Semakin Ditinggalkan, Rumah "Mod Aki Aksa" di Pegunungan Arfak Butuh Pelestarian
pada tanggal
Friday, 3 May 2013
ANGGI (ARFAK) - Rumah tradisional "Kaki Seribu" dari suku Arfak, Kabupaten Pegunungan Arfak, Papua Barat, perlu dilestarikan dan dikonservasi karena beberapa tahun belakangan ini masyarakat setempat mulai meninggalkan rumah adat tersebut," kata staf peneliti dari Balai Arkeologi Jayapura, Hari Suroto, Minggu.
Dijelaskan, rumah bagi suku Arfak yang hidup di pegunungan Arfak, Manokwari, Papua Barat terbagi kedalam tiga sub suku yakni Suogb, Hatam dan Meyah. Rumah kaki seribu atau dalam bahasa setempat disebut "Mod Aki Aksa atau "Igkojei" itu merupakan tempat mereka berteduh, mendidik anak dan kegiatan pesta adat.
Rumah adat Suku Arfak ini dikenal rumah kaki seribu karena berbentuk rumah panggung persegi menggunakan banyak kayu penyangga sebagai tiang. Dengan dinding-dinding yang terbuat dari kulit pohon butska. Sementarar atapnya terbuat dari daun pandan, sedangkan lantainya dari belahan nibung atau bambu.
Dan melalui celah-celah di lantai, udara segar bisa masuk ke dalam rumah itu, dengan kolong rumah yang luas sering digunakan untuk menyimpan kayu bakar dan juga sebagai kandang ternak. "Ciri khas rumah kaki seribu adalah hanya memiliki dua pintu, depan dan belakang serta tanpa jendela," katanya.
Kata Hari, dalam suatu rumah kaki seribu biasanya terdapat beberapa kamar, yakni kamar untuk wanita (meraja) dan kamar untuk pria (meiges) serta sebuah ruang dengan suatu tempat khusus untuk upacara dan pesta adat.
Sementara lantai di ruang tengah itu tidak dialasi batang-batang nibung, sehingga jika ada pesta adat berupa tarian dilakukan di atas tanah. [Antara]
Dijelaskan, rumah bagi suku Arfak yang hidup di pegunungan Arfak, Manokwari, Papua Barat terbagi kedalam tiga sub suku yakni Suogb, Hatam dan Meyah. Rumah kaki seribu atau dalam bahasa setempat disebut "Mod Aki Aksa atau "Igkojei" itu merupakan tempat mereka berteduh, mendidik anak dan kegiatan pesta adat.
Rumah adat Suku Arfak ini dikenal rumah kaki seribu karena berbentuk rumah panggung persegi menggunakan banyak kayu penyangga sebagai tiang. Dengan dinding-dinding yang terbuat dari kulit pohon butska. Sementarar atapnya terbuat dari daun pandan, sedangkan lantainya dari belahan nibung atau bambu.
Dan melalui celah-celah di lantai, udara segar bisa masuk ke dalam rumah itu, dengan kolong rumah yang luas sering digunakan untuk menyimpan kayu bakar dan juga sebagai kandang ternak. "Ciri khas rumah kaki seribu adalah hanya memiliki dua pintu, depan dan belakang serta tanpa jendela," katanya.
Kata Hari, dalam suatu rumah kaki seribu biasanya terdapat beberapa kamar, yakni kamar untuk wanita (meraja) dan kamar untuk pria (meiges) serta sebuah ruang dengan suatu tempat khusus untuk upacara dan pesta adat.
Sementara lantai di ruang tengah itu tidak dialasi batang-batang nibung, sehingga jika ada pesta adat berupa tarian dilakukan di atas tanah. [Antara]