Mahasiswa Nilai Pemda Asmat Tidak Berpihak Pada Orang Asli Papua
pada tanggal
Monday, 22 July 2013
KOTA JAYAPURA – Asosiasi Mahasiswa Peduli Pembangunan Kabupaten Asmat menilai, tidak ada keberpihakan pemerintah daerah (Pemda) terhadap OAP (Orang Asli Papua) atau orang Asmat di kabupaten tersebut.
“Pemerintah Asmat sering mengabaikan masalah-masalah yang terjadi di Asmat. Banyak persoalan di sana. Masyarakat selalu di intimidasi, ruang gerak dibatasai. Tempat-tempak penjualan tidak layak,” kata ketua asosiasi Donatus Pombai kepada tabloidjubi.com di Waena, Kota Jayapura, Minggu (21/07/2013).
Kamis (18/07/2013) lalu aparat gabungan mengusir warga yang berjualan di Agats. Disebutkan, aparat dan pemda meminta warga untuk berjual di tempat yang disediakan. “Sedangkan kami Asmat orang pantai, tidak mungkin pergi ke darat,” lanjut dia.
Di Agats, terdiri dari Sembilan kampung, seperti Kampung Suru, Ewer, Yepem, Jufrim, Us, Yawun, Beriten, Akat dan Per. Beberapa hari lalu, warga dari Sembilan kampong tersebut dilarang dan diusir paksa oleh aparat karena berjualan di tempat yang tidak disediakan pemerintah.
“Mama saya juga penjual, mereka pernah mengajukan aspirasi 2 Mei 2011. Tetapi tidak pernah digubris hingga hari ini,” kata Oscar Haris Warkai, seorang mahasiswa asal kabupaten Asmat.
Vinsensius Saky, salah seorang mahasiswa dari Asmat juga menilai, pemerintah tidak berpihak pada masyarakat. Disebutkan, pajak dikenakan sekitar 15-20 ribu rupiah per hari kepada warga yang notabene memiliki penghasilan sekira Rp 25 ribu perhari..“Sangat disayangkan sekali,” kata Vinsensius Saky. Hingga berita ini ditulis, Pemda Asmat tidak bisa dihubungi dari Jayapura untuk meminta klarifikasi. [TabloidJubi]
“Pemerintah Asmat sering mengabaikan masalah-masalah yang terjadi di Asmat. Banyak persoalan di sana. Masyarakat selalu di intimidasi, ruang gerak dibatasai. Tempat-tempak penjualan tidak layak,” kata ketua asosiasi Donatus Pombai kepada tabloidjubi.com di Waena, Kota Jayapura, Minggu (21/07/2013).
Kamis (18/07/2013) lalu aparat gabungan mengusir warga yang berjualan di Agats. Disebutkan, aparat dan pemda meminta warga untuk berjual di tempat yang disediakan. “Sedangkan kami Asmat orang pantai, tidak mungkin pergi ke darat,” lanjut dia.
Di Agats, terdiri dari Sembilan kampung, seperti Kampung Suru, Ewer, Yepem, Jufrim, Us, Yawun, Beriten, Akat dan Per. Beberapa hari lalu, warga dari Sembilan kampong tersebut dilarang dan diusir paksa oleh aparat karena berjualan di tempat yang tidak disediakan pemerintah.
“Mama saya juga penjual, mereka pernah mengajukan aspirasi 2 Mei 2011. Tetapi tidak pernah digubris hingga hari ini,” kata Oscar Haris Warkai, seorang mahasiswa asal kabupaten Asmat.
Vinsensius Saky, salah seorang mahasiswa dari Asmat juga menilai, pemerintah tidak berpihak pada masyarakat. Disebutkan, pajak dikenakan sekitar 15-20 ribu rupiah per hari kepada warga yang notabene memiliki penghasilan sekira Rp 25 ribu perhari..“Sangat disayangkan sekali,” kata Vinsensius Saky. Hingga berita ini ditulis, Pemda Asmat tidak bisa dihubungi dari Jayapura untuk meminta klarifikasi. [TabloidJubi]