Otonomi Khusus Gagal, Sepakat Minta Dialog dan Rekonstruksi Otsus
pada tanggal
Monday, 29 July 2013
ENTROP (KOTA JAYAPURA) - Rapat dengar pendapat tentang evaluasi otonomi khusus yang digelar sejak Kamis (25/07/2013) di Hotel Sahid di bilangan Entrop, Distrik Jayapura Selatan, Kota Jayapura berakhir Sabtu (27/07/2013).
Dengar pendapat yang berlangsung melelahkan tersebut, menghasilkan dua rekomendasi. Rekomendasi yang pertama adalah digelarnya dialog antara Papua dan Pemerintah Pusat. Sedang rekomendasi kedua adalah rekonstruksi otsus dilakukan setelah dialog antara Papua dan Pemerintah Pusat.
Dua rekomendasi penting ini disampaikan kepada pemerintah pusat, setelah dalam dengar pendapat tersebut, undang-undang otsus yang diberikan bagi orang asli Papua dinilai gagal.
Ketua MRP, Timotius Murib mengatakan dua rekomendasi dari hasil dengar pendapat ini akan dibawakan dalam sidang pleno anggota MRP agar sesuai dengan aturan yang berlaku sebelum diberikan kepada Pemprov Papua.
“Setelah rekomedasi di plenokan, hasilnya akan diserahkan kepada pemerintah Provinsi Papua melalui tim asistensi untuk dijadikan masukan untuk rekonstruksi otsus,” ujarnya.
Menurut Timotius, untuk konsep dialognya seperti apa akan dibicarakan kemudian.Yang jelas tempat dialog harus digelar ditempat netral.
Menurut Timotius, hasil rekomendasi ini merupakan suara sah mewakili masyarakat Papua, sebab untuk merekonsruksi otsus harus sesuai dengan keiginan masyarakat Papua tidak bisa menurut kemauan pemerintah provinsi maupun pemerintah pusat.
Timotius menjelaskan, berdasarkan kusioner yang dibagikan kepada 118 peserta dari perwakilan 40 kabupaten dan kota se Papua dan Papua Barat, otonomi khusus bagi orang asli Papua selama dua belas tahun telah gagal pada berbagai bidang seperti pendidikan, kesehatan, perberdayaan ekonomi, dan infrastruktur.
Timotius memberi contoh, di bidang pendidikan misalnya, sebelum otsus ada begitu banyak sekolah dasar, namun setelah otsus justru tidak berjalan.
Hal yang sama juga terjadi di bidang kesehatan, di era otsus yang bermandikan uang banyak Pustu, Puskesmas yang kekurangan tenaga medis, baik, perawat, bidang maupun dokter.
Sementara anggota DPD RI, Fernanda Yatipai Ibo menyatakan dialog memang harus dilakukan antara masyarakat Papua, Papua Barat dan Pemerintah Pusat sebab ini adalah keputusan masyarakat Papua yang harus dihormati.
Jika ini tidak dilakukan, katanya apa otsus yang diberikan kepada masyarakat asli Papua tidak akan berjalan.
Menurutnya, yang perlu dibicarakan dalam dialog dengan pemerintah pusat adalah soal pelanggaran HAM dan pelurusan sejarah.
Sebagai wakil masyarakat Papua di DPD Pusat, ia mengaku akan mendorong masalah ini sehingga proses dialog dapat berjalan.”Ini merupakan tugas saya, sebab pada periode proses ini gagal,” jelasnya. [PapuaPos| GambarPapua]
Dengar pendapat yang berlangsung melelahkan tersebut, menghasilkan dua rekomendasi. Rekomendasi yang pertama adalah digelarnya dialog antara Papua dan Pemerintah Pusat. Sedang rekomendasi kedua adalah rekonstruksi otsus dilakukan setelah dialog antara Papua dan Pemerintah Pusat.
Dua rekomendasi penting ini disampaikan kepada pemerintah pusat, setelah dalam dengar pendapat tersebut, undang-undang otsus yang diberikan bagi orang asli Papua dinilai gagal.
Ketua MRP, Timotius Murib mengatakan dua rekomendasi dari hasil dengar pendapat ini akan dibawakan dalam sidang pleno anggota MRP agar sesuai dengan aturan yang berlaku sebelum diberikan kepada Pemprov Papua.
“Setelah rekomedasi di plenokan, hasilnya akan diserahkan kepada pemerintah Provinsi Papua melalui tim asistensi untuk dijadikan masukan untuk rekonstruksi otsus,” ujarnya.
Menurut Timotius, untuk konsep dialognya seperti apa akan dibicarakan kemudian.Yang jelas tempat dialog harus digelar ditempat netral.
Menurut Timotius, hasil rekomendasi ini merupakan suara sah mewakili masyarakat Papua, sebab untuk merekonsruksi otsus harus sesuai dengan keiginan masyarakat Papua tidak bisa menurut kemauan pemerintah provinsi maupun pemerintah pusat.
Timotius menjelaskan, berdasarkan kusioner yang dibagikan kepada 118 peserta dari perwakilan 40 kabupaten dan kota se Papua dan Papua Barat, otonomi khusus bagi orang asli Papua selama dua belas tahun telah gagal pada berbagai bidang seperti pendidikan, kesehatan, perberdayaan ekonomi, dan infrastruktur.
Timotius memberi contoh, di bidang pendidikan misalnya, sebelum otsus ada begitu banyak sekolah dasar, namun setelah otsus justru tidak berjalan.
Hal yang sama juga terjadi di bidang kesehatan, di era otsus yang bermandikan uang banyak Pustu, Puskesmas yang kekurangan tenaga medis, baik, perawat, bidang maupun dokter.
Sementara anggota DPD RI, Fernanda Yatipai Ibo menyatakan dialog memang harus dilakukan antara masyarakat Papua, Papua Barat dan Pemerintah Pusat sebab ini adalah keputusan masyarakat Papua yang harus dihormati.
Jika ini tidak dilakukan, katanya apa otsus yang diberikan kepada masyarakat asli Papua tidak akan berjalan.
Menurutnya, yang perlu dibicarakan dalam dialog dengan pemerintah pusat adalah soal pelanggaran HAM dan pelurusan sejarah.
Sebagai wakil masyarakat Papua di DPD Pusat, ia mengaku akan mendorong masalah ini sehingga proses dialog dapat berjalan.”Ini merupakan tugas saya, sebab pada periode proses ini gagal,” jelasnya. [PapuaPos| GambarPapua]