalangan masyarakat. Sebab dokumen berjudul 'Rancangan Naskah Akademik, Rancangan Undang Undang tentang Pemerintahan Papua' merupakan salinan mentah dengan sedikit perubahan dari UU Pemerintah Nangro Aceh Darussalam.
“Situasi ini dipandang perlu, karena dalam kopian naskah dimaksud ditemukan antara lain: a. 3.26 TENTARA NASIONAL INDONESIA: Halaman 99 butir 5 tentang tindak pidana yang dilakukan oleh prajurit Tentara Nasional Indonesia di Aceh diadili sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kalimatnya sama dengan dengan UU Pemerintahan Provinsi Aceh Pasal 203 Ayat (1).b. 3.27 KEPOLISIAN: Halaman 100, butir 6: Pemberhentian Kepala Kepolisian Aceh dilakuakan oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. Kalimatnya sama dengan UU Pemerintah Aceh Pasal 205 (5). c. Pada Halaman 89, dalam salah satu usulan pasal tentang KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA (1) Pemerintah Papua mempunyai kewenangan menetapkan ketentuan di bidang pers dan penyiaran berdasarkan nilai Islam dan Selaku Wakil Budaya Orang Asli Papua dari 7 Wilayah Budaya di Papua, MRP harus merancang Naskah Akademisi serta Rancangan Undang-Undang dengan melibatkan Tenaga-tenaga Akademisi yang jelas, dan yang mengenal Culture Orang Papua, seperti Universitas Cenderawasih, UNIPA dan berbagai Akademisi, dan seluruh komponen masyarakat di Tanah Papua,” bebernya.
Berdasarkan pantauan Bintang Papua bahwa konfrensi pers itu juga dihadiri oleh anggota Foker LSM Papua diantaranya, Edi Ohoiwutun, Marthen Patai, Kenny Mayabubun, Markus Wayoi (KIPRA Papua), Sadaridi Sarika (SET FOKER LSM Papua), Yopin Matuan (Set Fiker LAM Papua), SC Foker Kepakaran Hukum, Yan Ch Warinusy. [BintangPapua]