Manajemen Papua TV akan Di Pra-Peradilankan
pada tanggal
Thursday, 6 June 2013
KOTA JAYAPURA – Lantaran tak menggubris somasi yang sudah tiga kali dilayangkan seorang karyawannya, Fredy Mambrasar, manejemen Papua TV akan dipra peradilankan.
Fredy Mambasar yang mengabdi sejak 1 Januari 2009 diputus kontrak kerja oleh manajemen Papua TV, pada 4 April 2013 lalu. Namun dalam perjanjian bersama manejemen Papua TV atas nama Christie Abaidata dan diketahui diketahui Dinas Tenaga Kerja Kota Jayapura, pihak Papua TV bersedia membayarkan hak yang bersangkutan paling lambat tujuh hari setelah perjanajian tersebut.
“Namun itu tak digubris menejeman Papua TV. Saya kecewa dan tak terima perlakuan manajemen Papua TV itu. Bersama rekan-rekan dari LBH Papua Justice dan Peace, saya sudah tiga kali melayangkan somasi. Tapi tidak digubris. Manajemen beralasan Papua TV mengalami divisit anggaran. Untuk itu saya akan melanjukan kasus ini. Saya akan mempra peradilankan menejemen Papua TV guna mendapatkan keadilan dan hak saya,” kata Fredy Mambasar saat memberikan keterang pers didampingi IJTI Papua dan AJI Kota Jayapura, Rabu (05/06/2013).
Menurutnya, langkah ini ia lakukan bukan hanya untuk menuntut haknya. Namun sebagai pembelajaran bagi manjemen Papua TV agar tidak menyepelekan hak karyawan.
“Saya tidak permasalahkan masalah uang, namun untuk pelajaran bagi menejemen agar hal seperti ini tidak terjadi lagi kedepannya jangan sampai rekan-rekan lain mengalami hal yang sama,” kata Fredy.
Ketua AJI Jayapura, Victor Mambor menyayangkan hal tersebut. Ia mengatakan, apa yang dialami Fredy sudah kategori Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
“Ini salah satu contoh yang menunjukkan ke kita jika kita ingin buka media harus mempersiapkan segalanya. Jadi mungkin Fredy harus menyurati Gubernur Papua karena beliau adalah komisaris Papua TV. Selain itu gubernur juga bisa tahu permasalahannya. Apalagi sudah terjadi beberapa kali pergantian menejemen,” kata Victor.
Menurutnya, AJI mendesak agar menejemen Papua TV untuk menyelesaikan serta mencari solusi atas masalah tersebut. Apalagi sudah tiga kali pihak Fredy melayangkan somasi.
“Kalau memang sudah tidak ada niat baik, maka bisa diproses di pengadilan. Saya sudah berkomunikasi degan Dirut Papua TV baru. Intinya mendukung langkah ini. Tapi dia tidak bisa dilibatkan karena dia tidak tahu apa-apa. Jadi gubernur memang harus diberitahukan agar beliau tahu ada masalah rumit didalam menejemen Papua TV. Kalau tidak diselesaikan akan terus ada masalah,” ujar Victor.
Sementara itu, Ketua IJTI Papua, Richardo Hutahean menyarankan agar Fredy Mambrasar juga menyurati gubernur secara resmi agar ada dasar bagi organisasi Pers AJI dan IJTI untuk mendorong masalah tersebut.
“Apa yang menimpa rekan kita Fredy, jangan sampai terjadi kepada rekan kita yang lain. Ini jadi pembelajaran bagi perusahan pers agar lebih menghargai hak karyawannya dan tidak memperlakukan mereka semena-mena,” kata Richardo. [TabloidJubi| ImagePapua]
Fredy Mambasar yang mengabdi sejak 1 Januari 2009 diputus kontrak kerja oleh manajemen Papua TV, pada 4 April 2013 lalu. Namun dalam perjanjian bersama manejemen Papua TV atas nama Christie Abaidata dan diketahui diketahui Dinas Tenaga Kerja Kota Jayapura, pihak Papua TV bersedia membayarkan hak yang bersangkutan paling lambat tujuh hari setelah perjanajian tersebut.
“Namun itu tak digubris menejeman Papua TV. Saya kecewa dan tak terima perlakuan manajemen Papua TV itu. Bersama rekan-rekan dari LBH Papua Justice dan Peace, saya sudah tiga kali melayangkan somasi. Tapi tidak digubris. Manajemen beralasan Papua TV mengalami divisit anggaran. Untuk itu saya akan melanjukan kasus ini. Saya akan mempra peradilankan menejemen Papua TV guna mendapatkan keadilan dan hak saya,” kata Fredy Mambasar saat memberikan keterang pers didampingi IJTI Papua dan AJI Kota Jayapura, Rabu (05/06/2013).
Menurutnya, langkah ini ia lakukan bukan hanya untuk menuntut haknya. Namun sebagai pembelajaran bagi manjemen Papua TV agar tidak menyepelekan hak karyawan.
“Saya tidak permasalahkan masalah uang, namun untuk pelajaran bagi menejemen agar hal seperti ini tidak terjadi lagi kedepannya jangan sampai rekan-rekan lain mengalami hal yang sama,” kata Fredy.
Ketua AJI Jayapura, Victor Mambor menyayangkan hal tersebut. Ia mengatakan, apa yang dialami Fredy sudah kategori Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
“Ini salah satu contoh yang menunjukkan ke kita jika kita ingin buka media harus mempersiapkan segalanya. Jadi mungkin Fredy harus menyurati Gubernur Papua karena beliau adalah komisaris Papua TV. Selain itu gubernur juga bisa tahu permasalahannya. Apalagi sudah terjadi beberapa kali pergantian menejemen,” kata Victor.
Menurutnya, AJI mendesak agar menejemen Papua TV untuk menyelesaikan serta mencari solusi atas masalah tersebut. Apalagi sudah tiga kali pihak Fredy melayangkan somasi.
“Kalau memang sudah tidak ada niat baik, maka bisa diproses di pengadilan. Saya sudah berkomunikasi degan Dirut Papua TV baru. Intinya mendukung langkah ini. Tapi dia tidak bisa dilibatkan karena dia tidak tahu apa-apa. Jadi gubernur memang harus diberitahukan agar beliau tahu ada masalah rumit didalam menejemen Papua TV. Kalau tidak diselesaikan akan terus ada masalah,” ujar Victor.
Sementara itu, Ketua IJTI Papua, Richardo Hutahean menyarankan agar Fredy Mambrasar juga menyurati gubernur secara resmi agar ada dasar bagi organisasi Pers AJI dan IJTI untuk mendorong masalah tersebut.
“Apa yang menimpa rekan kita Fredy, jangan sampai terjadi kepada rekan kita yang lain. Ini jadi pembelajaran bagi perusahan pers agar lebih menghargai hak karyawannya dan tidak memperlakukan mereka semena-mena,” kata Richardo. [TabloidJubi| ImagePapua]